nauseate [4]

28.9K 340 4
                                    

"Sstt ..."

Gue mendengar suara bisikan yang baru didenger aja udah memuakkan. Ragel mengangkat alisnya. Badannya mencondong ke arah gue dari tempat duduknya di pojok. Temen bangkunya, Bagas juga udah berkali-kali memperingatinya karena ada Pak Gusti di depan sana. Emang dasar gak tau adab!

"Apaan?" ujar gue tanpa suara. Gue memanyunkan bibir kesal.

Ragel menunjuk bibir gue dari jauh, lalu menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri.

"Kapan?"

Gue memejamkan mata sekilas, membukanya lagi sambil menghembuskan napas karena kesal. Tangan gue menepuk dahi pelan mendengar kekehan di seberang sana.

"Natya!" Gue tersentak kaget mendengar panggilan Pak Gusti. Sumpah kaget banget! Masalahnya posisi gue lagi nyerong kanan ke arah Ragel.

"Iya, Pak?"

"Tolong ambil semua buku paket IPS di perpustakaan. Ajak teman kamu buat bantu."

"Sama saya, Pak," ujar Ragel mengangkat tangannya. Gue menatap Pak Gusti dengan tatapan memohon. Jangan Pak, Jangan! Tapi emang dasarnya udah tua kali ya, makanya gak ngerti kode-kodean anak jaman sekarang.

Pak Gusti mengangguk. Gue mendesah kesal dan bangkit berdiri, diikuti Ragel di belakang.

Gue berjalan gontai ke arah perpustakaan. Berbanding terbalik dengan Ragel yang berjalan dengan suara cekikikan

Lo manusia buaya apa kuntilanak si?

Bahkan sekarang bersiul menggoda gue. Tolong dong ... bukannya baper gue malah geli sendiri.

"Yes, Pak Imam gak ada, haha."

Ragel menutup pintu perpus dan narik tangan gue ke bagian pojok perpus.

"Cepet!"

Gue memalingkan muka. Gak mau natap matanya yang sengak itu. Ragel menunduk mensejajarkan muka kita.

"Cepet! Atau gue yang duluan cium?" Pertanyaan yang bisa dibilang pemaksaan.

Napas gue tercekat berhadapan dengannya dalam jarak lumayan dekat. Napas Ragel beberapa kali menerpa pipi merona gue. Kenapa pipi gue jadi panas gini?

"Ya udah gue yang-" Gue mengecup bibirnya sekejap. Belum terhitung sedetik tapi udah kembali melepasnya. Biar puas aja udah. Kalo gue gak mau juga yang ada gue diperkosa di sini. Jangan sampe dah.

Dan masalah besarnya adalah ... gue malu. Pipi gue udah kaya kepiting rebus.

Ragel malah memeluk pinggang gue dan menyatukan bibir kita kembali. Tanpa lumatan, tanpa cecapan lumayan lama. Mata gue terpejam saat Ragel memiringkan kepala dan mulai melumat pelan bibir bawah gue.

Dada gue bergemuruh total. Kemeja Ragel gue cengkeram kuat sambil meresapi cecapan yang diberikannya. Seketika badan gue kaku dan susah digerakkin. Sumpah, bibir gue udah gak suci!

Gue menghembuskan napas lega saat Ragel melepas ciumannya. Bergegas melewatinya dengan cepat untuk mengambil tumpukan buku yang ada tepat di belakangnya. Tanpa menatap dia tentunya. Sial. Ini gue kenapa si?

"Eh, Natya ... disuruh Pak Gusti?" Gue tersentak kaget saat berpapasan dengan Pak Imam. Hari ini semua orang bener-bener bikin gue spot jantung. Apa mereka berkompromi biar gue cepet mati?

"I-iya Pak, pinjem dulu ya."

"Eh, ada Ragel juga."

Gue menggigit bibir bawah. Merasakan hawa panas yang terasa menjalar ke bagian leher. Gue bergidik.

LoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang