2 tahun berlalu sejak semuanya harus dia tinggalkan begitu saja. Walaupun tetap saja semuanya akan tetap membekas, tapi setidaknya Asahi sudah mulai melupakan apa yang sempat menjadi penyesalan untuknya.
Mungkin sekarang dia sudah sampai pada keadaan dimana semua orang tidak peduli dengan perasaannya, asal dia terlihat baik-baik saja.
Menjadi tidak masuk akal jika dia harus bersikap untuk terus-terusan seolah-olah tidak bisa melupakan dan menerima apapun yang terjadi sebelum dan untuk kedepannya. Apa yang menjadi jalannya, dia pikir itu sudah menjadi hukum alam. Sama halnya dengan Cara, yang dititipkan bukan untuk dimiliki tapi sebatas untuk menjadi 'Pernah' dan bukan untuk 'Selamanya'.
2 tahun lalu, dia pergi. Saat itu dia baru saja lulus Sekolah Menengah Ke Atas.
Dan sekarang, di tempat yang sudah jauh lebih baik menurutnya, dia pun melanjutkan sekolahnya dan masuk pada dunia perkuliahan dengan jurusan yang memang dia gemari.
Sastra.
Kata yang kemudian menjadi bait itu bisa dia tulis namun selalu berhubungan dengan apa yang sudah dia rasakan.
Ketika apa yang sudah menjadi kejadian, selalu berhasil kujadikan sebuah kalimat. Pada awal kalimat ketika aku hendak menulisnya, rasanya perasaan menyakitkan itu kembali. Seolah menunjukkan ini belum berada di akhir cerita.
Selama kuliah, Asahi punya satu teman di jurusan yang sama. Sebut saja dia Mashiho, yang tidak lain tidak bukan adalah tetangga satu kompleksnya sendiri.
"Kau hari ini mau makan apa?" Mashiho mengajak sahabatnya itu untuk ke kantin kampus di sela-sela waktu kosong.
"Hm... batagor?"
Mashiho kemudian menunjukkan jari tanda oke kemudian beranjak pergi untuk membelikan sahabatnya itu sepiring batagor beserta minuman kesukaannya, air putih yang tidak dingin, tentu saja.
Tidak butuh waktu lama, Mashiho kembali membawa dua piring batagor.
"Minumnya ku beli dulu."
"Hm."
Mashiho kembali membawa dua botol air mineral, yang satu dingin dan yang satunya tidak dingin untuk Asahi.
"Sesekali kau minum lah yang dingin." Mashiho meledek sahabatnya itu dengan pura-pura memberikannya botol yang dingin.
"Nggak. Kau kan yang selalu minum dingin."
"Ya, kau sudah dingin mau minum yang dingin lagi, hahaha." Mashiho kemudian memberikannya botol minuman yang tidak dingin.
Bukan hal mudah untuk berteman dengan Asahi. Mashiho menganggap itu memiliki tantangan tersendiri menghadapi orang seperti sahabatnya itu. Tapi dia selalu saja berpikir bahwa sebenarnya Asahi punya beban yang dia tumpu sendirian dan sulit untuk dia bagi ke orang lain. Mashiho selalu ingin untuk membantunya namun selalu saja jawabannya adalah 'Aku baik-baik saja.'
Bahkan untuk bisa akrab pun itu adalah keajaiban besar bagi Mashiho.
"Selesai ini kau mau kemana?" Tanya Mashiho.
"Hm? Pulang."
"Kalau jam kelas sudah habis kayak begini, suka bingung mau kemana." Mashiho berdecik sedikit kesal.
"Kenapa kau tidak pulang saja ke rumah mu?"
"Orang tuaku sibuk bekerja, sedangkan kalau jika aku pulang, cuma ada bibi di rumah. Aku bosan, Sa."
Asahi memaklumi hal itu mengingat Mashiho adalah anak tunggal.
"Kau enak, begitu pulang walaupun Ayahmu bekerja tapi setidaknya ibu dan adikmu ada di rumah." Lanjut Mashiho.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBBY : Memories Bring Back You
Fanfiction[HIATUS] ketika semua hal pahit itu telah hilang seiring berjalannya waktu, justru Asahi kembali kedatangan kenangan yang tidak pernah dia harapkan. • • Note: Murni cerita fiksi jadi jika ada kesamaan tokoh ataupun hal lain mohon untuk di maklumi. ~...