8

1K 155 4
                                    

Tak ada satupun diantara mereka yang berbicara, Sakura masih menangis meraung-raung di pundak Sasuke, sementara lelaki itu hanya diam sambil sesekali menyesap rokok, tak berniat memberi kata-kata penyemangat. Hingga waktu terus berlalu, Sakura merasa lehernya pegal dan memilih untuk memisahkan diri, kesedihan yang ia rasakan hari ini, bagaikan puncak dari semua penderitaannya.

"Sudah?" tanya lelaki itu dengan nada suara yang membuat kesal, seolah Sakura menangis hanya gara-gara tak di belikan permen.

"Belum, masih banyak." Sakura memilih untuk menatap langit saja kali ini, sebenarnya dia masih ingin menangis tapi tenggorokan dan matanya sudah terasa sakit.

"Waktu itu kau pernah bertanya padaku 'kan tentang takdir?" Sasuke mengangguk saja saat mata hijau itu terpaku padanya meminta jawaban.

"Kalau terus-terusan tak adil, lebih baik pergi saja, tapi ternyata aku tak bisa untuk melakukan itu," Sakura menghela napas, entah mengapa dia ingin mencurahkan semuanya, semua titik yang selalu ia simpan sendiri, karena selama ini dia selalu berlari dan mengubur semua itu di dalam ulu hatinya, tak membiarkan satu orang pun tau, tapi lihat sekarang? sejak tadi bahkan, dia menceritakan semuanya pada Sasuke, entah mengapa, atau mungkin karena dia sendiri pun sudah tak tahan lagi, atau bisa dibilang Sasuke bukan teman dekat atau pacarnya, jadi perempuan itu yakin, kalau pun Sasuke pergi karena tau fakta yang sebenarnya, Sakura tak akan kesepian, dia tak akan merasa ditinggalkan.

"Kenapa?"

"Karena aku tak memiliki ayah, seorang pelacur berhubungan dengan siapa saja, jadi aku tak tau, kemana aku harus pergi," dulu harapannya adalah sang ayah, dulu saat ia merasa bersalah karena sudah membuat Shisui menderita, yang terpikirkan olehnya adalah sang ayah yang masih hidup, tapi sekarang tidak lagi, mimpi-mimpi itu terasa semakin jauh. "Ah bahkan aku pernah kabur dari rumah, tapi malah hampir di lecehkan oleh lelaki hidung belang, ternyata aku akan terus hidup lalu menyusahkan kakakku yang malah sudah menderita sejak awal,"

"Kak Shisui bahkan tak memiliki kekasih, harus bekerja keras untuk hidupku, terus memperhatikanku, padahal aku ini adalah anak seorang yang sudah menghancurkan hidup dia dan-----" belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, suara baritone Sasuke berhasil membuat dia terdiam.

"Pemikiran yang bodoh, kau terus tersiksa karena dirimu sendiri, padahal dia tulus menyayangimu tanpa melihat kau yang berasal dari rahim siapa, dia mungkin tau yang sebenarnya tapi dia terus menganggapmu adik, lalu kau tega ingin pergi meninggalkannya hanya karena kau sekarang mengetahui ibumu adalah pelacur?" Sakura memilih untuk menunduk saja kali ini, tak menyangka respon Sasuke akan demikian, dia pikir lelaki itu hanya akan mendengarkan dan terus diam sampai akhir, tapi ternyata malah membuat perasaannya semakin terluka tapi ....tapi lelaki itu tak salah, ucapannya sangat benar. dulu pernah terlintas sekilas dalam benaknya untuk menerima keadaan. tapi saat melihat Shisui yang terus berjuang untuk dia yang bahkan bukan siapa-siapa, rasanya menyedihkan.

"Aku mengerti jalan pikiranmu, tapi kau masih memiliki pilihan, pikirkan baik-baik," tanpa sengaja Sakura melihat wajah tampan Sasuke yang masih terlihat bagus saja walaupun sedang gelap, diam-diam perempuan itu memperhatikan gerakan bibir dan juga jakun Sasuke yang bergerak seiring dia berbicara, tak begitu besar, tapi terlihat cocok dengan dia. Hei, sekarang bukan waktunya memperhatikan lelaki itu, ingat dia mengucapkan kata-kata menyakitkan barusan.

"Hm," napasnya terasa berat, rasa pusing pun mendadak muncul, mungkin karena efek menangis yang terlalu berlebihan dan mungkin karena merokok juga, entahlah.

"Kau jadi banyak bicara Sasuke dan tentu selalu menyakitkan untuk di dengar," Sakura sudah tak berniat membakar rokok lagi, kini bayangan-bayangan tentang kakaknya malah terus menghantui, tentang sosok yang selalu menyempatkan datang di rapat sekolah, selalu dengan semangat membara mengambil hasil belajarnya walaupun mungkin kakaknya tau nilai Sakura tak begitu bagus, dan menjadi anak muda satu-satunya diantara para orang tua murid, beberapa temannya pun menjadi fans dadakan, mereka menganggap kalau Sakura tak pantas menjadi adik orang yang tampan, dia tau itu hanya lelucon, tapi terkadang kepikiran juga. dari segi apapun dia memang tak pantas, teman-temannya itu benar.

DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang