Liang memakai seragam sekolah nya asal-asalan. Penampilannya terlihat kacau dengan seragam yang keluar, sepatu berwarna warni, dan rambut acak-acakan.
“Makin ganteng aja gue nih.. pasti banyak cewek-cewek yang bakalan ngantri.” Liang membayangkan dirinya menjadi pusat perhatian saat masuk kelas dan banyak gadis-gadis cantik berebutan ingin duduk di sebelahnya. Hayalan indahnya terputus saat Diana menggedor pintu menyuruh kakaknya segera sarapan.“Lama banget sih kak. Lo ngapain di dalam hah?!” Diana kembali menggedor pintu. Liang menyambar tas nya yang kosong dan membuka pintu. Di sana adiknya memasang wajah masam.
“Kebiasaan lo kenapa ga berubah sih? Lu pikir lu bakalan keliatan ganteng dan banyak cewek yang naksir gitu? Sadar diri lah kak. Kalau lo ganteng, sudah dari jaman bahula lo punya cewek. Minimal ada yang nembak lah.”
JLEB
Liang meringis. Perkataan Diana tidak pernah salah.
“Ya..ya.. bawel amat sih. Buruan sana ke sekolah. Supir pasti dah nungguin tuh. Eh jangan lupa duit jajan di hemat. Kudu harus ada kembalian pulang sekolah nanti buat di tabung.”
Diana memeletkan lidah dan berlari kecil menuruni tangga. Liang mendesah. Tangannya merogoh cermin kecil di dalam tasnya.
“Masa iya sih gue sejelek itu.” Liang bergaya di depan cermin kecil yang diambilnya dari gudang kemarin. Tanpa sengaja dia melihat bayangan seorang gadis di belakangnya.
“Lo kenapa belum pergi Yana?” Liang membalikan badan dan tak menemukan siapa-siapa di sana.
“Aneh deh. Jelas-jelas gue liat ada anak cewek di cermin. Apa karena gue kebanyakan halu ya?” Liang bergegas menuruni tangga untuk sarapan di bawah.
Ring..Ring..
Telepon rumah berbunyi membuat Liang yang tengah meminum susu berdecak kesal.
“Hal..”
“Bi.. anak-anak sudah berangkat sekolah belum? Bilang sama mereka kalau pekerjaan di sini masih banyak. Jadi kami pulangnya 3 bulan lagi. Aku sudah transfer uang ke rekening anak-anak. Tolong perhatikan mereka ya bi.”
Telepon langsung terputus.
Liang membisu. Ditutupnya gagang telepon rumah. Liang menarik napas panjang.
“YUHUW GUE BISA KELIARAN DENGAN BEBAS”
Liang berlari mengambil tasnya di kursi dan menyambar kuncinya di atas lemari. Dengan semangat Liang memacu motor sport Honda CB150 Verza nya keluar gerbang.
Leonardo Hengkara. Pemuda 17 tahun itu memakai lulurnya dengan santai di pagi hari sebelum mandi. Kulitnya yang terlihat putih bening dan kenyal itu tertutupi scrub-scrub biru dan putih dari lulur purbasari yang di pakainya. Dengan telaten dia menggosok-gosok tangan dan kakinya hingga bersih. Kemudian dia menghidupkan shower dan mandi dsembari bersenandung. Tubuhnya di penuhi busa putih dari sabun. Setelah selesai, Edo mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan menggunakan hairdryer untuk mengeringkan rambutnya.
Edo tak lupa memakai handbody lalu mengenakan seragamnya dengan sangat rapi. Rambutnya di sisir klimis dan menyemprotkan parfum aroma buah.
“Sweetheart, bagaimana pagimu sayang.”
Edo menghampiri bunda nya yang tengah mengoleskan selai pada roti.“Pagi yang menyenangkan seperti biasa bunda. Aku terlambat semenit pagi ini.” Edo mengambil roti yang diserahkan ibunya.
“Sweetheart, tidak apa jika kamu terlambat atau membuat ulah. Itu wajar sayang di usia mu ini.”
“Tidak apa bunda. Aku lebih nyaman seperti ini.” Edo melahap roti selai nanasnya dengan perlahan.
“Nak, bagaimana perasaanmu? Kau gugup di hari pertama mu sekolah minggu lalu?”
Ayah Edo yang baru bergabung di meja makan bertanya pada putra semata wayangnya.
“Aku hanya sedikit gugup yah. Tapi sudah terbiasa.” Orang tua saling Edo bertatapan.
“Sweetheart,ayahmu ada pekerjaan di di luar kota pagi ini. Tidak akan lama sayang. Hanya sebulan. Dan ibu akan ikut menemaninya di sana.”Edo meminum air nya. Menyisakan setengah gelas.
“Aku akan baik-baik saja. Kalian bisa pergi. Bukankah itu persiapan untuk pekerjaan penting di Jepang nanti? Kalian harus pergi.” Edo mengecup pipi ibunya.
“Aku berangkat.”
“Hati-hati di jalan sayang.”
Jarak rumah Edo dan SMA baru nya tidak terlalu jauh sehingga dia menggunakan sepeda ke sana. Di tengah jalan, Edo hampir terserempet sebuah motor sport yang melaju. Untung saja dia bisa dengan cepat menghindar. Mata Edo menyipit saat melihat perempuan di boncengan motor itu.
“Apa dia tidak khawatir jika pacarnya jatuh kalau dia membawa motor selaju itu?” Gumam Edo.
→_→→_→→_→→_→→_→→_→→_→→_→
“Heh mata lu di pake ga sih?” Bentak Nathan kesal saat seseorang menabraknya keras. Parahnya orang tersebut hanya berdecih tak perduli. Nathan yang dari pagi memiliki mood yang buruk langsung memukul seseorang di depannya. Orang itu bangkit berdiri dan memukul Nathan balik.
“Lu ga liat mata gue di muka?!! Nih..nih!!” Liang, remaja yang menabrak Nathan menunjuk nunjuk wajahnya dengan kesal.
“WOE JANGAN LARI LU!!” Suara melengking khas wanita terdengar dari balik lorong.
“Sialan si mak lampir cepet banget sih!! Eh lo bantu gue ya..” Liang dengan cepat mengoper sepatu biru bergaris putih di tangannya pada Nathan yang bengong. Kemudian remaja itu melarikan diri seiring dengan derap langkah orang yang berlari.
“GOOD LUCK MAN!!” Teriak Liang dari kejauhan sembari tertawa terpingkal-pingkal.
“Wah.. ternyata elu maling sepatu nya.. Beraninya lu ngambil sepatu Zhara.”
Rahmi menonjok wajah pemuda itu tepat di hidungnya dengan keras. Kesabaran Nathan sampai pada batasnya. Dengan kesal di bantingnya sepatu bermerek Nike itu ke tanah dan pergi meninggalkan Rahmi yang kebingungan. Tidak mungkin kan Nathan memukul seorang gadis? Walaupun gadis yang membuatnya tambah kesal itu berpenampilan urakan persis seperti lelaki.
“Eh? Apa gue salah orang? Hm.. cowok maling tadi kan pake kacamata. Etdah!! Salah orang.” Gadis tomboy itu mengacak rambut pendeknya kasar.
“WOE GURU BK DATANG!! KABUR…” Liang berteriak dan langsung menerobos teman temannya lalu duduk dengan manis di kursi miliknya. Seketika kelas menjadi gaduh. Suasana menjadi hening seketika ketika guru yang dirumorkan paling galak di sekolah memasuki kelas dengan mistar panjang di tangannya.
“Liang. Setelah ini ke ruangan BK. Ada siswi melapor kalo kamu berulah lagi dengan mengerjai anak perempuan di kelas 1A. Padahal kamu baru saja memasuki sekolah ini. Dan namamu sudah terkenal di antara siswa siswi lainnya. Mau jadi apa kamu nanti?!”
“Jadi murid lah bu masa jadi kang bakso.” Jawab Liang asal-asalan.
Yani mendekatinya dan menarik telinga pemuda itu.
“Aduh duh ampun bu..Ampun..iya-iya saya akan ke sana nanti..” Liang mengusap telinganya yang terasa panas.
“Kalau kamu melanggar aturan lagi atau membuat keributan, hukuman mu membersihkan gudang sekolah. Mengerti?!”
Liang mengangguk ogah-ogahan. Sungguh dia kesal ketika seorang guru mulai menceramahinya. Wajahnya menghadap keluar jendela dengan bibir komat kamit. Bu Yani mendapati tumpukan sampah yang tidak di buang berceceran di sudut ruangan belakang kelas. Matanya hitamnya berkilat tajam. Yani memukulkan mistar di tangannya ke meja membuat beberapa siswa berjengit kaget. Terpaksa mereka menyiapkan hati dan telinga menerima omelan maut yang sebentar lagi di mulai.
“Kalian mau sekolah di sini atau mau jadi sampah? Orang tua kalian melepas kalian di sekolah ini dengan susah payah dan kalian hanya bermain-main? Kalian semua…” bla..bla..bla… beberapa siswa terkantuk-kantuk mendengar ceramah indah di pagi hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Hunt
Mystery / Thriller"Mereka ada di mana-mana. Samping, atas, bawah, dan belakangmu." "Jangan menakutiku bodoh!" "Stt.. Nanti mereka muncul."