Naruto tidak mengikuti kelas praktik serta riset, menghabiskan waktu di ruang kepala sekolah untuk diomeli kemudian dibiarkan merenung sampai pulang. Dia pura-pura saja menyesal melakukan perbuatan itu, pura-pura kehilangan kendali serta emosi. Bukan berarti ia tak mengeluarkan pembelaan apa pun, tapi sampai bisa termakan provokasi dan melakukan pemukulan terlebih dahulu praktis membuatnya berada di pihak yang bersalah. Murid kembar tersebut barangkali cuma diberi nasihat kecil-kecilan oleh guru BK, tidak sepertinya yang sampai-sampai harus ditangani Tsunade.
Namun harusnya masalah itu diserahkan ke komite dewan, mestinya prosedur penanganan masalah murid lebih dulu dilakukan organisasi tersebut. Setelah dilakukan interogasi dan penyelidikan secara menyeluruh, baru keputusan bakal dirundingkan ke guru-guru hingga kepala sekolah.
Komite Dewan Murid, tepatnya.
Adalah organisasi sekolah yang berisikan para murid-murid terpilih, untuk membantu mengawasi dan memberi pertimbangan serta arahan mengenai permasalahan siswa; kegiatan klub dan anggaran mereka, sarana prasarana, dan kalau perlu memberi dukungan tenaga selama itu untuk kepentingan murid—tugas mereka hanya seputar murid saja. Serta menindak perilaku yang melanggar aturan, terutama.
Karena di sekolah terdapat keberadaan klub-klub yang berbasis sihir, maka kegiatan mereka juga memerlukan izin untuk menggunakan senjata. Jadi tugas utama komite dewan adalah, memberi dan mengawasi hak penggunaan alat sihir selama aktivitas berlangsung.
Alasan sekolah mengizinkan adanya klub berbasis sihir adalah untuk memberikan murid-murid kesempatan berkreativitas sesuai kemampuan mereka. Karena dari kelas praktik, nyatanya tidak cukup menjamin pengalaman bisa diperoleh secara maksimum. Maksudnya, kelas praktik hanya berdasar kurikulum saja—meski kurikulum sudah super lengkap tiap-tiap kelas sihir. Namun tetap ada murid yang punya kemampuan di bidang terbatas, yang tidak bisa diasah dengan praktik-praktik formal. Jadi dari klub-klub berbasis sihir, murid bisa mendapat pengalaman belajar atau praktik non-formal yang bisa jadi lebih mendapatkan hasil yang lebih optimal—yang lebih cocok dengan karakter sihir mereka.
Naruto, entah kenapa kesalahannya justru ditoleransi langsung oleh Tsunade. Ia tak dikenai sanksi apa pun, kecuali omelan di telinga kanan-kirinya yang panas sekali.. Tapi sebagai ganti, ia harus bergabung ke komite dewan. Naruto sempat ditanyai apakah sudah masuk ke klub, tentu ia jawab tidak—malah tidak ada niat sedikit pun. Hal itu dianggap Tsunade sebuah keuntungan kasat mata, dan menjerumuskan si bocah pirang ke komite dewan pada akhirnya.
Apakah Naruto tidak menolak? Bahkan kalau bisa, ia ingin berkelahi sana-sini supaya dikeluarkan. Tapi tindakan itu kelewat merugikan, risikonya tak hanya menimpa dia saja. Jadi Naruto menurut, pura-pura menurut mau masuk ke komite dewan.
Dia tidak mengancingkan blazernya, membiarkan kemeja berdasi kelihatan secara penuh. Naruto memandangi diri di kaca—jendela. Ia pikir seragam Sekolah Sihir amatlah bagus, dari kain-kain mahal nan ringan serta tak gampang lusuh. Pakaian itu seolah punya aura sendiri, yang memancarkan karakter bak jubah-jubah bangsawan. Tapi sayangnya, aura itu tidak cocok sama sekali dengan Naruto. Dia suram, tak ubahnya batu kali yang dibungkus sutera. Ia merindukan pakaian-pakaian sederhana dari panti asuhan, merindukan baju seragam pekerja logistik yang kerap basah oleh keringat.
Tapi Naruto tidak bakal menjumpai itu lagi untuk sementara—benar, untuk sementara saja.
Ketika hendak keluar kamar, bunyi perangkat komunikasi menghentikannya. Itu adalah alat komunikasi kamar yang tersambung ke perangkat seluler pribadi. Singkatnya tersambung juga ke monitor besar di dinding, jadi bunyi pemberitahuan tersebut seolah-olah dari dalam tembok. Sinyal komunikasi akan terputus dengan sendirinya ketika penghuni tidak ada di dalam—sekalipun perangkat seluler ditinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESECRATE
FantasyNaruto bukan membenci sihir, cuma kurang minat saja dalam menekuni ilmu tersebut. Ia lahir di Kota Lima, yang kerap dipandang rendah oleh Kota lainnya. Lemah, kampungan, terbelakang soal sihir ... begitulah anggapan orang-orang dari wilayah lain. Ta...