Chapter 7 : Undangan

7 1 0
                                    

Sesampainya di rumah, Marsha melemparkan diri di sofa. Wawancaranya berjalan baik, mungkin dia akan mendapat berita baik dari bosnya dalam minggu depan. Senyum mulai merekah di wajahnya. Kemudian dia membuka sosial medianya, tanpa mengubah posisinya. Penyakit magernya mulai kambuh.

"Eh, udah pulang. Mama kira siapa?" kata mamanya kaget. Marsha masih dengan posisi telungkupnya memegang hp. "Bukannya mandi atau makan dulu," kata mama lagi sambil menepuk pantatnya. Kali ini Marsha cemberut dan bangun dari posisinya.

"Bukannya ditanyain gimana wawancaranya?" balas Marsha.

"Eh iya, gimana wawancaranya?" tanya mama baru ingat.

"Kayaknya sih lumayan bagus. Moga aja aku dapet." kata Marsha setengah berdoa. Mamanya mengangguk. Lalu mama menyuruh Marsha mandi.

"Oh iya, nanti lihat tuh di counter. Ada undangan."

"Iya." jawab Marsha yang sudah hampir masuk ke kamar. Dua puluh menit kemudian, Marsha ke dapur untuk mengambil makanan. Setelah siap dengan makan dan minum di meja makan. Dia melihat undangan yang dimaksud mama, dan bermaksud membacanya sambil makan. Dia meneliti cover depan undangan berwarna merah maroon dengan

Wedding Invitation
B&O
April 20th 20XX

To : Mr/Mrs/Ms.
Marsha Bernadetta

"Bella? Dia gak jadi sama Felix?" tanya Marsha menyebut salah satu temannya, bingung saat melihat inisial nama tersebut. Dia menyuap suapan makanannya pertama. Dia membuka amplop tersebut. Tapi kemudian sebuah peta atau denah lokasi jatuh. Dia memungut kertas itu. Tidak mengenali nama jalan di lokasi itu sama sekali. Dia membalik kertas tersebut, yang masih bertulis inisial B&O.

Marsha menyuap suarapan kedua makanannya. Kemudian mengocok bagian amplop yang terbuka. Keluar lagi sebuah kertas kecil, sebuah tiket untuk mengambil souvenir.

"Sha." panggil mama.

"Kenapa ma? Makan!" jawab Marsha. Dia menengok tidak mendapati mamanya dimana-mana. Kemudian dia kembali melihat undangan. "Kalo sampe ada RSVP, pelit nih orang." gumam Marsha sendiri. Dia mencari-cari kemungkinan amplop lebih kecil, untungnya tidak ada. Marsha menyuap suapan ketiga.

"Sha, wifinya lagi error ya?" tanya mama. Marsha yang belum memegang hp sejak masuk kamar mandi berangsur mengecek hpnya.

"Ah iya lagi. Duh, dasar. Padahal tadi masih bisa." omelnya.

"Hm, ya udah deh. Mama mau mastiin aja. Mama pikir cuma punya mama." kata mama lagi, sebelum menghilang kembali.

"Mana ga ada pulsa, ga ada kuota." Marsha masih ngomel dengan hpnya, yang hanya bisa dibuat bermain sudoku sekarang. Sungguh kesal. Dia menyuap suapan ke empat. Kemudian mengarahkan perhatiannya pada undangan lagi. Marsha berusaha mengingat temannya yang berinisial B, karena dia jarang sekali punya teman cowok. Kemudian sesuatu seperti lampu yang terlalu terang muncul dikepalanya. Seperti menemukan benang merah dari sesuatu. Tapi tidak mungkin kan? Marsha minum air beberapa teguk, mencoba menjernihkan pikiran dan tenggorokannya.

Dia membuka sticker lilin yang merekatkan surat itu. Kemudian membuka isi undangan tersebut. Matanya tertuju pada nama-nama yang ditulis dengan huruf besar dan meliuk-liuk.

Belinda Luna Setiawan

dengan

Oscar Louis Prabinomo

"Haaa?????" Marsha menjerit. Dia sudah melempar undangan itu dengan ngeri.

"Kenapa, Sha?" tanya mama yang tiba-tiba muncul lagi, karena mendengar teriakannya. Mungkin mama hanya berpikir Marsha melihat tikus.

Love YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang