"Oke, mau atau tidak, kau harus mandi!"
Aku kesal melihat Adrian yang sudah dua hari ini tidak menginjakkan kakinya ke kamar mandi. Kau tau? Bagaimana rasanya bersama seorang cowok--dia belum 18 tahun--yang belum mandi karena menurutnya itu tidak perlu!? Kesal sekali. Andai aku bisa pindah dari kamar ini untuk sebuah kamar baru, aku mungkin sudah melakukannya sejak lama.
"Tidak mau! Aku tidak mau mandi", tegasnya sambil melemparkan handuk yang ku lemparkan kepadanya sebelumnya.
"Aku merasa terganggu, dan kau harus mandi!"
Aku berdiri dan berjalan menuju Adrian. Aku menarik tangannya dan menyeretnya ke luar kamar, untuk mengantarkannya ke kamar mandi.
Tiba-tiba aku mendengar suara PING! Suara itu datang dari HP-nya.
Dengan sigap Adrian melepas dirinya dari cengkramanku dan berlari menuju mejanya. Entah sudah berapa lama ia mempelajari teknik itu. Nampaknya ia begitu terlatih untuk meloloskan diri.
Aku kembali menuju kamarku dan melihat Adrian sedang menatap HP-nya. Sebuah HP Nokia 3310 yang sudah tidak beredar di pasaran, tapi masih diminati olehnya. Bagaimana ia mendapatkannya, merupakan sebuah pertanyaan yang terus mengawang di pikiranku.
"Ada apa?" tanyaku kepadanya. Akhir-akhir ini ia jarang menerima pesan dari HP-nya, maka dari itu hal ini membuatku sangat terusik.
"Aku harus cepat-cepat mandi. Mereka menungguku jam 10 nanti, dan sekarang sudah jam 8. Aku harus bergegas", jawabnya. Entah aku tidak mengerti apa yang ia sedang bicarakan.
"Sebelumnya kau sangat tidak mau mandi, dan sekarang kau sangat ingin mandi?"
"Ada kasus penting, Melia. Kasus penting! Cepatlah bersiap-siap. Aku akan memakai pakaian favoritku untuk hari ini."
-
Setengah jam berlalu, kami sudah berada di dalam Taksi. Aku, yang tidak begitu suka memakai pakaian khas wanita, memilih untuk menggunakan kemeja kotak-kotak lengan panjang dan celana jeans, serta sepatu Vans merah yang merupakan sepatu satu-satunya yang aku bawa dari rumahku dulu. Oh iya, dan jangan lupa kacamata frame besar milikku.
Adrian juga sudah berganti pakaian. Seperti biasa, ia menggunakan kemeja polos berwarna biru tua dengan celana chino hitam, lengkap dengan sepatu Converse hitam kesukaannya, dan mantel berwarna biru gelap. Adrian tidak membawa apa-apa, hanya sebuah dompet yang ia ambil sebelumnya, dan HP Nokia 3310 miliknya.
"Kemana kita akan pergi?" tanyaku kepadanya.
"Kau akan tau nanti, Melia", jawabnya seakan-akan ada yang ia tutupi. Aku sampai saat ini sebenarnya masih bingung dengan apa yang Adrian lakukan dalam waktu senggangnya, dan apa yang membuatnya sangat bersemangat untuk mandi. Seperti biasa, aku harus menunggu sampai rahasia ini terkuak dengan sendirinya.
"Ternyata kita tiba terlalu cepat, sobatku Cantik", sebutnya saat kami turun dari taksi di bilangan Senayan, tepatnya persis di depan Gelora Bung Karno, namun di dekat jalan raya. Aku melihat jam tanganku, dan mendapati waktu saat ini adalah pukul 9.45. Iya, memang kami tiba terlalu cepat dibandingkan perkiraan Adrian.
Kami hanya berdiri, dan hanya berdiri. Sembari melihat mobil dan motor yang berlalu lalang di depan kami.
Entah dari mana datangnya, muncul satu Van berwarna hitam yang parkir di depan kami berdua. Adrian sepertinya sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Aku, yang sudah jelas merasa bingung, masih panik di dalam hati.
"Nanti, jawab saja 'Eka Wastu Baladika', ya", bisik Adrian kepadaku sesaat sebelum pintu van itu dibuka oleh sesosok pria yang menggunakan topeng khusus. Badannya terlihat tegap, namun agak kecil karena badannya tidak proporsional dengan ukuran Van.
Pria itu berkata kepada kami "Dwi Dharma Bhirawa Yudha?", dan, kami berdua dengan refleks menjawab secara bersama-sama.
Setelah itu Adrian langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam Van tersebut. Mau tidak mau aku harus mengikutinya.
Sesaat di dalam Van wajah Adrian ditutup dengan tas kain, layaknya seorang penjahat. Namun, Adrian terlihat santai. Aku juga harus bersikap santai. Maka dari itu, saat mereka--iya, ada sekitar 3 orang di dalam Van tersebut; Supir dan orang yang tidak terlihat di mobil ini--menurup kepalaku, aku tidak memberontak sama sekali. Dan aku, masih menunggu sampai semua ini terlihat jelas.
Aku menunggu hingga sekitar 30 menit, atau ternyata lebih cepat karena pengaruh adrenalin yang berada di tubuhku saat itu, aku tidak tau. Yang jelas, sudah agak lama. Aku mendengar suara pintu Van dibuka--setelah berjalan, pastinya--dan Aku diminta turun dari Van itu.
Aku hanya berjalan mengikuti tali yang diikatkan di tanganku dan tali itu ditarik, paling tidak seperti itu yang aku rasakan.
Setelah aku berjalan agak jauh, penutup kepalaku dibuka oleh seseorang, dan aku melihat suasana perkantoran, mirip kantor polisi yang aku lihat di film-film, namun tidak terlihat seperti itu.
Aku melihat Adrian nampaknya biasa saja dengan suasana ini.
"Dimana ini? Dan apa yang kita lakukan disini?" tanyaku kepada Adrian. Lalu Adrian menoleh kepadaku, dan menjawab "Ada kasus yang harus kita kerjakan hari ini. Dan sobatku Cantik, inilah yang biasa aku lakukan. Selamat Datang, Cantik, di kantor rahasia INS"
"Apa itu INS?"
"Indonesian National Security", jawabnya tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEDUCTIONIST
غموض / إثارةMelia Cantika. Seorang Sarjana Muda kriminolog yang harus berpindah ke Ibu Kota karena Ibu-nya yang meninggal. Dia menemukan seorang anak yang sangat luar biasa di sana. Dan perjalanan misterius dan mengasyikkan akan segera dimulai. **************...