Chapter 1|Calon Bojo Mas Jo

135 20 2
                                    


Meri, mengerucutkan bibirnya, sebal. Sejak tadi dia diabaikan oleh sahabatnya, Jenita. Mereka saat ini ada di toko batik terbeken se Malioboro, toko Batik Keraton. Niatnya tentu saja membeli batik, tapi saat melihat pemilik tokonya, mata Jejen, nama panggilan Jenita berahli fokus. Dia lebih memilih menghampiri si pemilik toko, dibandingkan memilih batik untuknya. Dan meninggalkan Meri di stan batik tulis sendiri. Meri merasa seperti orang cengok. Tidak tahu harus bagaimana. Sumpah! Dia buta banget soal batik-batik gini.

Meri tentu saja sebal maksimal. Dia mengajak Jejen ke sini, untuk membantunya memilih batik sesuai request mama tercintanya, Rara Pratiwi. Bukan malah ngobrol genit sama pemilik toko yang dia tak tahu siapa namanya. Dan gak mau tahu juga. Dengan kesabaran yang makin menipis, dia menghampiri Jejen yang mengobrol di dekat stan batik cetak yang kebetulan sepi.

"Jen, ayo bantu pilih! Lo di sini buat bantu gue, bukan malah ngecengi cowok," rajuk Meri sambil menarik tangan Jejen. Tapi seakan belum bosan mengobrol dengan si pemilik toko, yang rupanya ganteng macam aktor korea Lee Min Hoo, Jejen tidak bergerak sedikit pun. Dia malah asik mengobrol dan membiarkan Meri menarik tangannya macam bocah. Kalau dilihat, Meri seperti seorang anak yang menarik ibunya untuk membelikan dia jajan kesukaannya. Iyuh, gak banget pokoknya!

Jejen yang mulai oleng, akhirnya menghentikan obrolan dengan pemilik toko. "Ish, lo napa sih, Mer? Ganggu aja , Lo! Pilih sendiri sana. Entar gue nyusul. Lagi asik nih," katanya sambil melepaskan pegangan Meri. Dan lanjut mengobrol dengan pemilik toko.

"Maaf ya, kak Jo. Biasa temen saya nih. Suka gak mau lepas macam anak ayam," ujarnya sambil tertawa. Jo alias Raden Tarjo yang sejak tadi melihat interaksi mereka hanya mengulum senyum. Tapi, matanya sudah tidak fokus lagi menatap Jejen, matanya lebih tertarik menatap gadis di samping teman bicaranya. Gadis munyil dengan potongan rambut bob, wajah bulat, mata lentik dan lebar, ditambah satu tahi lalat kecil di sudut bibirnya yang saat ini terkerucut panjang. Ayune, lucu pisan, batinnya.

Tiba-tiba dia tersentak kaget oleh suara teriakan Jejen. Ternyata gadis ayu itu mencubit keras lengan Jejen. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Jejen. "Meri gak ada akhlak. Sableng!" Marahnya sambil mengelus lengannya yang memerah akibat cubitan maut Meri.

Jo yang melihat itu hanya bisa mengigit bibir, antara pengen ketawa dan kasihan. Tapi lebih ke pengen ketawa sih. Ngemesin banget, batinnya.

"Kak Jo, aku tinggal dulu ya. Mau basuh nih lengan biar adem. Panas banget cubitannya." Jo hanya menganggukan kepala sambil tersenyum. Senyum yang membuat Jejen merona malu. Padahal senyum itu bukan untuk Jejen, senyum itu adalah tanda kebahagian Jo karena bisa lepas dari obrolan dengan Jejen. Itu artinya dia bisa menghampiri gadis munyil yang menarik hatinya. Baru pertama bertemu tapi sudah ada perasaan sreg di hati Jo.

Setelah Jejen pergi, Tarjo berjalan cepat menghampiri Meri yang dari tadi mengomel sambil membalik-balik batik tulis motif mega mendung. Salah satu batik favorit pelanggannya.

"Mama ini ada aja. Tahu gini aku agak akan bilang kalau liburan di Jogja. Niat mau liburan malah disuruh cari batik buat jahit baju resepsi, kak Zukri. Punya mama kok ya ngeselin banget. Buat badm-" Meri berhenti bicara saat ada seseorang yang merampas kain batik yang dipegangnya. Ehm, bukan merampas. Lebih tepatnya, mengambil. Ah, bodo amat! Intinya gitu.

Dia angkat kepalanya untuk melihat siapa orang yang berani merampas batiknya. Ternyata, pemilik toko ini. Siapa tadi namanya? Oh, Jo. Meri berdecak tak suka. "Ck, gara-gara orang ini Jejen jadi menyebalkan," dumelnya pelan. Tapi masih bisa didengar oleh Jo.

Jo hanya tersenyum saja. "Dek Meri, mau cari batik yang bagaimana? Biar Mas Jo bantu carikan," kata Jo lembut sambil menatap lekat-lekat wajah ayu nan mengemaskan di depannya.

Gesrek Couple [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang