Part 2

8 1 0
                                    

RASA APAKAH INI?

Setelah membersihkan kamar, aku beranjak menuju kamar mandi dan bersiap untuk segera melaksanakan shalat maghrib. Ku amati sudut demi sudut di setiap ruangan rumah, belum begitu banyak perubahan. Masih sama seperi belasan tahun yang lalu. Bahkan beberapa coretan di dinding ruang keluarga, karyaku ketika seumuran Talita dulu, masih saja melekat dengan beberapa warna crayon kesukaanku di sana.

"Allahu Akbar,  Allahu Akbar…"

Kumandang azan mulai mengalun, mengalir masuk ke daun telinga. Ku lihat Abi mulai menapakkan kaki keluar rumah, berjalan menuju masjid. Ummi, dengan mukena putih bersih yang menutup habis tubuhnya melangkah menuju lemari untuk menaruh Al-Quran yang sedari tadi ia pegang. Talita yang sedang memakai mukena motif stroberi kesayangannya. Sungguh pemandangan yang sangat menyejukkan. Aku di anugrahi keluarga kecil nan harmonis yang membuatku selalu nyaman ketika berada di antara mereka.

Aku, Ummi dan Talita segera melaksanakan shalat maghrib berjamaah yang diimami oleh Ummi. Lalu kami melanjutkan untuk membaca Al-Quran bersama-sama di ruang keluarga sampai tiba waktu shalat isya'. Selepas itu, Ummi pun mengajak kami untuk segera makan malam bersama.

"MasyaAllah, ini Ummi masak sendiri?" Tanyaku takjub melihat makanan yang sudah tersaji di atas meja makan.

Aku langsung menduduki salah satu dari empat buah kursi yang sudah tersusun rapi mengelilingi meja makan yang berdiri sepanjang hari di dapur ini. Ummi benar-benar pintar mengatur dapur sehingga semuanya terlihat teratata dan berada pada posisinya, baik itu piring, gelas, sendok, garpu, dan aneka peralatan dapur lainnya. Ditambah sajian berupa rendang daging, ayam semur, ayam goreng, sayur lodeh, lalapan dan sambal tomat kesukaanku, serta beragam pencuci mulut dari berbagai macam buah juga sudah memenuhi meja makan pada malam ini.

"Ini rendangnya enak lho, Nak. Ummi bikin sendiri tadi habis shalat subuh. Kamu cobain ya." Ucap Ummi sambil menghidangkan daging rendang masakannya ke atas piring ku.

"Nada bisa ambil sendiri kok. Ummi duduk saja dan segera makan ya. Ummi selalu saja seperti ini, makanlah dengan tenang bersama kami, Ummi.”

“Sudah menjadi kebiasaan seorang ibu, Nak. Ummi akan memastikan suami dan anak-anak Ummi terlebih dahulu, sebelum Ummi bisa makan dengan tenang.”

"Ummi, Talita mau ayam goreng." Rintih Talita dengan manjanya yang membuat senyum Abi mengembang.

"Sini, Abi ambilkan, Nak." Kata Abi seraya mengambil sepotong ayam goreng, lalu menaruhnya di atas piring Talita.

Sudah lama sekali aku tidak makan bersama keluargaku seperti sekarang ini. Semenjak aku duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah hingga lulus Madrasah Aliyah sekarang, aku hanya beberapa kali pulang ke rumah ketika ada waktu perpulangan dari pondok. Memang benar, bumbu yang membuat masakan terasa lebih nikmat adalah rasa lapar. Namun, bahan utama yang membuat masakan itu jauh terasa lebih nikmat tidak lain adalah ketika menikmati makanan itu bersama orang-orang tersayang.

"Nak, kamu sudah mendengar berita mengenai Nak Adam?” Tanya Abi membuka pembicaraan yang sebelumnya begitu sunyi.

"Sudah, Bi. Tapi, bagaimana bisa Abi kepikiran dengan hal ini? Nada saja tidak pernah memikirkan seorang lelaki mana pun selama ini.”

“Itu cuma rencana kami, Nak. Saling kenalan dulu nggak masalah, kan?”

“Iya, Bi, Tapi Nada belum siap jika harus menjalani hubungan yang lebih serius seperti ini.”

“Tawaran Ustadz Alfish bagaimana? Kamu ada niat untuk menerimanya?”

“Entahlah, Mi. Sebenarnya Nada pengen…”

Berteduh di Bawah Cahaya (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang