Seseorang pernah berkata padaku, "Hidup itu butuh percikan agar api bisa di nyalakan. Tidak apa berapa banyak atau sedikit percikannya, karena kita tidak tau kapan api itu menghangatkan atau malah membakar kita."
Written by : Ty
Berlin - Jerman(Ruang Tunggu Kejuaraan Catur Internasional)
"Za, kamu butuh sesuatu?" belum lima detik melontarkan pertanyaan, wanita bernama Mery itu dengan cepat mengeluarkan sebotol air mineral. "Minumlah agar tetap fokus."
"Tidak," tolak lawan bicara Mery dengan tangan terangkat dan mendorong pelan botol mineral di depannya.
"Bagaimana dengan permen? Untuk menghilangkan rasa gugup."
Setengah tertawa, pemilik nama lengkap Queenza Aresya, pemegang gelar juara tahun sebelumnya itu akhirnya mengalah dan mengambil permen tersebut. Lucu rasanya melihat pendampingnya yang malah gugup sementara dia biasa saja.
"Kita sudah pernah melalui ini tahun lalu, dan aku menang. Tenang saja, aku akan menang lagi, jadi jangan terlalu khawatir."
Mendengar sahutan Queenza, Mery tertawa pelan. "Wah, aku selalu berpura-pura tidak menyadarinya, tapi kurasa kamu memang selalu menang karena rasa percaya diri itu."
Queenza mengalihkan pandangannya seraya menghela nafas, "Bukan berarti aku tidak gugup, aku hanya menutupinya dengan rasa percaya diri," gumamnya pelan seraya mengambil hp. "Setelah ini kita langsung pulang kan?"
Tawa Mery terhenti. Setelah hampir 2 tahun menemani Queenza, rasanya dia masih belum terbiasa dengan kebiasaan anak itu yang ingin segera pulang tanpa beristirahat dahulu. Semahal apapun tiketnya, Queenza terlihat tidak peduli. Yah, mengingat semua uang yang diperoleh dari lomba dan latar belakang keluarganya, uang memang tidak akan menjadi masalah. Tapi, apa anak itu tidak kelelahan?
Lagipula, setahu Mery tidak ada alasan khusus dalam kehidupan pribadi Queenza yang membuatnya harus cepat-cepat kembali. Mengingat hubungan keluarga besar Aresya yang rumit, Queenza bukanlah tipikal anak yang mau menyeret orang lain untuk menemaninya dalam kerumitan itu.
"Tiketnya sudah kupesan."
Sejenak Queenza tersenyum, "Kamu bisa tinggal jika ingin jalan-jalan, aku bisa pulang sendiri." Ujarnya.
"Ya, aku akan menyusul besok."
Tok-Tok
"Excuse me, Madam. Break time is over. Please get ready soon."
"Ah, yes. Thank you. We will immediately go to the main room."
"Za, finalnya akan segera di mulai. Ayo bersiap-siap," kata Mery begitu selesai berbicara dengan salah satu staf lomba.
Dia segera merapikan barang-barang mereka dan memperbaiki sedikit tataan rambut serta riasan wajah Queenza. Queenza yang tiba-tiba diam, tidak membuat Mery merasakan kejanggalan apapun. Anak itu memang cenderung pendiam, dan Mery sudah terbiasa akan sifat itu.
"Kamu bisa terlihat gugup juga ternyata," canda Mery santai.
Beberapa menit sesudahnya, Mery segera menyesali detail kecil yang dia lewatkan dari gelagat seorang Queenza. Detail yang seharusnya menjadi peringatan utama bagi pendamping yang sudah lama sepertinya, bahwa Queenza ;
.. tidak pernah memperlihatkan kegugupannya kepada siapapun ..
***
International Hot News ; "Queenza Aresya mengundurkan diri dari Kejuaraan Catur Internasional"
National Hot News ; "Murid SMA Nasional di temukan tak bernyawa di gudang sekolah; di duga bunuh diri"
***
Jakarta - Indonesia
(Dua hari setelah Kejuaraan Catur Internasional)
SMA Nasional
"Eh, udah tau belum? Katanya karna narkoba."
"Dia kan memang anak nakal. Udah pasti narkoba."
"Emang jarang masuk kan anaknya?"
"Katanya di tkp ada obat-obatan terlarang sama miras."
"Itu dia kan, yang anaknya selalu di panggil guru bk tiap masuk?"
"Gue pernah denger, katanya anaknya suka balap liar."
"Katanya...."
"Gue denger...."
"Dia itu...."
Gadis yang mengenakan masker dengan hoodie oversize polos berwarna hitam, berdiri di depan mading sekolah. Sejenak dia memejamkan mata ketika mendengar asumsi tak berdasar dari semua murid yang berada di sekitar mading.
Bukannya mendoakan, mereka malah menilai, berasumsi dan akhirnya menghina.
Semua yang datang untuk melihat berita di mading sekolah hanya menginginkan topik untuk dijadikan bahan cerita.
Ini yang dinamakan terdidik? Miris.
Baiklah, akan kuberi kalian topik untuk di bahas.
Dia membuka masker dan hoodienya lalu berjalan santai di sepanjang koridor sekolah.
Sejenak dia menatap baliho yang baru di pasang di pinggir lapangan.
SMA Nasional
"Mengenang kepergian Reiner Rerora."Seseorang pernah berkata padaku, 'Hidup itu butuh percikan agar api bisa di nyalakan. Tidak apa berapa banyak atau sedikit percikannya, karena kita tidak tau kapan api itu menghangatkan atau malah membakar kita.'
"Rein, dari sekian banyak api yang bisa dinyalakan, bukannya menghangatkan atau menerangi, kenapa harus membakar habis? Memangnya kamu nggak tau kalau luka bakar itu hampir mustahil untuk dihilangkan?"
Gadis itu tersenyum tipis.
Dia memilih mengabaikan semua jenis tatapan yang ditujukan padanya, serta semua bisikkan yang mengiringi langkahnya.
Sejauh yang bisa dijangkau indera pendengarannya, sudah tidak ada percakapan tentang sosok Reiner Rerora, melainkan tentang Queenza Aresya yang menghancurkan karir dengan meninggalkan kejuaraan.
Iya.. hanya ini yang bisa kulakukan untukmu, karena aku lebih kuat darimu dalam hal bertahan hidup.. beristirahatlah rein. Aku akan mengambil semua rasa penasaran orang-orang, agar tak ada yang bisa mengganggu istirahatmu.
"Eh, itu kan...."
"Wah, serius dia masuk sekolah sekarang?"
"Gila ya...."
'Pernahkah kamu kehilangan dan tidak tau alasan mengapa harus kehilangan? Bukankah sangat tidak adil Tuhan mengambil hal berharga dari kita, dan tidak memberi kita kesempatan untuk tau alasan dibalik ketidakadilan itu?'
National Hot News ; "Keberadaan Aresya setelah meninggalkan Kejuaraan Internasional; tiba di Indonesia dan bersekolah seperti biasa?"
***
TBC
See you in the next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction'Bukankah sangat tidak adil Tuhan mengambil hal berharga dari kita, dan tidak memberi kita kesempatan untuk tau alasan dibalik ketidakadilan itu?' Queenza, gadis yang selalu memposisikan emosi dibawah segalanya. Untuk pertama kali dalam hidupnya emo...