do - ry

27 3 0
                                    

"Tidak. Pasti ada cara selain menjadi transgender!"

Setelah mendengar ucapan Danny, Thomas mendengus sambil mengacak rambutnya seperti orang sinting, menyalurkan rasa frustasi dalam dirinya yang berkobar-kobar tanpa ampun. Di samping Thomas, Cody sedang duduk termenung di pinggir lapangan olahraga sekolah mereka. Entah apa yang membuat pikiran laki-laki berambut coklat itu begitu sibuk hingga ia hanya terdiam seperti batu dan melupakan rokoknya yang masih menyala.

Thomas melemparkan tatapan iba ke arah Cody selama beberapa saat, lalu ia kembali menatap Danny yang entah sejak kapan tiba-tiba saja sedang melakukan push up sambil bertelanjang dada. Kemudian Danny kembali meracau seolah bicara sendiri, "Maksudku, hei, bagaimana bisa aku berubah?! Aku ini sangat jantan! Astaga!" ia menambahkan, "Kenapa dia bisa menolak untuk melihat betapa kerennya aku sebagai laki-laki?! Dia benar-benar gadis yang aneh! Gadis aneh yang memesona! Gadis aneh yang sangat cantik! Gadis aneh yang sempurna bagiku! Dia sungguh terlalu indah untuk menjadi kenyataan hingga akhirnya dia memilih untuk benar-benar menjadi mustahil kumiliki! ARRGHHHHH... AKU AKAN GILA!!!"

Thomas kembali mendengus hingga dirinya sendiri bosan mendengus. "Danny, kau tahu bahwa orientasi seksual seseorang tidak didasarkan pada keinginan mereka sendiri, bukan? Itu berasal dari dorongan dalam diri mereka! Takdir!" ujar Thomas berapi-api.

Danny yang masih melakukan push up, setelah mendengar ucapan Thomas semakin cepat melakukan gerakannya. Wajahnya yang dipenuhi peluh tampak menegang. Tak lama kemudian ia berhenti, duduk berhadapan dengan Thomas. "Semalam aku membaca sebuah cerita di internet... Kisah nyata, tentu saja," katanya sambil mengelap keringat di dahinya dengan handuk kecil yang diberikan Thomas.

"Ini adalah cerita tentang pria gay yang mencintai seorang wanita. Pria itu yang menulis cerita itu langsung. Dia adalah pria yang disukai banyak wanita, tapi dia tidak bisa bersama wanita-wanita itu karena dia menyukai pria. Itulah yang dia pikirkan. Hingga akhirnya dia bertemu wanita yang membuatnya jatuh cinta begitu dalam hingga dia mempertanyakan orientasi seksualnya sendiri." Danny mendesah panjang. Wajahnya terlihat merana sekali sampai Thomas ingin sekali terbahak-bahak di depan wajahnya. Tapi Thomas masih sadar diri bahwa ia tidak ingin dihajar Danny.

"Bisa saja dia biseksual." Thomas berkomentar, berusaha logis.

"Tidak. Dia gay, Thomas."

"Baiklah, lalu bagaimana akhirnya?" tanya Thomas kemudian.

Dengan enggan, Danny menjawab, "They're broke up. He can't be with her. He knew that she was hurt because of his sexual orientation. He won't make her sad." Danny kembali mendesah, "Few years later, she's marry another man and he's became her bridesmaid. Life so painful, dude."

Thomas mengangguk setuju. "Itu cerita yang menyedihkan. Tapi apa inti dari kau menceritakan ini kepadaku? Menunjukkan bahwa memang tidak ada hal yang bisa diperjuangkan dari kisah cintamu? Bahwa semuanya akan berakhir dengan perpisahan? Bahwa kau bisa saja datang ke pernikahannya dan pacar perempuannya, ataupula dia mendatangi pernikahanmu dan pasanganmu yang bisa saja tipe idealnya?"

Danny tiba-tiba berteriak kencang seperti orang kesetanan ketika membayangkan ucapan Thomas benar-benar terjadi. Thomas kali ini tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa terpingkal-pingkal. Namun tawanya seketika terhenti saat Danny memukul kepalanya sambil berseru tegas, "Maksudku, aku masih memiliki kesempatan untuk membuatnya jatuh cinta padaku! Aku akan memberikannya pengalaman percintaan yang benar-benar baru dan membuatnya tidak bisa berpaling dariku sehingga dia akan berhenti menyukai perempuan!"

"Ternyata cerita itu yang membuatmu menangis semalam, Dan." Tiba-tiba Cody berceletuk dan membuat Thomas langsung membekap bibirnya agar tidak menyemburkan tawa, sedangkan Danny membelalak penuh rasa tak terima. Tidak mengherankan memang jika Cody mengetahui perihal semalam Danny menangis atau tidak, karena mereka adalah teman sekamar di asrama putra.

Wanna Kiss, Tara?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang