o - rey

35 3 1
                                    

 "Let me go."

Setelah mendengar ucapan Tara, akhirnya Danny pun melepaskan gadis itu. Ketika lepas dari kekangan Danny, Tara mencekal kerah seragam Danny dan menariknya mendekat. "Apa maksudmu melakukan semua ini, brengsek?" tanya Tara dengan sinar mata penuh emosi yang berapi-api.

Danny memerhatikan wajah Tara yang berjarak dekat dengannya saat ini, lalu ia menjawab dengan santainya, "I think I love you."

Tara mengerutkan dahi. "You think?"

Danny menepuk keningnya seolah baru mengingat sesuatu. Lebih tepatnya, ia baru menyadari sesuatu. "Oh, no, I'm sorry!"

Kerutan di dahi Tara tampak lebih dalam. "What?"

"I do love you." ucap Danny sembari menyelipkan anak rambut Tara ke belakang telinga.

Tara mendengus. Sepenuhnya mencibir ucapan Danny. Sama sekali tidak terpengaruh dengan sikap lembut Danny padanya. "I don't need your bullshit, Danny. Just tell me, what's your plan?"

"Make you mine is my one and only plan right now." ucap Danny sambil tersenyum. Ia kembali mengedipkan matanya.

Tara mulai muak melihat senyum itu. Sebab ia sama sekali tidak memahami senyum itu sedikit pun. Tara tidak menjawab selama beberapa saat untuk berpikir, lalu, "Okay, understood."

"Understood... what?"

"Kita anggap bahwa perkataanmu memang benar—bahwa kau menyukaiku," Mendengar ucapan Tara, senyum di bibir Danny segera merekah. "But I don't care 'bout your feeling. Do what you want. I really don't care, Dummy. Oh! And you must remember that you can't tell anyone about this. Don't mess with me anymore!"

"I wanna kiss you, may I?"

"Of course not, motherfucker!" pekik Tara sembari mendorong Danny menjauh. Wajahnya tampak berang bukan main.

Dengan wajah dibuat seakan tampak polos dan naif, Danny menjawab, "You said I can do what I want."

"I mean about your feeling, idiot. If you like me, then whatever. But don't bother me, ever."

"Hey, that's unfair!" seru Danny sambil melangkah mendekat.

Alis Tara beranjak naik. "Am I care?"

Danny mendekatkan wajahnya pada Tara. "You should."

Tara mendesah panjang. Merasa benar-benar lelah. "I'm done here. Goodbye, bitch."

Saat Tara sudah melangkah, Danny menghadangnya. Tara mendongak, dan ia cukup terkejut melihat wajah Danny yang sekarang tampak serius. Tidak seperti sebelumnya yang selalu terlihat bermain-main. Ketika mengingat apa yang terjadi kemarin, Tara mulai waspada, namun tidak menunjukkannya secara terang-terangan.

"Kenapa?" Danny mendadak mengajukan pertanyaan itu kepada Tara. Tara yang tidak memahami maksud dari pertanyaannya hanya membalas dengan kernyitan di dahi. "Kenapa kau selalu melakukan ini?" tanya Danny lagi, memperjelas pertanyaannya sebelumnya.

Selama beberapa detik Tara bingung harus memahami ucapan itu dengan pemahaman seperti apa. Akhirnya ia bertanya, "Melakukan apa?"

"Menghindariku," jeda sejenak. Danny menarik napas dalam-dalam, berusaha bersabar. "Apakah kau menghinaku dengan tidak memercayai kata-kataku?"

Lagi-lagi Tara terdiam. Ia memandang tepat pada iris mata hitam Danny. Mencoba menerobos masuk untuk mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan dan dipikirkan laki-laki itu detik ini. Karena Tara tidak dapat memahaminya sedikitpun.

Namun karena Tara tidak juga dapat melihat di balik kabut membutakan dalam tatapan Danny, dan ia juga tak dapat menemukan kalimat yang pas untuk menjawab perkataan Danny, Tara akhirnya melakukan sesuatu yang benar-benar konyol. Bahkan untuk dirinya sendiri. Tara berjinjit, lalu melingkarkan lengannya di leher Danny, memeluk laki-laki itu dengan erat. Danny mematung di tempatnya, tidak memahami apa yang sebenarnya telah terjadi.

Setelah Tara mengakhiri pelukan itu, Tara mendekatkan telinganya pada dada Danny. Ia mendengarkan debar jantung laki-laki itu. Hanya membutuhkan waktu tiga detik bagi Tara untuk akhirnya menatap Danny penuh keterkejutan. "Your heart's beating so fuckin' fast!" serunya begitu terkejut, tidak memahami bahwa segala tingkahnya itu menyebabkan Danny kini menutup wajahnya dengan tangan karena rasa malu memukuli tanpa ampun. Bahkan telinga laki-laki itu sampai memerah.

Di balik tangannya, Danny menyahut dengan gumaman, "Of course it does!" terdengar nada frustasi dalam suaranya. Tara menurunkan tangan Danny dari wajahnya. Ia memandang Danny sambil masih menggenggam tangan laki-laki itu. Kemudian kedua pipi Danny samar-samar tampak memiliki semu merah. "Why'd you do that?" tanya laki-laki itu kemudian.

Tara merasakan dorongan kuat dalam dirinya untuk menyebut Danny menggemaskan. Tara berpikir bahwa dorongan itu sangat mengerikan. Ia berdeham sejenak untuk menetralisir perasaannya. "Why'd you do that?" balas Tara dengan pertanyaan serupa.

Danny mendengus tak habis pikir ketika menerima pertanyaan itu dari Tara, bersama dengan air muka serius yang membuat Tara tampak begitu manis di matanya. Ia berdecak, lalu menangkup wajah Tara dengan kedua tangan. "Of course because I love you, Tara. For the God sake! Are you kidding me? How can you ever asked that? Apakah kau bodoh? Atau kau hanya ingin membuatku malu?"

Tara melepaskan tangan Danny dari wajahnya. Akan berbahaya jika ia membiarkannya.

"Nope, I just wanna know the truth." sanggah Tara sambil membuang muka.

Danny tampak frustasi. "I always tell you the truth!"

"Whatever." Saat Tara sudah akan kembali berjalan pergi, Danny masih juga tidak ingin melepaskannya. Laki-laki itu mencekal lengan kanan Tara. Tara memandang Danny dengan penuh rasa lelah dan jengkel. "APA LAGI MAUMU, BODOH?!" serunya marah. Kesabarannya sudah habis untuk lagi-lagi menanggapi adegan-pergi-dan-tahan yang memuakkan dengan Danny.

Danny terkikik melihat amarah Tara. Selalu menyenangkan membuat gadis itu marah. "Kau pikir kau mau ke mana? Urusan kita belum selesai." katanya kemudian.

"Apa lagi, bajingan?"

Danny kembali terkikik ria. Ia mulai berpikir bahwa apakah dirinya adalah seorang masokhis? Karena rasanya menyenangkan mendengar Tara mengumpat, terutama jika mengumpatinya. Sambil menarik ikatan rambut Tara dan membuat rambut gadis itu lagi-lagi tergerai seperti kemarin, Danny merapikan rambut Tara dan berkata, "Wanna kiss, Tara?"

Tara yang sudah terlalu lelah untuk meladeni Danny sehingga sebelumnya hanya terdiam sementara Danny seenaknya menyentuh rambutnya, akhirnya menendang tulang kering Danny. Danny seketika jatuh berlutut di hadapan Tara karena tidak bisa menahan rasa sakit yang menyerang kakinya. "How shameless you are." ucap Tara sembari memandang Danny yang masih berlutut di hadapannya dengan pandangan merendahkan.

Bukannya membalas perlakuan kasar Tara dengan kemarahan seperti apa yang akan ia lakukan di waktu-waktu normal, Danny malah tersenyum lebar hingga deretan giginya terlihat. Tak ada sedikit pun rasa kesal dalam matanya. Tara mendapati dirinya selalu dibuat terheran-heran oleh laki-laki itu.

Sebelum Tara benar-benar dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan Danny selanjutnya, tiba-tiba laki-laki itu menggenggam tangan Tara. Masih sambil berlutut dengan satu kakinya, laki-laki itu berkata dengan ucapan yang menggambarkan betapa tak tahu malu dirinya, "Will you marry me?"

Tara tercengang sejenak melihat perilaku Danny. Suasana menjadi hening. Tara tahu bahwa Danny hanya melemparkan lelucon konyol seperti biasanya. Ia bahkan sudah sangat sadar bahwa Danny memang orang tanpa rasa malu. Tara menghirup napas panjang, wajahnya terlihat serius hingga Danny menjadi tegang di tempatnya. Di luar kelas terdengar angin berhembus cukup kencang, membuat dahan pohon bergerak menyentuh atap bangunan. Lalu suara guntur samar-samar terdengar, mengiringi suara Tara yang akhirnya berucap, "Sorry, I likes girl."

Suara petir dengan kencang terdengar mengejutkan, entah berasal dari luar ruang kelas atau hanya di kepala Danny. Kini Danny kebingungan membedakan khayalan dan dunia nyata. Hingga dirinya tidak sanggup bereaksi ketika Tara akhirnya melangkah pergi dengan senyum penuh kemenangan di bibir.

Dasar laki-laki bodoh.

ͼΘͽ

.

.

.

Let'sGetDrown,

V

Wanna Kiss, Tara?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang