Bab 6

360 14 0
                                    

Ada hal yang menarik, semenjak berita kehebatan pak Wanto ini menyebar. Banyak keanehan yang membuat warga curiga. Salah satunya adalah, tidak ada lagi yang pernah melihat bu Robiah, Yuni dan Rina. Padahal kabarnya, beliau ada di dalam rumah besar itu. Rumah yang sekarang, di jaga ketat.

Hanya anak sulungnya saja yang sering keluar rumah, itu pun tidak ada warga yang berani mendekat. Semua ini tidak lepas dari kejadian-kejadian mengerikan setiap kali bersinggungan dengan keluarga pak Wanto.

Kabarnya, sesiapa yang membenci keluarga ini, selalu mendapat sial.

Namun, ada satu cerita yang pernah atau sempat menyebar, dimana ada warga yang tidak sengaja melihat sesuatu ketika melewati rumah pak Wanto malam hari.

Di jendelanya..., Ia melihat bu Robiah, rambutnya panjang tergerai. Di wajahnya, ia tampak memelas meminta tolong.

Terlepas asli atau tidaknya cerita itu, warga tetap merasa ngeri. Seperti ada yang ganjil di rumah sebesar itu. Disinilah, baru terbuka satu rahasia kecil. Konon, ada satu kamar yang tidak boleh di masuki sembarangan orang.

Bahkan, pasien-pasien pak Wanto, di larang masuk kesana.

Mbah Safi, di usia uzurnya tidak pernah ia berpikir menyaksikan fenomena Wungkuk Ireng. Namun..., semenjak kejadian itu, berbulan-bulan ia tidak lagi bisa tidur nyenyak. Setiap malam, makhlu itu terus dan terus mendatangi mimpinya.

Hari ini, pintunya di ketuk oleh seseorang.

Sa'Diah

Awalnya ragu... Namun, ia melihat tatapan mata kosong membuat mbah Safi akhirnya mempersilahkan masuk anak yang juga lahir dari buah kerja kerasnya dulu.

"Ono opo ndok? Gak biasane awakmu mrene"

("Ada apa nak? gak biasanya kamu kesini")

Sa'Diah masih diam, menimbang maksud kedatanganya.

"Mbah" kata Diah,

Ia sudah bertekad membagi ketakutanya pada seseorang yang mungkin tahu langkah apa yang harus ia perbuat atas peristiwa yang menimpa keluarganya.

"Ibuk.... Ibuk, jadi Gila"

Mbah Safi hanya diam, matanya menerawang jauh.

"Adik-adikmu piye"

("Adikmu bagaimana?")

Heran bercampur bingung, seperti mbah Safi tau apa yang terjadi di dalam rumahnya. Seharusnya tidak ada yang tau apa yang terjadi, mengingat bagaimana si bapak menutup semua akses peristiwa di dalam rumahnya.

"Rina... Lumpuh mbah"

Saat itulah, wajah tua yang lelah itu akhirnya menangis.

"Lumpuh yo opo maksudmu?"

("Lumpuh bagaimana maksudmu?")

Sa'Diah mulai menceritakan semuanya. Di mulai ketika pertama mereka menginjakkan kaki di atas tanah itu. Diah tau, dimana Rumah itu di bangun apalagi bukan, di atas Tanah dimana Diah menyaksikan adik bungsunya dulu. Atun...

Malam itu.... Masih teringat suara marah dan penuh kelakar ibunya agar pak Wanto menyudahi apa yang sudah ia lakukan. Bukan tidak tahu, namun bu Robiah sangat memahami apa yang sedang pak Wanto lakukan.

Termasuk setiap malam, kemana pak Wanto berada. Apalagi bila bukan, bersekutu.

Rupanya, bebauan amis yang awalnya bu Robiah tidak tahu itu tercium dari aroma mulut pak Wanto. Perlahan, kejanggalan itu semakin terungkap manakala bu Robiah sampai harus berpuasa dan sholat malam.

Yang konon membawanya untuk menyaksikan suaminya, pak Wanto, tengah mengunyah Cempe yang dahulu tidak di temukan arah batangnya. Ternyata terkubur di belakang rumahnya. Tidak hanya itu, di mimpi yang membuatbu Robiah tidak bisa bersikap tenang itu ia melihat, pak Wanto selalu membawaanak itu di punggungnya.

BISIKAN IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang