6. Siapakah Dia

4 1 0
                                    

Hari itu setelah istirahat pertama ada pengumuman yang menggemparkan seluruh anggota sekolah khususnya para siswa, sekolah pulang lebih awal yaitu pukul 10. Wow tidak ada yang tidak bersorak, ada yang sampai berlompatan. Aku yakin kamu semua juga akan bahagia kalau sekolah pulang pagi. Semuanya menyusun rencana dadakan.

"Dho, kamu ada acara ndak?" tanya Dedy sambil tertawa.

"Rencana sih kumpul sama anak anak vespa," jawabku enteng. "Memang kenapa?"

"Ya udah kalau gitu, kami berlima rencananya dolan ke rumahmu," kata Roni.

"Waduh maaf ya teman teman, sekali lagi mohon maaf saya ndak bisa," kataku.

"Ok ndak papa, mungkin lain waktu saja," sahut Ahmad.

"Ok, siap," kataku.

Sudah berkali kali para sahabatku ingin pergi ke rumahku tapi selalu kutolak dengan halus. Bukan karena sombong, aku gak enak hati sama keadaan mereka. Aku sengaja merahasiakan alamat rumahku, setiap kali mereka tanya aku hanya menjawab jauh. Seperti hari ini ketika mereka mau main ke rumahku aku beralasan mau nongkrong sama anak scooter.

Dengan senang hati aku menuju tempat parkir sepeda motor. Di parkiran kulihat masih ramai anak anak yang masih nongkrong diatas sepeda motornya masing masing sambil ngobrol. Ada yang bercanda ria, ada yang ngobrol dengan pacarnya. Melihat itu hatiku terasa terganggu, kapan aku punya pacar. Kalau dipikir pikir aku juga gak jelek jelek amat, apa karena vespa ya sampai sekarang aku gak ada yang naksir. Gak papa lah, kalau ada cewek yang benar benar cinta padaku pastinya dia tidak akan pernah memandang apa yang aku naiki.

Sesampai di scooter oranyeku aku segera memakai jaket jeansku dan helmku. Ketika akan meletakkan hp di bagasi vespaku, kulihat ada secarik kertas kecil berwarna biru terlipat di bagasi si oranye. Bagasi vespaku memang sudah aus tidak bisa dikunci, jadi siapapun bisa membukanya. Isinya Cuma persediaan olie samping dan kunci kunci untuk jaga jaga kalau macet sewaktu waktu. Penasaran segera kuambil kertas tersebut. Sebelum kubuka aku tolah toleh melihat kanan kiri. Tidak ada seorang pun disekitar vespaku, takut tetanus kali. Dengan perlahan aku membuka lipatan kertas tersebut. Mak deg! Aku kaget membaca tulisan yang ada dikertas tersebut: Hai ganteng! Diakhiri imoticon hati. Kemudian paling bawah ada tulusan lagi: Tertanda Bidadari. Aku bingung dan bertanya tanya dalam hati, siapa ini yang nulis. Kembali aku tolah toleh, tidak ada seorang cewek pun disekitar vespaku. Penasaranku semakin tinggi, aku menunggu semua teman temanku sampai habis di parkiran. Tidak ada seorangpun. Aku menyerah dan kusimpan kertas biru itu ke dalam tas ranselku. Aku menuntun vespa keluar gerbang sekolah. Ah...otakku tidak bisa berhenti berfikir, siapa sebenarnya bidadari itu.

Kuarahkan vespaku ke bengkel Pak Benn sekaligus tempat kami para scooterist nongkrong. Sepanjang perjalanan aku terus melamun memikirkan kertas biru. Berusaha menebak nebak siapa sebenarnya bidadari tersebut. Kalau temanku sekelas kayaknya tidak mungkin. Cewek ceweknya pada cuek sama aku, kalau kelas lain temanku masih terbatas. Tak terasa perjalanku sudah sampai di bengkel. Kulihat para mekanik pada duduk duduk, tidak ada pasien scooter rupanya. Setelah parkir si oranye aku mengampiri mereka.

"Pagi Boss," sapa kang Ivan.

"Pagi semua," jawabku sambil mencari tempat duduk paling pojok.

"Tumben jam segini mampir bengkel, ada masalah dengan vespanya?" tanya kang Ivan.

"Tidak kang, hari ini pulang pagi," jawabku. "Ada yang mau kopi?"

"Kalau itu tidak usah ditawari, Boss," jawab yang lain sambil tertawa.

Kuambil uang 20 ribu dan kukasihkan kang Dul.

"Tolong pesankan kopi Kang, sisanya gorengan ya," kataku.

TANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang