7

769 51 17
                                    

Setelah selesai mengikuti seluruh sesi latihan dengan kacau, Zoro menghabiskan waktu di ruang gym. Dia terus melakukan repetisi angkat beban di kedua tangannya secara bergantian. Ia melampiaskan emosinya dalam setiap ayunan beban, tak peduli seluruh tubuhnya sudah basah oleh keringat.

Zoro keluar ruang gym masih dengan ekspresi muram seperti tadi pagi. Ia menggerakkan kakinya menuju asrama putra untuk mandi dan beristirahat sejenak.

Untuk mencapai asrama, Zoro harus melewati lorong yang menghubungkan ruang gym dan asrama. Dia berjalan dengan menunduk dan pikirannya terus berputar memikiran Robin hingga tak menyadari ia melewati Sanji yang sedang bersandar di salah satu tiang lorong. Seperti biasa, tengah menghisap cerutunya.

"Oi, marimo. Kenapa kau masih di sini?" Sanji bertanya demikian karena biasanya Zoro sudah kembali ke apartementnya.

Zoro menghentikan langkahnya setelah suara sanji mengejutkannya. "Bukan urusanmu, alis kriting." Jawabnya dengan nada datar tanpa menoleh.

"Aku mendengar dari anak-anak, kau mengacaukan latihan hari ini dan coach mihawk menyuruhmu tetap tinggal di asrama."

"Sudah ku bilang bukan urusanmu!!!" Zoro berteriak sembari memutar badannya menghadapi sanji.

Respon Zoro meyakinkan sanji bahwa telah terjadi sesuatu dengan sahabat sekaligus musuhnya itu. Namun sanji tidak mengatakan atau bertanya apapun. Ia hanya diam dan menatap Zoro, mulutnya mengepulkan asap rokok yang dihisapnya.

Zoro membuang napas kasar. Ia memalingkan muka dari tatapan sanji. "Aku tak tahu apa yang terjadi dengan wanita itu."

"Wanita itu?" Sanji sebenarnya tahu, kata itu pasti merujuk pada Robin. Dia hanya tak tahu mengapa Zoro menggunakan panggilan itu.

"Aku tak mengerti mengapa ia begitu keras kepala ingin pergi. Padahal seharusnya dia tahu, sebulan lagi ada hajat besar dalam hidupku. Dia harusnya tetap berada disisiku."

"Robin-chan? Pergi kemana?"

"Tugas dari kantornya untuk meneliti sejenis prasasti bersejarah. Katanya dia akan pergi selama 2 tahun. Dia sampai menangis untuk mimpinya itu agar aku mengijinkannya pergi."

"Apa?" Sanji mulai geram mendengar perkataan Zoro yang menceritakan seorang wanita menangis dengan santai. Ia sepertinya mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya.

"Dan yang paling mengejutkan adalah semalam dia menamparku hanya karena aku mengintrograsi laki-laki yang datang ke rumahnya. Apa yang terjadi dengan Robinku?" Kata Zoro melirih. Terdengar nada putus asa dalam bicaranya.

Sanji setengah berlari menghampiri Zoro. Ia meraih dan mencengkram kuat kerah baju rivalnya itu. "Yang salah itu kamu, baka!!!" Sanji berteriak di depan wajah temannya.

Tindakan sanji menyulut emosi Zoro. "Apa maksudmu aku yang salah, koki mesum!!!" Teriak Zoro tak mau kalah dari sanji.

"Apa kamu tak berpikir jika itu adalah mimpinya yang berharga sama seperti kamu dengan olympic, marimo baka!!!" Sanji masih mencengkram kerah Zoro. "Aku tahu Robin-chan sangat peduli denganmu, dia selalu melakukan apapun untukmu. Jika dia sampai memohon dan menangis untuk itu, berarti tugas itu sangat penting untuknya!!! Bayangkan jika kamu dilarang untuk ikut olympic, apa yang akan kamu lakukan, baka?!! Dasar kepala lumut, kamu sangat egois, Marimo!!!"

Zoro terdiam mendengar kata-kata sanji. Dan kata terakhir yang diucapkan rivalnya itu terngiang-ngiang dipikirannya. Ia mendorong sanji melepaskan cengkraman di kerah bajunya. "Tidak ada gunanya menceritakan masalahku padamu." Kata Zoro sembari memutar badan dan kembali berjalan menuju asrama.

Ego | Zorobin, AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang