"Damn it!"
Suara rutukan Tara menggema di lorong sekolah yang sepi itu. Sebenarnya cukup menakutkan mengingat keadaan saat itu hari sudah sangat sore, lampu-lampu dimatikan, dan Tara hanya seorang diri karena para murid sudah pasti pulang ke rumah masing-masing karena hari itu adalah Hari Jumat, waktunya para murid sekolahnya diizinkan pulang ke rumah. Lagipula waktu sekolah sudah berakhir dua jam yang lalu.
Jika saja ia tidak ditahan oleh guru seninya yang memaksanya menyelesaikan lukisannya yang seharusnya dikumpulkan minggu lalu, sudah pasti Tara sedang bermalas-malasan di rumahnya saat ini. Melukis memang hal yang paling merepotkan di seluruh dunia. Tara adalah tipikal orang yang membutuhkan suasana hati yang baik untuk bisa melukis. Dan akhir-akhir ini, suasana hatinya benar-benar berada di titik terburuk.
Tara sedang mengambil tas sekolahnya dari dalam loker ketika ia mendengar suara guntur. Oh, tidak. Sebentar lagi akan turun hujan dan ia tidak memiliki payung. Sial. Benar-benar sial!
Dengan begitu terburu-buru, Tara menyampirkan tas ransel kecilnya ke bahu, menutup pintu loker dan menguncinya, setelah itu berlari menuju pintu keluar. Saat tiba di pintu depan sekolahnya, Tara memandang ke arah langit. Langit sudah sangat mendung, tapi tampaknya ia masih memiliki kesempatan tidak kehujanan jika ia berlari secepat mungkin menuju asramanya.
Tara pun berlari begitu cepat. Memanfaatkan kemampuan berlarinya untuk menghindari kebasahan karena hujan. Tapi tampaknya hari-harinya kini memang telah dipenuhi dengan kesialan. Karena ternyata jarak 500 meter yang biasanya terasa sangat dekat antara sekolah dan asramanya, serta kecepatan larinya yang sudah teruji, tetap saja kalah cepat dengan turunnya hujan. Belum lagi hujan langsung turun dengan begitu derasnya disertai dengan petir. Tara mau tidak mau harus berteduh sejenak hingga keadaan memungkinkan.
Untung saja Tara sudah setengah perjalanan menuju asrama. Hal itu ditandai dengan terdapat bangunan kecil semacam gazebo modern yang berada di dekat persimpangan jalan utama dan jalan setapak menuju taman sekolah. Gazebo itu berdesain minimalis, dindingnya terbuat dari kayu dengan kaca jendela besar, dan bagian dalamnya terdapat kursi kayu yang menempel pada seluruh dinding. Singkatnya, itu adalah tempat terbaik untuk berteduh.
Tanpa berpikir lebih jauh, Tara pun memasuki gazebo itu. Ia sudah lumayan basah karena hujan yang begitu deras. Ia harus secepatnya berteduh. Tapi ketika memasuki gazebo, Tara merasakan dorongan kuat untuk memilih berlari hujan-hujanan sambil berkejaran dengan petir. Sebab, tampaknya ia tidak akan tahan dengan rasa canggung untuk hanya berdua saja bersama Danny di tempat kecil itu.
Ya, Danny Raymond berada di gazebo itu. Duduk dengan rambut lembabnya serta puntung rokok di bibir, sambil duduk di samping jendela yang dibuka lebar untuk mengeluarkan asap rokoknya.
Shit.
Tara benar-benar dilema. Ia tidak tahu apakah bisa dirinya melarikan diri dari tempat itu dan melanjutkan perjalanan menuju asrama seperti seorang pengecut? Tapi hal memalukan semacam itu sama sekali bukan karakternya. Lagipula memangnya apa yang telah terjadi di antara dirinya dan Danny? Tara sendiri tidak memahaminya.
Maka setelah menegarkan hati dan memasang ekspresi datar, Tara pun duduk di sisi berseberangan dengan Danny sementara Danny kini telah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tara mengambil handuk kecil yang selalu dibawanya dari dalam tas untuk mengelap air hujan dari wajah dan lengannya. Kali ini Tara melepaskan ikatan rambutnya, mulai mengeringkan rambut dengan handuk.
Saat itu, diam-diam Tara melirik Danny. Danny masih tidak mengacuhkannya. Laki-laki itu memandang ke luar jendela, melihat taman sekolah yang basah karena hujan. Ekspresi yang laki-laki itu tunjukkan membuat Tara mengingat bagaimana ia melihat wajah Danny selama ini; ketika sebelum Danny mulai mengusik hidupnya. Ekspresi yang menampakkan ketidakpedulian, dingin, dan... berjarak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Kiss, Tara?
Romance[High school-romance story line] Ini adalah cerita picisan tentang siswa paling berbahaya yang meminta ciuman dari siswi tanpa hati nurani. "Wana kiss, Tara?" "Go to hell." "How dare you to rejected me?" "How dare you to touched me with that dirty h...