2

1K 74 2
                                    

Robin terjaga dari tidur dan mendapati dirinya masih meringkuk di sofa ruang tamu. Matanya yang sembab akibat menangis semalaman melirik jam yang menempel pada dinding di depannya.

Pukul 06.30! Ia harus segera bersiap-siap jika tak ingin terlambat masuk kantor.

Sang arkeolog bangkit dari sofa. Ia mengambil posisi duduk, menghirup nafas panjang dan membuangnya perlahan. Pertengkaran dengan kekasihnya masih menjadi beban berat baginya. Ia masih belum memutuskan apakah ia akan menunaikan tugas dari tempatnya bekerja atau tidak. Ia berpikir untuk menemui atasannya dan meminta waktu lebih panjang untuk memutuskan. Andai saja Zoro tak melarangnya pergi, ia pasti akan menerima tugas itu dengan senang hati.

Robin bergegas menuju kamar mandi. Melepas pakaiannya dan menggunakan hair cap untuk melindungi rambutnya agar tidak basah- ia tahu tak akan sempat mengeringkan rambutnya- sebelum menyalakan shower, dan membiarkan air membasahi tubuhnya.

Setelah menyelesaikan ritualnya, Robin keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk kimono berwarna ungu muda tanpa motif dan menuju ke dapur minimalistnya untuk menyeduh secangkir kopi ABC susu.

Robin membawa cangkir yang mengepulkan asap tipis itu ke meja bundar di tengah dapur. Ia duduk sementara tangan kanannya meraih kotak berisi seperangkat roti tawar lengkap dengan selai, meses dan pisau kecil. Gadis berkulit putih itu membiarkan kopinya agak dingin. Ia mengambil 2 lembar roti dan mengoleskan selai blueberry di atas salah satunya, menutupnya dengan roti yang lain dan memakannya. Ia menelan makanannya tanpa nafsu. Robin melakukannya hanya supaya perutnya berhenti merengek.

Sejak ibunya meninggal dunia karena kecelakaan 8 tahun yang lalu, Robin tinggal sendirian. Ayahnya juga sudah meninggal bahkan sejak dirinya masih sangat kecil dan belum mampu mengingat wajah. Ibu Robin juga seorang arkeolog, dia sering bercerita tentang sejarah kepada anak perempuannya. Ini juga yang menjadi alasan Robin menyukai sejarah.

Setelah menghabiskan sarapannya, Robin bergegas ke kamar dan berganti pakaian. Ia mengganti handuknya dengan blus abu-abu yang di padukan dengan celana panjang putih dan menambahkan aksesoris berupa kalung manik hitam di lehernya. Gadis yang cantik meski tanpa make-up itu memoles wajahnya hanya dengan beberapa tepuk bedak, melebihkan sedikit di sekitar kelopak matanya - menyamarkan sembab- dan lip gloss untuk bibirnya. Ia memang tidak suka dandan berlebihan, terlebih lagi Zoro yang selalu memintanya untuk tidak berdandan dengan begitu mencolok. Robin tersenyum mengingat kekasihnya yang posesif.

Robin tak punya cukup waktu untuk menata rambut, ia hanya menyisirnya kemudian menjepit sebagian rambutnya menggunakan penjebit rambut berbentuk pita warna abu-abu, dan membiarkan sebagian lainnya terurai.

Waktu menunjukan pukul 07.30, ketika ia mengeluarkan mobil Ayla berwarna merah dari garasi rumahnya. ia masih punya 30 menit sebelum museum buka, namun ia juga harus memikirkan waktu tempuh antara rumahnya dan museum sekitar 15 menit.

Saat sudah bersiap untuk pergi, Robin memperhatikan Trafalgar Law- seorang dokter muda yang menjadi tetangganya 3 bulan terakhir. Law yang sudah berpakaian rapi, terlihat putus asa berdiri di depan kap mobilnya yang terbuka.

"Ada masalah, Law?" Kata Robin setengah berteriak dari dalam mobilnya.

Mendengar suara yang datang dari belakang, Law memutar badannya dan menemukan Robin dengan wajah tanda tanya.

"Sepertinya begitu, aku sama sekali tidak mengerti tentang otomotif. Aku harus memanggil teknisi untuk ini" jawab Law sembari melirik ke arah mobilnya.

"Kalau begitu mari berangkat bersamaku, bukankah kita menuju arah yang sama?"

"Wah.. aku akan sangat terbantu jika itu tidak merepotkanmu"

Ego | Zorobin, AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang