Nathan membuka mata perlahan. Dia merasa sangat sesak. Seperti di timpa sesuatu yang berat.
“Mereka ini!!”
BUAGH
Nathan bersidekap menatap Liang dan Edo yang duduk bersila di atas tempat tidurnya.
“Jadi..”
“Um begini Nath. Semalaman gue sama ni penakut tidur berdua di kamar tamu. Waktu gue mau bangun buang air kecil, tuh cermin ada di antara gue sama Edo. Jadi gue narik Edo keluar.” Nathan membuka laci kecil di sampingnya.
“Terus ini apa?” Nathan menunjukan cermin yang masih terbungkus rapi dengan sapu tangannya. Liang terkejut.
“Be-benaran gue ga bohong bro. Tuh cermin nyata-nyatanya gue liat di samping gue. Suer.” Liang mengangkat dua jarinya dengan wajah meyakinkan.
Edo sendiri tampak terkantuk-kantuk. Hingga lama-lama tubuhnya merosot ke ranjang dan kembali tertidur pulas.
“Gue takut Nath. Lo kan dah biasa liat tuh setan-setan, arwah dan sejenisnya. Jadi kalo mereka nongol lu bisa ingetin kita. Ya?? Boleh kan? Lu kan temen gue..”
Nathan menyerah. Dia memperbolehkan dua orang itu tidur di ranjang. Sementara dia sendiri memilih tidur di sofa.
Pagi telah tiba. Mereka telah siap berangkat pukul lima dini hari untuk mencegah kemacetan.
Bi Nem mempersiapkan bekal.
“Aden ayok turun sarapan.”
Ketiga pemuda yang telah siap dengan barang-barang seperlunya menuruni tangga.
“Hoamh..biasanya gue kalo hari minggu ini tidur sampai siang.” Keluh Liang.
“Mmm. Biasanya aku nanam bunga di kebun belakang.” Sambung Edo.
Ketiganya duduk di meja makan dan sarapan. Nathan yang sedari tadi hanya diam membuka suara saat Edo hendak meminum susu.
“Edo. Tolong bawa barang-barang ke mobil gue.”
“Tunggu ya Nath..” Edo yang mau minum terpaksa menuruti perintah Nathan saat sebuah tatapan menakutkan mengarah padanya.
“Ya..ya..ya..galak banget sih.”
“Eh..lo ga minum susu Nath? Enak lo.” Liang minum susu kesukaanya hingga tandas.
“Gue alergi susu.” Nathan menyeka bibirnya dengan serbet.
“Den..bibi udah siap.”
“Oh iya bi. Bibi tunggu saja di mobil putih punya Nathan. Aku mau ngambil sesuatu di kamar.”
“Baik den.”
Liang menuju kamarnya untuk mengambil kamera canon nya. Sesuatu berdiri di belakangnya membuat Liang dengan cepat berbalik.
“Ah elu Nath. Bikin gue jantungan aja.” Nathan mendekati Liang dan membisikan sesuatu.
“Lo bercanda kan?” Tanya Liang dengan wajah terkejut.
Setelah mengendarai mobil selama berjam-jam, mereka tiba dengan selamat di kota Malang.
Mereka memasuki daerah yang sejuk dan asri. Pemandangan yang indah menyapu mata mereka yang sebelumnya lelah melihat jalanan panas.
“Hua sampai juga.”
Liang tidak menyia-nyiakan kesempatan langsung memotret segala hal yang ditemuinya. Edo yang tidak mau kalah ikut memasang gaya di setiap arahan kamera Liang membuat Liang menjadi kesal. Alhasil mereka kembali membuat keributan. Seperti biasa, Nathan yang merupakan pawang kedua makhluk itu menghentikan pertengkaran hanya dengan sekali pandang.
“Hiy..jangan galak-galak bro. Ntar lu jomblo seumur hidup.” Canda Liang.
“Eh,kamu kan jomblo juga..” Sahut Edo dengan polosnya. Nathan memilih mengabaikan keduanya dan mulai melihat-lihat sekitar.
