"Dara mau kado apa buat ulang tahun ke-19 ?"
Dara termenung sebentar. Ia memejamkan matanya lagi-lagi pergulatan antara batin dan fikirannya terjadi "Saya mau pergi kemana pun Mama tidak bisa menemukan saya"
"Kenapa ?"
"Saya hanya merasa kesal terus-menerus menjadi diri saya yang lain"
"Tapi kepergian tidak pernah menyelesaikan persoalan Ra"
Dara tercekat tenggorokkannya terasa kering, ditatap langit yang kini mulai mengabu tanda air langit akan turun. Angin laut memaksa masuk melalui celah pori-porinya, sesekali ia membenamkan wajah diantara lututnya. "Kamu tau apa tentang saya ? kamu itu cuma orang baru yang mencoba menghancurkan rencana yang sudah saya buat dari jauh hari" Ia tidak menatap lawan bicaranya kini
"Terserah kamu Ra, mau menganggap aku apa. Aku akan mencoba menjadi McDonalds yang selalu tersedia 24 jam buat kamu"
Kemudian mereka berdua sama-sama diam. Fikiran mereka menjelajah entah kemana kepingan-kepingan kisah kehidupan yang pahit seperti berputar berulang-ulang. Dara mulai terisak tapi seperinya semesta sedang berpihak kepadanya rintik hujan mulai berjatuhan dan diantara mereka tidak ada yang beranjak dari tempatnya.
"Ra kamu pernah berfikir nggak kalau aku ini sudah dipercaya oleh semesta untuk menjagamu?"
"Kamu jangan meracau tidak jelas. Mana mungkin ada manusia yang merasa terganggu dengan penjaga yang diberikan oleh semesta"
"Ra hujannya mulai deras. Kamu nggak berteduh ?"
"Saya mau disini. Kalau kamu mau pergi tidak apa saya tidak akan menahanmu"
"Oke. Aku nggak akan pergi kalau begitu"
"Kenapa ? tadi kamu bilang ingin berteduh"
"Karena nggak ada kamu yang menahanku"
"Kamu bodoh hanya pergi untuk ditahan. Sudah ayo nanti saya jadi repot kalau penyakitmu kambuh"
Mereka berjalan meninggalkan pantai menuju sebuah gazebo yang berada di pinggir pantai, sekedar untuk berteduh. Dara memberikan jaketnya yang berbahan parasut kepada lawan bicaranya. "Janji sama saya kamu tidak akan kambuh disini"
"Aku usahakan ya Ra" ujarnya lirih badannya sudah seluruhnya basah dihujani air langit
Langit semakin gelap, hujan juga belum berhenti sedari tadi. Lelaki mulai menggigil karena percuma saja baju seragam yang ia gunakan sudah basah jadi jaket milik Dara tidak sepenuhnya bisa menolong.
Dara mulai panik sekarang dikeluarkannya seluruh buku dari tasnya dan melepas sepatu Nike milik lelaki itu kemudian ditutupinya dengan tas Dara. "Ra kalau aku benar-benar menghilang dari pandanganmu. Kamu harus janji berdamai dengan dirimu juga mamamu. Dan jangan pernah melakukan hal bodoh lagi"
"Kamu bicara apa sih! Kamu harus kuat, mata kamu jangan terpejam ya"
"Ngeliat kamu sepanik ini. Apa itu berarti aku udah jadi orang yang kamu takuti kehilangannya Ra ?"
"Jangan bicara aneh-aneh kamu jangan tidur ya. Saya mohon, akan semakin merepotkan kalau kamu sampai terpejam"
Lelaki itu pingsan, ia tidak menuruti ucapan Dara. Ia berada di alam mimpi saat ini. Lelaki itu bertemu dengan kedua orang tuanya, mereka mengangis tersdu-sedu melihat anak semata wayangnya sedangkan yang ditangisi malah melebarkan senyumnya dan melebarkan tangan hendak memeluk kedua orang tuanya.
"Kamu jangan ikut mama sama papa"
"Kenapa ma? Aku bosan, aku juga kangen setiap hari kenangan pahit itu berputar dikepala aku ma"
"Nggak boleh, masih banyak yang sayang sama kamu"
"Tapi papa sama mama pergi ninggalin aku, padahal aku sayang mama sama papa"
"Karena Tuhan lebih sayang kami"
Tiba-tiba suara tangisan Dara terdengar. Lelaki itu sudah berada dirumah sakit kini perlahan ia membuka matanya ia dapat melihat Dara yang matanya sembab juga Fania mama angkatnya yang terlihat panik.
"Tan dia sudah sadar" Tangannya terangkat untuk menyeka air mata di wajah Dara.
"Kamu mau apa?" dengan gerakan cepat Dara menghapus seluruh air mata di wajahnya.
Fania yang melihat anaknya sudah sadar langsung bergegas memanggil dokter. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang ia tabrak. Rasa cemasnya sudah tidak bisa dibendung saat ini. Ketakutan kembali bersarang dalam dirinya takut jika orang yang disayanginya pergi lagi.
"Ra tadi aku mimpi ketemu mama sama papa"
Dara menggaruk kepalanya frustasi "Jangan berbicara aneh"
"Bener Ra. Aku mau ikut mereka tapi katanya masih banyak yang sayang aku di bumi"
"Mama sama Papa kamu benar. Sudah jangan bicara yang aneh-aneh lagi ya"
"Kalau kamu..." Dara menunggu kelanjutannya"Sayang nggak sama aku ?" lanjutnya
Daradiam kemudian duduk di sofa yang sudah disediakan oleh rumah sakit. Ia tidakmenjawab lelaki itu lebih tepatnya ia belum bisa menjawab pertanyaan semacamitu yang keluar dari bibir seorang laki-laki. Dara selalu merasa kalau dirinyasungguh kacau dan tidak merasa pantas untuk laki-laki dihadapannya kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabitah
Teen FictionKesempatan kedua? kalian percaya itu? Bagi saya itu hanyalah pemikiran dari orang-orang yang tamak. Mereka ingin kembali lagi kepada kisah yang lama dan memaksa agar semuanya kembali seperti semula