Sorry for typo(s)
Setiap orang memiliki kekurangan.
Setiap orang memiliki kelebihan.
Setiap orang itu unik.
Mereka masih sama, hanya saja cara hidupnya yang berbeda.
Menerima diri sendiri adalah cara yang terbaik untuk hidup lebih nyaman dan tenang. Namun, nyatanya masih ada yang belum bisa melakukannya.
Ketika seseorang mengatakan, jangan iri pada kehidupan orang lain!
Akan tetapi, otak yang imaginatif akan membayangkan bagaimana jika kehidupan kita baik seperti mereka?
Setelah kita terlahir di dunia dan mendapatkan apa yang seharusnya kita miliki, tetapi tak puas. Bukan terlambat meminta, tetapi diharuskan sabar untuk menunggu.
Ya, sabar dan menunggu.
Suasana begitu hening, angin sepoi-sepoi menyentuh lembut wajahnya membuat bibir itu mengukir senyuman. Jemarinya bergerak menyentuh rumput yang basah karena embun di pagi hari. Maniknya terpejam menikmati udara segar ini.
"Aduh!" tubuhnya tersentak kala merasakan sebuah benda yang masuk ke telinganya dan maniknya terbuka kemudian.
"Jaemin! Aku cari ke mana-mana, tahunya di sini!" gerutu anak di depannya.
Omelan tersebut membuat Jaemin tertawa kecil, menyentuh jemari yang mencengkeram lengannya, "Maaf Haechan, di sini terlalu menyenangkan untuk sendiri," ujar anak itu.
Kali ini terdengar suara anak-anak kecil yang tertawa, beberapa remaja juga menyanyi dengan iringan gitar. Sangat menyenangkan untuk didengar.
"Ibu sedang memasak di rumah, ayo pulang," ajak pemuda bernama Haechan tersebut, "Di mana tongkatmu?"
Tangan Jaemin terulur dan meraba sisi kanannya untuk mencari tongkat yang selalu menemani saat dia berjalan. Bibirnya mengulas senyum kala mendapatkan benda itu, dengan dibantu Haechan untuk berdiri kemudian mereka berjalan.
Taman perumahan memang menjadi tempat favorit bagi Jaemin sembari menunggu kepulangan Haechan dari sekolah. Mereka akan pulang bersama setelah itu.
"Hati-hati," kata Haechan sembari membantu Jaemin untuk naik ke boncengan sepedanya. Anak itu membantu melipat tongkatnya, "Pegangan!"
Senyum Jaemin terukir sembari melingkarkan tangan pada perut sang kakak.
"Siap?"
"Siap!"
Keduanya tertawa bersama, dirasa laju sepeda sudah bergerak. Jaemin memeluk erat tubuh pemuda di depannya. Walaupun semua gelap, tetapi hatinya seperti berwarna. Terima kasih untuk Haechan yang sudah hadir dalam hidupnya, walaupun ia belum tahu wujud matahari itu.
"Haechan," panggilnya yang hanya dibalas dengan gumaman, "Kau tidak malu?"
"Untuk apa malu?"
"Menggunakan sepeda perempuan seperti ini, supaya kau bisa memboncengku dan meletakkan barang di atas ranjang."
Dengkusan kecil terdengar di sana, "Malu? Orang aku memakai baju dan celana. Beli sepeda ini juga dari tabunganku sendiri," jawabnya dengan percaya diri, "Malu itu kalau kita melakukan kesalahan pada orang lain dan masih bisa tersenyum di atas kesedihan mereka."
Pelukan Jaemin semakin erat di sana dengan bibir tersenyum, walaupun alat dengar dan tongkat yang membantunya menggunakan mata dan telinga tetapi ia masih memiliki Ibu dan Haechan untuk menuntun dirinya menjalani kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gacaliye✓
FanfictionSetiap orang memiliki kekurangan. Setiap orang memiliki kelebihan. Setiap orang itu unik. Mereka masih sama, hanya saja cara hidupnya yang berbeda. ©piyelur, Juli 2020.