01. Let's Get Out

620 66 5
                                    

" Kak Mark, di mana kau letakkan dompetku semalam? Aku membutuhkannya sekarang!"

Jeno terus menggerakkan tubuh Mark yang tampak tengah tertidur sangat pulas, tanpa mengenakan pakaian bagian atasnya. Mark menggeliat perlahan dan Jeno menunggu pemuda itu terbangun tapi, sayangnya, dia tidak benar-benar terbangun. Pemuda berambut hitam itu seakan mengabaikan gangguan singkat sang kekasih dan kembali meneruskan mimpi indahnya.

Tak kehabisan akal, Jeno menekan hidung Mark hingga pemuda itu tampak megap-megap sebelum akhirnya benar-benar terbangun dari tidur lelapnya. Mark langsung bangkit -duduk- dan mengerucutkan bibir. Jeno sebisa mungkin menahan tawa, ekspresi Mark sangat menggemaskan.

"Aku hanya bertanya, di mana kakak letakkan dompetku? Aku ingin membeli makanan di minimarket terdekat karena di lemari es tak ada bahan makanan sama sekali. Apa kakak tak ingin sarapan?" Jeno berkata cepat.

Mark dengan mata terpejam mengangguk.

"Aku lapar. Sangat lapar" Pemuda itu membuka mata dan seringaian tipis muncul di bibir merah mudanya.

"But, I think, I would rather eat you than eat anything else for this morning"

Dengan gerakan cepat, Mark menarik pinggang Jeno hingga gadis itu terjatuh di atasnya. Jeno memberontak namun, Mark menahannya. Sedikit memaksa, Mark menempelkan bibirnya di bibir gadis itu. Bukan hanya menempelkan, Mark bahkan terlihat seperti singa kelaparan yang tengah melahap buruan yang baru berhasil di dapatkannya setelah lebih dari seminggu mengintai. Beruntungnya, Jeno tampak pasrah.

Puas dengan bibir Jeno, Mark akhirnya melepaskan pagutannya. Seringai masih muncul di bibir pemuda tampan tersebut.

"Aku sudah sangat kenyang, babe. Terima kasih atas sarapannya. Sekarang, izinkan aku kembali ke dunia mimpiku"

Mark baru hendak melemparkan kepalanya ke bantal namun, Jeno sudah bergerak cepat menarik bantal tersebut sehingga, kepala Mark berhadapan langsung dengan kasur. Mark memutar bola matanya sebelum bangkit kembali. Mata bulatnya memicing tajam.

"Sialan, babe! Kembalikan bantal itu dan berikan aku waktu untuk meneruskan tidurku. Apa kau tak tahu seberapa lelahnya aku sejak semalam?" Suara pemuda itu meninggi.

Jeno mengernyit.

"Kakak lelah? Begitupun aku! Lagipula, semalam kakak hanya menunggu di depan pintu gerbang rumah orangtuaku. Sedangkan, aku? Aku harus mempersiapkan segalanya. Aku mengendap-endap seperti maling, aku naik ke atas gerbang dan..."

"Kau terjatuh, tepat di atas tubuhku. Satu hal yang harus kau tahu, punggungku terasa sangat sakit sekarang. Aku butuh istirahat. Beri aku waktu untuk memulihkan kondisi tubuhku" Mark meraih paksa bantal yang semula dipegang Jeno.

Jeno mengerucutkan bibir saat kekasihnya itu kembali melanjutkan tidur lelapnya.

"Kak Mark, aku lapar! Bantu mencarikan dompetku dulu, baru kau bisa tidur lagi!" Jeno kembali mendesak Mark untuk bangun namun, sayangnya, bukan Mark jika dia bisa lepas dari ranjang tidurnya dalam waktu yang singkat.

Berulang kali mencoba membangunkan Mark namun, gagal, akhirnya Jeno memutuskan untuk mencari dompetnya sendiri. Jeno yakin, dia meletakkan dompet itu di dalam tas tapi, tadi, saat dia mencari, dompet itu tak ada di manapun. Jeno berkeliling ruangan, terus mencari dompet itu hingga akhirnya, dompet itu ditemukannya. Tepat berada di kolong tempat tidur. Entah bagaimana dompet itu bisa berada di sana.

Jeno meraih jaket hoodie Mark yang tergantung di belakang pintu dan mengenakannya dengan cepat sebelum berjalan ke luar dari apartment Mark.

Apartment Mark bukanlah apartment yang mewah. Hanya apartment sederhana yang cukup murah dan sedikit menjauh dari keramaian.

Paper Airplane (Discontinue)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang