"Dalam waktu seminggu! Hanya seminggu!"
Tara meneguk air mineralnya dengan tenang sementara Cloe masih saja menyebut kalimat 'seminggu' berulang-ulang kali dengan nada tak habis pikir. Setelah menutup botol minumnya, ia menyerahkannya kepada Juliet yang menerima lalu memberikannya handuk kecil. Cloe kembali berujar setelah melihat Tara tidak menanggapi perkataannya. "Tara, kau hanya akan diam saja?"
Tara tersenyum berterima kasih kepada Mary yang mengambil alih handuk kecil dari tangan Juliet, dan membantu Tara mengelap keringat di wajahnya. Masih dengan napas memburu, Tara akhirnya mengalihkan pandangan pada Cloe dan berkata, "So what do you want me to do, Cloe? I don't even care to think about that shit, okay?"
Cloe dan Juliet menatap Tara, dan Tara benci tatapan kedua temannya itu. Tatapan itu seakan menunjukkan bahwa mereka terkejut dengan jawaban Tara. Apakah mereka bodoh? Bukankah selama ini sudah sangat jelas bahwa Tara tidak peduli dengan perubahan sikap Danny Raymond terhadap dirinya?
Cloe bersedekap di depan dada, ia membuang pandangan ke arah kursi penonton yang mulai lengang setelah sebelumnya dipenuhi penonton dari sekolah mereka dan sekolah lain yang berpartisipasi dalam lomba atletik di sekolahnya. Perlombaan sudah selesai, semua orang mulai meninggalkan tempat itu entah untuk merayakan kemenangan ataupula untuk meratapi kekalahan. Namun di sana, di salah satu tempat di kursi penonton, seorang laki-laki baru saja bangkit dari duduknya. Di sampingnya, seorang gadis menggenggam tangannya begitu erat.
"Siapa yang menduga bahwa Danny tampak lebih serasi denganmu dibandingkan dengan gadis semacam itu setelah selama ini kita tahu bahwa gadis-gadis semacam itu selalu menemaninya seperti bayangan?" Kali ini Juliet akhirnya berkomentar. Ternyata gadis itu juga tengah memerhatikan Danny yang mulai berjalan pergi di antara kursi penonton bersama seorang gadis berambut merah. "Where did he found that kind of girl? I mean... red hair? He must be kidding."
Meski teman-temannya sejak tadi terus memerhatikan Danny dari posisi mereka di tempat istirahat di pinggir lapangan, Tara tidak pernah satu kalipun sudi menoleh ke arah kursi penonton setelah sebelumnya tidak sengaja melihat pemandangan itu untuk pertama kalinya. Tidak. Tara tidak peduli. Sama sekali tidak peduli.
Cloe mengacak rambut ikalnya saat melihat Danny sudah menghilang bersama gadis berambut merah tanpa sekalipun menoleh untuk melihat Tara. "Aku masih tidak habis pikir! Dalam waktu seminggu! Tujuh hari! Astaga! Secepat itu dia menggantikan Tara kita yang sempurna?! I don't get it." keluh gadis itu. Lalu tiba-tiba menatap Tara cukup lama, dan memeluknya sambil menangis.
Semua orang terkejut melihat Cloe yang tiba-tiba menangis seperti itu. Tara membalas pelukannya sambil terkekeh. "Hey, why are you crying, silly?" tanya Tara lembut. Ia mengelus punggung Cloe, mencoba menenangkan temannya yang paling berhati sensitif dibandingkan teman-temannya yang lain.
Juliet dan Mary juga turut mengelus kepala dan tangan Cloe. Namun keduanya melakukannya sambil tertawa geli, merasa Cloe benar-benar konyol. Masih sambil menangis begitu sedih, Cloe berkata dengan suara tercekat, "It's too much for me, Tara. I know you cares about that shit. And the fact that you didn't cry makes me more sad!!"
Tara tertawa keras. "Cloe, stop it! God, it's too funny."
Di saat Tara bersama Juliet dan Mary sedang menertawakan Cloe yang masih saja tidak berhenti menangis, dari kejauhan Tara melihat seorang laki-laki melangkah mendekat ke arah mereka. Laki-laki itu tampak tidak asing, tapi baru kali itu Tara menyadari warna rambutnya mirip dengan rambut laki-laki itu. Ia baru menyadari bahwa Cody memiliki rambut berwarna coklat.
Ketika Tara menatap Cody, Cody pun tengah menatapnya. Tepat pada matanya. Semakin dekat langkah Cody, senyum di wajah laki-laki itu pun semakin melebar. Tara bertanya-tanya apa keperluan Cody mendatanginya dan teman-temannya.
"Hey, Tara." sapa laki-laki itu, terlampau ramah hingga menimbulkan kecurigaan bagi keempat gadis di sana.
Tara mendekati Cody. "You need something?"
Cody mengulurkan tangannya untuk berjabat. "Congratulations on your winning."
Alis Tara beranjak naik, heran. Tapi ia tetap menjabat tangan Cody. "Hmm, thanks." Setelah jabat tangan mereka terlepas, Tara kembali bersuara, "What do you want, Cody?"
"Can we talk for a moment? Just two of us."
Tara menoleh sejenak pada teman-temannya yang masih memandangi Cody penuh tatapan curiga, tapi kemudian ia menyetujui permintaan Cody. Ia berjalan menjauh dari pinggir lapangan menuju ke dekat barisan kursi penonton, tempat yang cukup jauh dari teman-temannya.
"Ada apa?" tanya Tara saat mereka sedang bersandar di dinding pembatas antara lapangan dengan kursi penonton.
Cody menunduk, memerhatikan kakinya yang bergerak-gerak asal. Tara tetap diam memandanginya penuh kesabaran meski begitu tidak memahami sikap canggung Cody sama sekali. Cody akhirnya mengangkat wajah, membalas tatapan Tara. Laki-laki itu menghela napas sejenak, lalu bertanya, "I heard you likes girl. Is that true?"
Tara melebarkan matanya. Terkejut mendapat pertanyaan semacam itu dari Cody. Cody memang orang nomor tiga di kelompok berandalan Danny, tapi dari yang Tara tahu, Cody sama sekali bukan orang yang suka ikut campur dalam urusan orang lain terutama urusan ketuanya. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Cody, Thomas adalah tangan kanan Danny yang akan selalu ikut campur dalam hal-hal yang berkaitan dengan Danny. Jadi jika Thomas yang mengajukan pertanyaan itu kepada Tara, Tara tidak akan merasa heran. Tapi ini... Cody?
Tara akhirnya menanggapi, "What if it's true?"
Cody membisu. Ia terus memandangi Tara, yang juga terus memandanginya. Mereka saling berpandangan hingga sesekali Cody lupa untuk mengedip. Di saat-saat penuh keheningan itu, Cody menggunakannya untuk memerhatikan setiap rinci wajah Tara. Bulu matanya ternyata panjang dan lentik, mata karamelnya benar-benar pekat dan misterius, pipi dan hidungnya sedikit memiliki freckles, bibir bagian bawahnya lebih tebal dari bagian atas yang tampaknya menyenangkan jika disentuh.
Gadis itu benar-benar cantik. Gadis tercantik yang pernah Cody temui.
Cody tersenyum kecil. "My friend desperately in love with you."
Tara tertawa kering. Ia berdecih mencibir, kemudian bersedekap di depan dada. "I think it doesn't matter anymore."
"It is matter, Tara. It always do."
"I don't get it, okay? He's with another girl today, and you tell me 'bout this? It's bullshit!"
Cody tersenyum. Tampak muram. "Yeah, you don't get it, Tara."
Tara akhirnya terdiam dan tampak lebih serius. Kemudian ia berkata, "Why'd you care, Cody?"
"Because I love you."
Suara lembut Cody terasa membelai pipi Tara, bersama hembusan angin dingin yang menerpa tubuh mereka sore itu. Suara itu kemudian menelusup masuk, seakan-akan memenuhi seluruh tubuh Tara lalu menghangatkannya yang selama seminggu ini menahan dingin karena perasaan yang membingungkan.
Tara tidak menjawab. Ia hanya memandang Cody dalam diam. Tapi tatapan matanya kepada laki-laki itu semakin dalam. Dan Cody tampak tidak membutuhkan ucapan apa pun dari Tara. Laki-laki itu hanya ingin mengatakan perasaannya kepada Tara. Itu sudah cukup baginya.
Cody mengusap kepala Tara sambil mengulum senyum ceria di bibirnya. Ia memahami tatapan Tara, bahkan meski gadis itu tidak mengatakan apa pun saat itu. "I know, Tara. It's okay."
Setelah mendengar ucapan Cody, Tara melangkah mendekat. Ia menyentuh wajah Cody dan tersenyum simpul. Lalu ia memeluk Cody.
"Thank you very much, Cody."
ͼΘͽ
.
.
.
Let'sGetDrown,
V
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Kiss, Tara?
Romance[High school-romance story line] Ini adalah cerita picisan tentang siswa paling berbahaya yang meminta ciuman dari siswi tanpa hati nurani. "Wana kiss, Tara?" "Go to hell." "How dare you to rejected me?" "How dare you to touched me with that dirty h...