Bab 7

462 13 2
                                    

Meski kain kafan yang di beri oleh mbah Safi sudah  di bakar oleh pak Wanto, namun sa'Diah masih merasa bahwa sesuatu tetap  mengawasinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski kain kafan yang di beri oleh mbah Safi sudah di bakar oleh pak Wanto, namun sa'Diah masih merasa bahwa sesuatu tetap mengawasinya.

Di suatu malam..., Tanpa sengaja, sa'Diah melihat ke halaman belakang rumahnya. Tempat dimana..., sore tadi, pak Wanto mendirikan sebuah ayunan tua. Ia melihat bapaknya.

Pak Wanto, tampak berdiri sendirian. Menyendiri, menatap ayunan di depanya yang tengah bergerak-gerak, tanpa ada yang mendorongnya.

Penasaran, sa'Diah mendekat ke jendela.

Di lihatnya lebih jeli, apakah matanya tidak salah melihat hal itu.

Mengikuti naluri penasaranya, sa'Diah berjalan turun, berharap bisa mendekat. Mencari tahu apa yang bapaknya lakukan disana.

Sampailah ia di dapur rumah. Tempat dimana jarak antara dirinya dan pak Wanto tidak begitu jauh. Disana, ia mendengarnya. Pak Wanto tampak sedang berbincang.

Yang jadi masalahnya, tidak ada siapapun disana, kecuali pak Wanto. Dan ayunan yang bergerak dengan sendirinya. Sampai, Diah di kejutkan dengan suara familiar yang ia kenal.

"Atun muleh ya mbak"

("Atun pulang ya kak")

Kaget... Diah melihat Yuni, sudah berdiri di belakangnya.

"Atun" bingung,

Diah mengulanginya.

"Nggih mbak. Niku, onok ibuk ambek Rina sisan, gok kunu"

("Iya mbak. Itu lihat, ada ibuk juga sama Rina disana")

Diah tidak mengerti apa yang terjadi di dalam keluarganya, apakah hanya dirinya yang tidak bisa melihatnya. Sampai, ia mengingatnya...

"Yun" kata Diah

"Nggih mbak"

("Iya mbak")

"Koen tau ndelok gak menungso sing raine koyok wedus.., duwur.., wulune ireng.., nang sirah'e onok sungu"

("Kamu pernah lihat gak ada manusia, wajahnya menyerupai kambing.., tinggi.., berbulu hitam.., di kepalanya ada sepasang tanduk")

Yuni mengangguk

"Adik" ucap Yuni,

Yuni seraya menunjuk Diah.

Diah terdiam, mencoba mencerna maksud perkataan Yuni

"Adik?"

Sampai Diah baru sadar, Yuni tidak menunjuk dirinya. Namun, ia menunjuk sesuatu di belakangnya. Sosok yang Diah bicarakan, rupanya sedari tadi berdiri di belakang Diah.

Yang ia ingat kemudian, Diah merasa sentakan kuat, mencengkram lehernya dan menghantamkanya ke lantai. Suara terakhir yang ia dengar adalah suara pak Wanto. Berteriak marah dan mengatakan.

"Ojok anak Mbarepku!! Ojok"

("Jangan anak pertamaku, Jangan").

Lalu, semuanya menjadi gelap.

***

Andi..., usianya belum genap 13 tahun, saat kejadian ganjil itu terjadi di kampungnya. Keseharianya hanya mendengar desas-desus yang semuanya sama, membicarakan sebuah keluarga.

Keluarga yang konon, bersekutu dengan Iblis. Hal itu terjadi, saat berita kematian Yuni, sekali lagi, menggegerkan kampungnya.

Warga mulai resah. Bahkan sebegitu resahnya, setiap malam di balai desa, bapak-bapak atau kepala keluarga berkumpul guna mencari jalan. Dimana sempat tersebar bahwa, Iblis itu konon sering menampakkan diri dan menyebar teror.

BISIKAN IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang