4. Kebetulan Bertemu

30 3 0
                                    

🌹Jodoh ataupun tidaknya sudah terlanjur, ayah sudah lebih dahulu memutuskan kehidupan Sandila lebih sedini ini. Apa boleh buat🌹

"Dek"

Sandila terkejut bukan main, katakanlah hari ini dia sangat lebai, tetapi memang benar dirinya sangat kaget dengan semuanya.

"Hah ya"

"Bagaimana menurutmu nak" ucap bundanya

Sandila masih berfikir panjang, apa yang seharusnya dia lakukan dan katakan. Jika dia tolak maka ini akan membuat ayahnya kecewa, namun jika dia terima bagaimana mungkin bisa  secepat itu dia memutuskan? Apa pria itu baik dan apakah tidak terlalu cepat jika harus menerimanya sekarang? Sandila tidak mau membuat ayahnya kecewa, sebab tepat di hari kepergiannya Sandila sudah mengecewakannya dengan mencoret baju sekolahnya.

Ya Allah bantu aku

Yusuf melihat kebimbangan yang ada pada diri Sandila. Wanita itu sibuk melayangkan pikiran yang pastinya membuatnya dilema untuk memutuskannya. Raut wajahnya mengatakan tidak tahu harus apa yang dia pilih dan katakan.

"Tidak perlu terburu-buru, saya akan menanti jawaban apa yang akan kamu pilih"

Sandila menatap pria itu, kaget dengan tutur katanya yang diluar prediksinya. Ketika di kampus tadi dia bagaikan orang yang sangat emosi, lalu kenapa sekarang memperlihatkan dirinya sebagai orang yang bijak dalam menentukan pilihan.

Manik mata mereka bertemu, tapi lihatlah wajah Yusuf sekarang. Hanya datar tanpa ada ekspresi seperti kata bijak yang dia utarakan tadi. Sungguh lelaki yang aneh.

"Bagaimana dek" ucap Febrian

Aduhhh abang ni ribet sekali, lihat besok akan aku balas!.

Sandila masih bungkam, dia melihat sekitar ruangan. Dia membayangkan kebahagiaan dirinya dengan Mauren ayahnya. Selebatan bayangan demi bayangan menghantui pikirannya. Dia menatap sekitarnya lagi, memastikan apakah keberadaan ayahnya ada saat ini. Namun nihil, hanya ibu dan abang disana. Kemudian ia tatap keluarga yang berada di depannnya saat ini. Mereka begitu menanti apa yang akan di ucapkan gadis itu.

Lagi dan lagi, Sandila memastikan ruangan rumahnya, apakah ada sosok ayahnya disana. Namun tetap nihil, ayahnya telah tiada takkan pernah datang dalam keadaan nyata di sana.

"Ada apa" kata bundanya

"Hmm hmm"

"Dek, pikirkan baik baik dek" ucap abangnya

"Iya"

Sandila kembali menatap Yusuf beserta keluarganya, dia ingin memastikan kembali apakah kedatangan mereka ini nyata. Setelah yakin, Sandila akan memastikan.

"Sebelumnya trimakasih atas kedatangan bapak beserta keluarga kemari. Untuk permasalahan khitbah ini, saya baru saja tamat SMA dan masih mengenang kepergian ayah saya. Untuk sekarang berikan saya waktu untuk berfikir dahulu, nanti akan saya putuskan apa yang akan saya pilih. Untuk itu tolong berikan waktu dulu"

Semuanya menatap Sandila dengan penuh prihatin, bagaimana mungkin yang dikatakannya adalah suatu kebenaran adanya. Wanita muda belia itu masih muda sekali untuk membangun rumah tangga, apalagi untuk saat ini yang hatinya masih bersedih kehilangan ayahnya.

"Tidak papa, kami menghargai keputusan yang telah di buat" ucap ayah Yusuf

"Bagaimana Yusuf, apa kamu setuju?" Ucap ibunya

"Iya bu, saya setuju"

"Terimakasih" ucap Sandila

Malam ini menjadi saksi bisu untuk Sandila, bagaimana mungkin wanita tamatan SMA ini sudah didatangi seseorang untuk di lamar. Padahal usianya masih sangat muda untuk menikah, dia takut sejujurnya untuk melangkah ke depan.

Masa Depan MenungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang