7. Mengulang Topik

7.2K 920 32
                                    

"Serius. Seminggu setelah kamu mutusin balik ke Surabaya dia hampir tiap hari datang ke kontrakan. Tapi sama Satpam nggak dibolehin masuk, karena udah aku wanti-wanti sebelumnya."

Hubungan Ana dengan orang yang menjadi satu-satunya keluarga di Ibu Kota benar-benar buruk. Setelah dicampakkan oleh kekasihnya sendiri, Ana masih harus menerima penderitaan yang jauh lebih kejam. Tante Dwi marah saat Ana baru kembali ke rumah setelah dua hari sengaja mengurung diri di kediaman Karina.

"Beberapa kali dia berhasil nahan aku di kampus. Dia emang kelihatan kacau banget sih waktu itu. Hampir aja bikin aku prihatin ngelihat rambut sama brewoknya, kayaknya dia nggak sempat bercukur. Biasanya penampilan selalu nomor satu buat dia. Tapi poinnya bukan itu, An. Dia sudah bikin kesalahan fatal dengan memintamu gugurin kandungan."

Ana tidak akan pernah lupa akan hal itu. Di mana ia harus kehilangan sosok pelindung yang selalu mengiringinya suka dan duka. Manusia yang selama ini dianggap malaikat justru tega mendorongnya ke jurang kehancuran paling menyakitkan.

"Yuda juga sempat bilang ke aku pas dia nyariin kamu ke rumah tante Dwi. Bukannya nemuin kamu tapi malah kena damprat, dan nggak cuma sekali. Dia ngira kamu bakal balik lagi ke rumah tante Dwi. Katanya kamu nggak punya tempat tujuan. Heh, dasar laki-laki! Yuda nggak pernah sadar kesalahan sebesar apa yang sudah diperbuat."

Tidak salah bila Yuda berpikir demikian, karena benar faktanya selama tiga tahun berhubungan dekat, Ana terlalu bergantung pada lelaki itu. Demi Tuhan, hampir tidak ada cela di diri seorang Yuda. Selain fisiknya yang menjadi nilai plus tapi Yuda juga tipikal lelaki hangat, penuh perhatian,  memiliki tindak tanduk dan tata krama ketimuran yang kental.

Setelah tiga tahun di Surabaya dengan tekanan hidup yang berat dan finansial pas-pas an, serta perut yang semakin membesar dari hari ke hari, membuat Ana nyaris menyerah. Dorongan untuk mengakhiri hidup sering muncul. Kesehatan mental Ana benar-benar diuji. Beruntung ada Karina yang saat itu baru menyelesaikan pendidikan S1 dan memutuskan kembali ke kampung halaman. Kesulitan yang dihadapi Ana sedikit berkurang. Keluarga besar Karina terutama kedua orang tuanya menerima Ana dengan tangan terbuka, bahkan Ibu sahabatnya ini ikut andil mengasuh Arjuna.

"Aku kenal Yuda, sebaik aku kenal kamu. Kalian sama-sama orang baik yang bikin aku nyaman berteman sama kalian. Yuda yang aku kenal, aku yakin dia nggak seburuk itu. Aku bahkan pernah ada di posisi sangat bersyukur karena kamu bersama Yuda, hidup kamu nggak sebatang kara lagi, terlebih saat Tante Dwi terus menekanmu, cuma Yuda satu-satu orang yang selalu ada buat kamu. Hanya saja mungkin saat itu dia terlalu emosi, disuruh milih antara kamu dan permintaan Papanya jelas susah, An. Tahu sendiri didikan Papanya seperti apa, Yuda juga sering curhat kalau Papanya orangnya keras. Saat itu kalian masih terlalu muda. Emosi anak muda cenderung nggak stabil. Tapi mengingat bagaimana effort dia selama ini sama kamu, benar-benar sulit dipercaya."

Karin benar, dan Yuda juga bukan tipikal laki-laki mesum yang nafsuan. Ana bersumpah selama berpacaran dengan Yuda hampir tiga tahun lamanya baru dua kali laki-laki itu menciumnya di bibir. Paling banter di kening atau pipi. Bisa dipastikan mereka memiliki hubungan yang sehat. Gaya berpacaran mereka pun selalu positif, bukan ke arah yang menjerumuskan keduanya. Satu sama lain sama-sama menjadi support sistem dalam banyak hal. Urusan pribadi, pendidikan bahkan karir. Mereka hanya sekali khilaf karena didukung oleh suasa. Dan peristiwa satu malam itulah yang berujung malapetaka.

"Aku yakin banget kalau selama ini pasti Yuda mati-matian nyariin kamu. Dan seharusnya, dengan posisi dia sekarang nggak akan sulit buat nemuin kamu kan? Seharusnya sih. Tapi nyatanya, Tuhan baru pertemukan kalian setelah lima belas tahun berlalu. Dari situ saja aku udah bisa nyimpulin kalau Tuhan benar-benar marah. Nggak hanya ke Yuda, tapi ke kalian sekaligus."

Baiklah, lagi-lagi Karina benar. Semua kesulitan yang hidupnya jalani merupakan ganjaran yang harus dia terima karena telah berbuat dosa. Memang lebih mudah menimpakan semua kesalahan pada orang lain, tapi hatinya tidak pernah benar-benar lega setelahnya.

"Arjuna itu lebih dewasa dari umurnya. Sudah, jangan terlalu dipikirin. Aku yakin Arjuna bisa mengatasinya. Cepat atau lambat Yuda pasti bakalan tahu keberadaannya. Ya, mungkin akan ada sedikit drama, terlebih sekarang ada Kamila. Tapi mau gimana lagi, ini hidup, harus dihadapi toh?"

"Termasuk harus berurusan sama Bu Anita." Astaga, perut Ana mulas seketika. Dia tidak pernah menduga akan bersinggungan langsung dengan keluarga inti Yuda, yakni Ibu Anita yang selama ini menjadi pelanggan setia butiknya. Pantas saja Ana merasa familer, seperti pernah melihat wanita yang cantiknya paripurna itu, meski sudah berumur.

"Ya ampun, An. Bisa kebetulan gitu ya."

"Bu Anita lumayan sering ngelihat Juna. Kebetulan pas orangnya datang Arjuna lagi di sini. Jadi nggak bisa ngebedain antara kebetulan atau memang sudah takdir. Orangnya pakai bilang-bilang mirip sama anaknya pula. Awalnya nggak terlalu aku hiraukan. Biasa gitu ibu-ibu suka banding-bandingin. Tapi setelah intensitas pertemuannya sama Arjuna semakin banyak dan yang dibahas sama aja, lama-lama bikin aku penasaran juga."

"Itulah yang jadi masalah. Coba saja Arjuna mewarisi fisik emaknya, kamu masih bisa ngeles ke mereka kalau Arjuna itu anaknya Satriya."

Ana melotot kesal pada perempuan yang kini tengah terpingkal-pingkal di depannya. Kebiasaan Karin selalu memasukkan candaan ke dalam topik serius.

"Kenapa?" todong Karina polos. "Aku nggak salah dong. Selama ini Satriya yang selalu ada di samping Juna. Mereka kalau lagi jalan bareng vibesnya udah kayak bapak sama anak tahu."

Ana mengibas. "Mending pesan makanan sana deh. Laper banget." Dan rupanya setelah bertarung dengan masa lalu membuat perutnya jadi gampang lapar.

Bidadari Tak Bersayap (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang