9. Masih MPLS

9 2 0
                                    

Pagi ini semua calon mahasiswa masih saja berkutat dengan kebiasaan MPLS di kampus. Mereka disibukkan dengan kegiatan yang menguras waktu ini. Kemarin mereka sudah menjalani berbagai macam lomba. Sekarang masih saja belum selesai acaranya. Benar-benar membuat jengah untuk menjadi sarjana. Belum saja kuliah udah dibantai habis-habisan sama masa MPLS.

"Masih mau tidur aku tu" ucap Sandila

"Tahan San, satu hari lagi begadang ya"

Arlin memandang Sandila yang pucat. Lipstiknya yang tidak pekat memeberikan nuansa pucat pasi di bibirnya yang ranum. Dia terlihat pucat dan tidak berambisi sama sekali, Sandila tampaknya lesu sekali berbeda pada kesehariannya.

"Ya Allah kamu demam San"

"Aku masih pengen tidur, kepalaku pusing"

"Nanti aku izinin, kamu istirahat ya"

"Nggak bisa, si Randika nyuruh buat persiapkan yel-yel kelompok"

"Nanti dibantu yang lain kok tenang aja"

Sandila bersikekeh dengan pendapatnya. Wanita itu masih tetap dengan pendiriannya. Mau tidak mau dia harus mengikuti MPLS sampai selesai tanpa alfa atau izin sekalipun. Pantang sekali baginya jika tidak mengikuti setiap langkah untuk menuju kesuksessan, apalagi dia seorang ketua di kelompoknya. Sosok yang menjadi panutuan bagi setiap anggotanya.

Sandila memoles bibirnya yang pucat dengan warna yang sedikit terang. Kesan terang merah memberikan warna yang dapat menyapu warna pucat di bibirnya. Sandila mengambil tasnya kemudian mengajak Arlin menuju lapangan sekarang juga.

Akhirnya mereka berdua sampai di tempat tujuan. Untung saja Randika berada di ujung kelompok 15. Jadi terlambatpun tidak nampak dari dia. Dan untungnya mereka badannya mungil jadi nggak nampak kalau telat masuk barisan.

Setelah 15 menit mereka berdiri di barisan, ketua Yayasan menginstuksikan untuk semua peserta MPLS untuk duduk di tempat. Sebab sebentar lagi mereka akan masuk kelas mendengarkan materidari dosen untuk pelajaran di kampus nantinya.

"Nanti temanin aku ke kamar mandi ya Lin"

"Iya"

10 menit berlalu, Sandila memegang kepalanya yang terasa pusing. Bibirnya kembali pucat, badannya lesu dan matanya berair. Perutnya mual dan tadi pagipun dia belum makan apapun.

Sandila jatuh di depan Arlin. Badannya tidak kuat lagi menahan pusingnya yang terlalu berat dan pusingnya tidak kepalang. Sandila meringis  merasa tidak baik. Akhirnya tubuhnya lunglai, matanya terpejam dan semuanya menghitam.

"Astaghfirullah, Sandila bangun san" ucap Arlin panik

Peserta MPLS melihat Arlin yang cemas, di depannya ada wanita yang pingsan. Melihat itu Randika mengejar kelompok dia. Ada yang pingsan, dia cepat-cepat berlari ke arah kebisingan itu.

Setibanya disana, dia melihat ternyata yang tidak sadarkan diri adalah Sandila sang ketua kelompok. Ketua Yayasanpun menyarankan membawa Sandila ke ruang BEM untuk di obati"

Randika mendekat kearah Sandila. Dia masih tidak sadarkan diri, pria itu cemas dna dia ingin menggendong wanita itu untuk segera di obati. Namun langkahnya tercegat melihat pak Yusuf yang sudah berada disana.

Yusuf menyuruh peserta MPLS itu memberikan jalan. Agar dia bisa menggendong Sandila untuk segera di obati. Tidak butuh waktu lama membawa wanita mungil itu untuk segera di obati. Yusuf dengan sigapnya membopong tubuh Sandila yang tidak sadarkan diri.

"Maafkan saya sudah menggendongmu San" di sela gendongnya

"Sandila memang bilang tadi badannya nggak enakan pak" ucap Arlin di ikuti Randika di belakangnya. Sementara di lapangan tetap melanjutkan aktivitasnya.

Masa Depan MenungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang