Jake sudah kembali sekolah seperti biasa. Kejadian sepuluh hari yang lalu menjadi sebuah trauma bagi pemuda blasteran itu.
Seperti biasanya, kelas kembali berisik sebab si penghidup suasana telah kembali sekolah. Cuaca pagi ini cukup cerah, terbukti dari sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai jendela kelasnya.
Mata Jake tak lepas dari seorang gadis yang sedang duduk di tempatnya dengan buku tebal di depan gadis itu. Jake tahu siapa dia, Jake mengenalnya. Gadis itu merupakan gadis pintar yang juga berisik sepertinya. Gadis yang telah menolongnya hari itu. Gadis yang serba berkecukupan, hanya memiliki beberapa teman sekolah yang datang jika sedang ada butuhnya saja.
"Hei, Y/n! Tidak bosan berpacaran dengan rumus-rumus?" tanya salah satu teman laki-laki di kelasnya yang hanya dibalas oleh angkatan dari kedua bahu gadis itu.
"Y/n, bisa ajari aku paket matematika halaman seratus sebelas nomor lima belas tidak?" tanya teman perempuannya yang duduk di bangku depan dekat pintu.
Gadis itu adalah kamu. Kamu langsung membuka buku paket matematika dan membuka halaman yang temanmu katakan tadi. Kamu langsung melangkah kearah tempatnya dan menjelaskannya secara singkat namun mudah dipahami.
"Oh seperti itu," ucapnya seakan mengerti yang hanya dibalas dengan anggukanmu.
Kebetulan kelas kalian diberikan waktu setengah jam untuk belajar, sebab akan ada kuis dadakan yang diberikan oleh Pak Ham selaku guru fisika.
Lalu, mengapa temanmu itu menanyakan soal matematika?
Jawabannya adalah, ia belum mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan di rumah. Untung saja, pelajaran matematika ada di jadwal mata pelajaran terakhir.
Namun tak lama, Pak Ham kembali ke kelas dengan membawa setumpuk kertas yang berisi soal-soal fisika. Teman-temanmu dan juga kamu langsung duduk di tempat kalian masing-masing.
"Baik, kita akan memulai kuisnya dari sekarang."
Tiba-tiba saja suasana kelas menjadi tegang. Padahal, Pak Ham tidak semenakutkan itu. Jika tidak bisa menjawab ya sudah, jika bisa menjawab itu lebih baik. Itulah prinsip Pak Ham. Karena, yang membutuhkan nilai itu kita, bukan dirinya.
"Sebelumnya, hanya boleh ada kertas kosong dan juga alat tulis yang di meja. Satu lagi, kalian membuat kelompok satu kelompok terdiri dari dua orang. Karena dalam sekelas berisi ganjil, bapak ingin Y/n sendiri dan sisanya silahkan mencari kelompok."
Kelas kembali ricuh karena ucapan Pak Ham yang tiba-tiba itu. Banyak diantara mereka yang protes dan juga mendesah kecewa. Karena biasanya, Pak Ham akan membagi kelompok sebanyak lima kelompok dengan masing-masing bebas memilih anggotanya. Sedangkan kamu, kamu hanya diam sembari mengetuk alat tulis kamu pada tembok yang berada di sampingmu.
Sebuah kebiasaan jika kamu sedang bingung.
"Kenapa? Kalian yang keberatan? Jika iya, silahkan keluar tidak usah mengikuti kuis yang saya adakan," ucap Pak Ham yang membuat anak-anak kembali terdiam.
"Baik, saya akan memulainya."
Seluruh penghuni kelas sudah siap dengan alat tulisnya. Ada sebagian yang terlihat tegang, ada yang biasa saja, ada juga yang kelewat santai. Jake berada di pilihan kedua, sedangkan kamu berada di pilihan ke tiga.
"Empat buah partikel A, B, C, dan D terletak pada garis lurus. A menarik B, B menolak C ,dan C menolak D. Jika muatan A positif .Tentukan jenis muatan B, C danㅡ"
Ucapan Pak Ham terhenti saat netranya lebih dulu menangkap kamu yang mengangkat tanganmu. "Silahkan dijawab Y/n," ucap Pak Ham.
"Jenis muatannya negatif, sudah jelas dari pernyataan A yang menarik B dan B menolak C. Alasannya adalah, jika sebuah listrik memiliki muatan yang berbeda maka akan saling tarik menarik, dan begitupun sebaliknya," jawabmu yang diangguki oleh Pak Ham.
"Baik, ke soal berikutnya."
Kuis terus diadakan hingga dua puluh kuis. Kamu dan juga kelompok Jake memiliki poin yang sama. Hal itu membuat Pak Ham menambahkan satu soal untuk kalian jawab.
"Apa.. bunyi.. dari hukum Coulomb untuk magnet!"
Kamu melirik ke belakang terlebih dahulu. Sebenarnya, pertanyaan itu sudah berada di luar kepalamu. Namun, melihat Jake yang begitu antusias untuk memenangkan poinnya membuatmu mengurungkan niatmu. Dan benar saja, selang beberapa detik kemudian, Jake mengangkat tangannya dan menjawab pertanyaan itu dengan benar. Diam-diam kamu tersenyum tipis kearahnya saat mendengar sorakan bahagia karena dirinya yang berhasil mendapatkan poinnya.
"ASIK ABIS INI MAKAN-MAKAN!"
Teriakan Jake mengundang gelak tawa seluruh teman-temannya dan juga Pak Ham. Sedangkan kamu hanya menggeleng pelan kearahnya dan memasukkan buku fisikamu ke dalam tas saat Pak Ham sudah pamit keluar untuk mengajar kelas lain.
.
.Kamu membuka ponselmu dan menghubungi Paman Ahn karena akan sedikit telat untuk sampai di cafenya. Untung saja, Paman Ahn mengizinkannya mengingat cuaca tidak mendukung. Hujan turun lumayan deras sedangkan dirimu masih di sekolah.
Partime.
Itulah alasanmu untuk menghubungi Paman Ahn.
Terhitung ada lima tempatmu bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga Sunwoo. Di pagi hari kamu harus mengantar susu keliling milik Bibi Yoon. Di hari Senin dan Jumat kamu menjadi pelayan di toserba milik Paman Seo. Di hari Selasa dan juga Rabu kamu bekerja di kedai ayam depan sekolah. Hari Sabtu kamu bekerja sebagai pelayan kedai makan milik Kak Kim. Dan hari Kamis kamu bekerja di cafe Paman Ahn. Dan, diakhir pekan adalah waktu kamu beristirahat atau menghabiskan waktu dengan belajar, atau juga bermain bersama Sunwoo.
Netramu menangkap Jake yang nampak ragu untuk menerobos hujan. Untung saja kamu membawa payung hari ini. Kamu melangkah kearahnya. Semakin mendekat, kamu dapat melihat tubuhnya yang bergetar bahkan hampir jatuh jika kamu tidak menggenggam tangannya.
Jake menoleh saat ia merasakan sebuah tangan yang hangat menggenggam tangannya. Jari-jari yang lebih kecil dari jarinya terselip di jari-jari tangannya. Jake menoleh dan mendapati kamu yang tengah tersenyum menatap hujan yang turun dengan tanganmu yang menggenggam gagang payung.
"Ayo ke halte, aku tau kamu dijemput di sana oleh supir pribadimu," ucapmu yang semakin menggenggam erat tangan Jake.
Dibawah guyuran air hujan yang deras, kamu dan juga Jake melangkah dengan satu payung yang sama. Kemudian, duduk bersebelahan di halte sembari menunggu Jake untuk di jemput.
Jake, pemuda itu tidak melepaskan genggamannya pada tanganmu. Bahkan, kini dirinya bersandar pada bahumu dengan tangannya yang bergetar.
Ya, sebesar itu ketakutan Jake terhadap hujan.
"Jake," panggilmu yang kemudian dibalas dengan dehamannya.
"Kamu tau kan, bahwa.. terkadang ada pelangi di setiap hujan selesai?" tanyamu yang dibalas dengan anggukannya.
"Itulah gunanya aku di kehidupanmu," lanjutmu yang kemudian menuntun Jake ke mobil yang kamu tahu itu adalah mobil yang biasa menjemputnya.
Kamu tidak ingin memperjelas ucapanmu. Biar saja Jake memikirkan apa maksud dibalik ucapanmu. Kamu tersenyum saat sang supir melajukan mobilnya. Kemudian, kakimu melangkah menuju cafe Paman Ahn untuk bekerja paruh waktu di sana.
Langit rupanya sudah tidak lagi menangis. Meninggalkan genangan air di bumi yang menjadi tempat tangisnya. Langit tidak lagi mendung, justru kini terdapat pelangi yang melengkung dengan indahnya. Langit tersenyum, seolah menggambarkan perasaan Jake hari ini.