“Lu juga jomblo cebol!” Liang dengan penuh cinta memukul bahu Edo membuat Edo meringis kesakitan.
“Ayo masuk dulu.” Ajak Bi Nem.
Rumah Bi Nem sederhana namun elegan khas pedesaan. Jarak antar rumah ke rumah yang lain sekitar 50m. Di batasi oleh halaman yang penuh bunga anggrek warna-warni.
Nathan memicingkan mata saat melihat seorang gadis aneh melihat kedatangan mereka. Gadis itu langsung berlari masuk ke rumahnya.
“Oi Nath! Cepetan masuk.”
“Bi. Biar Liang aja yang masak ya..bibi istirahat aja dulu.”
“Ga usah den, biar bibi aja.”
“Ga papa bi. Biar kita saja yang masak.” Kata Nathan.
“Egh.. kalian berdua bisa masak?” Tanya Edo penasaran.
“Ngapain kita nawarin diri kalok ga bisa masak cebol.” Kata Liang ketus.
“Eh, terus aku harus ngapain?”
“Den Edo bantuin bibi belanja sayur ya. Anak bibi pasti lagi main sama temennya di kebun.” Tawar bi Nem.
“Boleh bi. Edo juga ingin jalan-jalan di kampung.”
Edo melihat-lihat beberapa foto yang terpajang.
“Bi, ini siapa?” Edo menunjuk potret seorang pria.
“Oh itu anak sulung bibi. Namanya Agung. Dia biasanya jam segini masih di sawah.” Jawab Bi Nem yang menyiapkan alat masak.
“Wah rajinnya..Eh ayo bi kita pergi. Aku masih lapar. Hehe..” Kata Edo blak-blakan. Nathan dan Liang berbicara lewat isyarat mata.
“Ah bi, Liang nitip keripik singkong yang dulu bibi bawa itu yah.”
“Eh,tapi den jaraknya cukup jauh dari sini. Kalian tidak apa-apa bibi tinggal sendiri?”
“Tidak bi, sekalian kami juga ingin istirahat.”
“Oh iya den Nathan. Kalian istirahat di kamar Agung ya. Anaknya rapi kok.”
“Eh..kalian kok malah tiduran sih.” Protes Edo. Liang memeletkan lidah nya pada Edo dan mengacungkan jempol kebawah membuat Edo mendengus kesal.
“Hoam..iya bi.” Kata Liang. Mereka berdua mengikuti Bi Nem ke kamar.
“Eh bi itu kamar siapa?” Tanya Liang menunjuk kearah pintu merah muda.
“Ah itu kamar Anggi. Kamar itu terkunci sejak Anggi lari dari rumah. Bibi juga tidak mau buka.” Kata Bi Nem dengan raut wajah sedih.
“Ibu? Kok ibu pulang ga ngabarin sih?” Lidya, gadis kecil berambut bob itu berdiri di pintu dapur. Bajunya kotor dengan tanah.
“Lidya. Ini anak majikan Ibu sama teman-temannya.” Lidya menatap tajam Nathan dan Liang. Wajahnya terlihat tidak suka. Gadis itu membuang muka dan pergi.
Buk
“Aduh..”
“Maaf..aku tidak sengaja.” Kata Edo dengan panic. Lidya mengangkat kepala untuk melihat siapa yang telah menabraknya. Jantungnya mendadak berdegup kencang. Semburat merah muda mengihiasi pipinya.
Edo mengulurkan tangan nya namun Lidya tak kunjung bangun.
“Hati-hati Lidya.” tegur Bi Nem membuat Lidya tersadar.
“Eh..gausah. tanganku kotor.” Tolak Lidya halus. Liang berdecih kesal.
“Cih. Lihat gadis itu,tadi menatap kita seperti melihat sampah.” Bisik Liang pada Nathan. Nathan menyikut perutnya keras membuat Liang mengaduh.
"Diamlah. Arwah itu mengikuti Edo." Kata Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Hunt
Mystery / Thriller"Mereka ada di mana-mana. Samping, atas, bawah, dan belakangmu." "Jangan menakutiku bodoh!" "Stt.. Nanti mereka muncul."