04. Annoyance

22 2 0
                                    

Jangan lupa vote and comment. Happy Reading ♡
.

Pagi ini kuterbangun dengan raut muka lelah dan lingkaran hitam pada kelopak mata bagian bawah. Kemarin setelah pulang dari kampus aku terlalu sibuk memikirkan apa maksud dari perkataan Renjun. Saking kepikiran dengan banyak kemungkinan yang ada rasanya kepalaku bisa pecah saat itu juga.

Tapi ya sudahlah, aku tidak mau ambil pusing. Hingga akhirnya kuputuskan untuk mematikan ponsel dan melakukan aktifitas marathon drama yang kunantikan selama beberapa bulan ini sampai larut pagi dan berujung menyisakan diriku yang hanya tertidur kurang dari 2 jam.

Oh waw msh pukul 7 pagi, aku pasti tidak akan terbangun jika suara tawa di ruang bawah terdengar sampai ke lantai atas. Itu suara papa tetapi bukan tertawa dengan mama, berarti sedang ada orang lain di rumahku saat ini. Hey siapa sih yang bertamu sepagi ini, aku masih mengantuk sekali, jika dipaksakan tidur kembali pun sepertinya sudah tidak bisa.

Tawa itu kembali terdengar dan aku mulai bisa menebak siapa yang saat ini sedang bertamu.

"BUSET DAH OM BERISIK AMAT, ANAK PERAWAN MASIH NGILER NI" teriakku sekuat tenaga dari lantai atas.

Yang bertamu itu adalah Om Taeyong, rekan kerja papa. Mungkin aku terlihat tidak sopan berteriak seperti itu, tapi mau bagaimana lagi karna kenyataannya hubungan kami memang seperti ini. Relasi kami cukup baik, aku bahkan lebih leluasa berinteraksi dengan Om Taeyong daripada papa. Om Teyong tidak pernah marah saat aku berbicara asal dan ala kadarnya seperti tadi, berbeda sekali dengan papa yang terus memegang teguh attitude.

Para orang tua yang berada di lantai bawah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapanku yang absurd. "Jam segini belum bangun aja ni bocah, turun gih om bawain cemilan kesukaanmu."

Mendengar jawaban Om Taeyong aku langsung bergegas keluar dari kamar, kemudian mencuci muka, dan segera turun menuju lantai 1. Tak lupa aku menyapa mama dan mencium pipinya sekilas ketika kami sempat berpapasan di dapur.

"Mana om?" tanyaku tanpa basa-basi saat tiba di ruang tamu.

Yang ditanya hanya bisa tertawa kecil sambil berkata "Tapi boong."

"Sialan" desisku pelan, tapi tetap saja terdengar sampai ke telinga papa dan Om Taeyong.

Bukannya Om Taeyong yang menimpali eh malah papa yang menjawab "Hush ngomongnya kalau sama orang tua."

Sekarang orang yang berada di kursi seberang malah tertawa lebar. Sepertinya Om Taeyong memang suka sekali melihatku menderita.

"Ya maaf pa, habisnya Om Taeyong nyebelin"

"Hahahahaha maaf deh maaf, sebagai gantinya gimana kalau kita makan malam aja satu keluarga?" ujar Om Taeyong bertanya. Tidak melihat respon dariku sepertinya dia tersadar kalau aku sedang menahan rasa sebal padanya. Dan hanya ada satu cara baginya agar bisa membujukku.

"Om ajak anak om deh, katanya kamu mau tau anaknya om?"

"Nanti boong lagi kayak waktu itu."

"Enggak."

"Beneran?"

"Iya beneran, anak om masih jomblo nanti om jodohin sekalian deh."

"Gosah, aku dah punya cowok btw."

"TUH KAAANNNN!"

Sontak aku dan Om Taeyong kaget bersamaan. Oke, yang barusan berteriak bukanlah Om Taeyong melainkan papa. Apakah aku baru saja mengucapkan sesuatu yang salah? Sial, sepertinya aku baru saja keceplosan.

"Engg.. Enggak gitu pa"

"Papa sidang kamu habis ini Ra"

Mampus kau Nara. Sudah habislah alibimu untuk mengelak.

Ransom | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang