Beberapa bulan sebelumnya
• • •
Byur!
Suara benda berat yang baru saja jatuh ke dalam genangan air terdengar begitu memekakkan telinga. Bukan benda, lebih tepatnya seorang pemuda yang baru saja jatuh ke dalam sungai yang dikatakan lumayan dalam itu. Bukan menceburkan diri, melainkan ada yang sengaja mendorongnya lalu tertawa dan pergi begitu saja.
Sementara itu, seorang perempuan yang sedari tadi memperhatikannya hanya bisa mengepalkan tangannya menahan emosi yang meluap. Bukannya tak berani, mengingat dirinya memiliki sabuk hitam di kegiatan taekwondo nya, melainkan ia mengingat, memang dirinya siapa? Ia hanya seorang anak miskin yang merupakan teman sekelasnya.
Saat melihat orang yang mendorong pemuda itu pergi, perempuan itu langsung melepaskan tas dan juga sepatunya lalu ikut menceburkan dirinya.
Perlukah dikatakan beruntung?
Sepertinya iya, selain jago bela diri, ia juga seorang penyelam yang handal. Tanpa memerlukan alat bantuan berupa oksigen ataupun kacamata renang, ia menyeburkan dirinya ke dalam sungai yang memiliki kedalaman kurang lebih lima puluh meter itu. Netranya mencari dimana sosok pemuda yang tadi didorong ke dalam sungai itu.
'Jake, dimana kamu?' batinnya bertanya.
Ya, pemuda itu adalah Jake. Pemuda yang merupakan teman sekelasnya dan tepatnya duduk di belakangnya. Pemuda ceria yang menjabat sebagai sekertaris kelas. Pemuda yang sepertinya tidak memiliki kata lelah dalam kamus hidupnya.
Kemudian, netranya menangkap tubuh seseorang yang tak bergerak sama sekali dengan tas ransel yang masih berada di punggungnya. Ia pun menggerakkan tubuhnya lebih cepat ke tubuh yang sepertinya sudah tidak sadarkan diri itu. Satu tangannya melingkar di pinggang Jake dan membawanya ke atas permukaan.
Perempuan itu membaringkan tubuh Jake di tepi sungai yang berumput. Tangannya terus menekan dada Jake berharap air yang mungkin tak sengaja masuk ke dalam tubuhnya dapat keluar. Namun, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan air keluar dari mulut Jake.
'Jake, maaf,' batinnya lagi yang kemudian menunduk, memberikan nafas buatan pada pemuda yang tak sadarkan diri itu.
Selang beberapa menit, usaha yang dilakukannya berhasil. Jake terbatuk yang membuat air keluar dari mulutnya. Namun, kedua mata itu tak kunjung terbuka. Ia langsung berlari untuk mengambil tas dan juga sepatunya.
Masa bodoh dengan alas kakinya, ia memilih untuk memasukkan sepatunya ke dalam tas dan kembali berlari ke arah Jake.
Perempuan itu membawa tubuh Jake di punggungnya. Kakinya berlari membawa Jake ke rumah sakit terdekat. Tidak peduli dengan duri ataupun batu kerikil yang menusuk telapak kakinya, karena yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Jake.
Saat netranya menangkap taksi yang tak jauh dari hadapannya, tangannya melambai dan membuat taksi itu mendekat ke arahnya. Untung saja hari ini hujan cukup deras, jadi dirinya tidak menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar.
"Pak, ke rumah sakit terdekat, ya. Tolong cepat," pintanya saat ia melihat bahu kanannya terdapat bercak darah yang juga keluar dari hidung Jake.
Supir taksi hanya mengangguk kemudian melajukan taksinya dengan kecepatan diatas rata-rata. Perempuan itu membuka salah satu resleting tasnya, kemudian ia mengambil uang yang merupakan gaji pertamanya hasil dari kerja paruh waktu di kedai ayam depan sekolah. Selang beberapa menit, taksi yang ia tumpangi sudah sampai di depan rumah sakit.