5

811 52 6
                                    

Law kembali ke kamar Robin dengan membawa semangkuk bubur nasi. Ia melihat Robin tengah tertidur dengan wajah begitu damai. "Dia sangat cantik." Batin Law dalam hati. Pemandangan itu membuat wajahnya memerah.

Dokter muda itu sebenarnya telah jatuh hati sejak pertama kali melihat Robin. Ia terpesona pada keanggunan dan keramahan tetangganya itu. Sebagai orang baru di lingkungannya, Law merasa gadis itu sangat membantunya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Law terpaksa memendam perasaannya setelah melihat seorang lelaki berambut hijau sering berkunjung ke rumah Robin dan mengetahui bahwa dia adalah kekasih gadis pujaannya. Namun peristiwa tadi malam seakan membangunkan perasaannya. Ia merasa memiliki kesempatan untuk mendekati Robin.

Law mengambil tempat duduk di pinggir Ranjang. "Nico-ya..." katanya lirih. Ia mengusap lembut bahu gadis itu untuk membangunkannya.

Meskipun lembut, itu efektif untuk membuat Robin membuka mata.

"Maaf aku membangunkanmu. tapi kau harus makan dan minum obat."

"Terima kasih, Law. Kau jadi repot sampai harus memasak untukku" kata Robin sembari mencoba duduk. Ia melemparkan senyum manis untuk pria di depannya.

"Ah.. em.. tidak.. tidak apa-apa. Aku senang bisa melakukannya untukmu." Jawab Law gagap. Senyuman manis Robin begitu mengejutkannya. "Kalau kau masih pusing, berbaringlah Nico-ya. Tinggikan bantalnya saja. Aku bisa menyuapimu" tambahnya.

"Tidak perlu, Law. Aku bisa makan sendiri. Berikan bubur itu padaku"

"Awas.. masih panas." Law memperingatkan Robin ketika memberikan semangkuk buburnya pada gadis itu.

Ia tersenyum senang melihat Robin memakan bubur buatannya sesuap demi sesuap.

"Oh ya, Law.. apa kau tidak ke Rumah sakit?" Tanya Robin di sela-sela aktivitasnya menikmati bubur.

"Hm.. kebetulan hari ini aku bertugas jaga malam, Nico-ya. Kau tak perlu khawatir. Aku bisa merawatmu setidaknya sampai pukul 4 sore nanti"

"Terima kasih. Tapi kamu tak perlu repot-repot. Aku hanya perlu istirahat 'kan? Kau bisa melakukan aktivitas yang lain."

"Apa kau takut kekasihmu marah lagi?"

"Apa?" Robin terkejut dengan pertanyaan Law yang tiba-tiba menyinggung kekasihnya.

"Aku tidak bisa mengabaikanmu dalam kondisi seperti ini Nico-ya.. jika kekasihmu marah karena aku merawatmu, aku... aku akan menghadapinya jika itu terjadi."

"Apa maksudmu?" Robin mengerutkan kening semakin tak mengerti dengan ucapan Law.

Desakan Robin membuat Law menyadari bahwa ia terlalu berlebihan. "Mak.. maksudku.. ehm.. aku hanya merasa bertanggung-jawab saja sebagai seorang dokter. Hehehe" jawab Law salah tingkah. "Ehm.. ayo habiskan buburnya, kemudian minum obat ini." Tambahnya mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia menyodorkan beberapa obat dan vitamin serta segelas air putih.

Robin mengambil obat-obat itu dan meminumnya. "Terima kasih" katanya.

💜💚

Hari ini Zoro menjalani kegiatan latihan dengan mood yang sangat kacau. Ia memasang ekspresi muram sepanjang hari. Rasa sedih, marah dan kecewa tidak berkurang sejak semalam. Bahkan semakin ia memikirkan, rasanya semakin dalam. Meskipun ia menjalankan semua instruksi pelatihnya, namun sangat terlihat bahwa ia tidak fokus.

Perubahan sikap Zoro ini tentu tidak luput dari perhatian pelatihnya. Lelaki berambut hijau itu berkali-kali mendapat teguran dari coach Mihawk agar berlatih dengan serius dan fokus.

Puncaknya ketika mereka sampai pada sesi sparing. Zoro melawan rekannya sesama tunggal putra, Kenta Nishimoto.

"Zoro, lakukan dengan serius." Perintah coach mihawk dari pinggir lapangan.

"Baik coach."

Zoro menyadari dirinya banyak mendapatkan teguran di sesi latihan sebelumnya. Itu semua karena ia masih memikirkan pertengkarannya dengan Robin.

"Fokus. Fokus. Fokus. Olympic di depan mata. Aku tak boleh lengah" pikir zoro.

Zoro mengambil napas panjang dan membuangnya secara perlahan. Ia mencoba fokus dan tenang- melupakan masalahnya sejenak.

Zoro menutup mata, membayangkan hal-hal yang mampu membuatnya semangat. Dan yang terlintas di benaknya adalah senyuman Robin yang begitu menghangatkan hatinya.

"Yoossshhh!!!" teriak Zoro merasa mendapatkan kembali semangatnya.

Ia mengambil serve pertama dengan baik dan di terima oleh nishimoto. Nishimoto mengembalikan suttle kok dengan kekuatan yang lemah sehingga kok menyebrang tipis di bibir net.

Zoro sudah memprediksi pergerakan Nishimoto. Ia mengembalikan suttle kok dengan net silang, membuat kok menyebrang tipis di bibir net dari kiri ke kanan lapangan. Nishimoto terpaksa mengangkat suttle kok, membuat kok melambung ke sisi belakang area lapangan Zoro.

Zoro tersenyum senang. Suttle kok melambung seperti itu sangat pas untuk melakukan jump smash. Ia mendongakkan wajah, pandangannya mengikuti pergerakan suttle kok. Ia mengambil langkah mundur dengan cepat - menekuk kedua lututnya dan melompat- siap untuk memukul suttle kok dengan kekuatan penuh.

Ketika ia sudah berada di titik tertinggi dari lompatannya dan sudah siap memukul, tiba-tiba ingatan tentang Robin yang menamparnya semalam terlintas begitu saja di benaknya, membuat emosinya kembali bergejolak.

"Eaaaakkkkkk" Zoro berteriak. Ia menumpahkan emosinya pada pukulan itu. Suttle kok bergerak sangat cepat oleh kekuatan smash Zoro dan membuat nishimoto tak mampu menerimanya. Namun sayangnya pukulan itu tidak akurat. Suttle kok jatuh melebar di belakang garis area lapangan Nishimoto.
Suttle kok, Out - Poin pertama untuk Nishimoto.

Coach Mihawk yang memperhatikan permainan anak didiknya mendesah kecewa melihat kekuatan smash yang begitu dahsyat namun tidak menghasilkan poin untuk Zoro. Dia menyayangkan akurasi Zoro.

Zoro kehilangan fokusnya kembali. Ia bermain tidak seperti biasanya bahkan banyak melakukan kesalahan. Ia masih bisa melakukan beberapa jump smash, namun sayangnya suttle kok hanya Out atau menghantam net dan jatuh ke daerah pertahanannya sendiri.

Permainan Zoro kali ini benar-benar membuat coach mihawk kecewa. Ia menggeram menahan amarah, sebelum memanggil Zoro untuk menghentikan permainnya.

"Apa yang kamu lakukan, Zoro? Baru kemarin saya memuji permainanmu, tapi kenapa hari ini begitu buruk?" Kata coach Mihawk dengan nada sedikit meninggi kepada anak didik di depannya.

"Maaf, coach." Gumam Zoro lirih. Dia hanya menunduk, memusatkan pandang ke sepatunya.

"Olympic sebentar lagi, Zoro!!! Kamu harapan terbesar bulutangkis jepang untuk meraih medali emas. Tidak ada waktu untuk main-main! Apa kamu paham?"

"Paham, coach."

Coach Mihawk menghela napas. Ia benar-benar kecewa dengan Zoro. Anak didiknya itu harus fokus untuk menghadapi olympic yang tinggal menghitung hari. Ia tidak akan membiarkan harapan gold medal itu terganggu oleh hal-hal yang lain.
"Mulai hari ini sampai olympic di gelar, kamu harus kembali tinggal di Asrama supaya saya gampang mengawasi kamu."

Zoro sebenarnya keberatan jika harus tinggal di asrama. Ia lebih suka tinggal di apartemen pribadinya. Namun sekarang bukan saat yang tepat untuk menolak perintah pelatihnya. "Baik, coach." Katanya dengan setengah hati.

-------
Tbc

Ego | Zorobin, AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang