***
Hujan masih turun menemani malam. Jannah meletakkan wajahnya ke atas lipatan tangannya. Gadis itu tengah menikmati dinginnya angin dan air yang terus menyapa wajahnya.
Setelah membersihkan dirinya, Daren keluar dari kamar mandi sembari sesekali menggosok rambutnya dengan handuk. "Na, ambilin laptop aku di bawah dong," suruhnya, namun tak mendapat respon dari istrinya tersebut.
Daren berdecak, dia hanya meminta bantuan kecil, tapi Jannah memang tak pernah mau memantunya. Laki-laki itu kemudian berjalan ke arah Jannah. "Na--"
"Tidur ternyata," lanjutnya pelan.
Daren yang tidak ingin membangunkan Jannah langsung menggendong gadis itu, memindahkannya ke atas kasur agar tidurnya lebih nyaman. Setelah melakukan tugasnya, Daren berhenti menatap wajah Jannah sejenak. Sampai hari ini, dirinya masih tak menyangka bahwa dirinya akan mencintai Jannah.
Tak mau berlama-lama larut dalam pikirannya, Daren beralih menutup gorden jendela kamar. Baru turun ke bawah untuk melakukan sedikit pekerjaannya. Sebelum itu, dia tak lupa pula untuk mematikan lampu kamar dan menyisakan cahaya lampu tidur yang redup.
Di bawah Daren duduk di sofa ruang tengah. Laki-laki itu dengan cepat mulai menyelesaikan pekerjaannya satu per satu. Namun di tengah kesibukannya, ponselnya berdering. Tanpa melihat siapa yang menelponnya semalam ini, laki-laki itu langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" ucapnya saat panggilan tersambung.
Deg. Daren menjauhkan ponselnya dari indera pendengarannya. Laki-laki itu melihat deretan nomor tanpa nama yang baru saja menghubunginya.
"Maaf, sepertinya anda salah sambung." ucap Daren dan memutuskan sambungannya secara sepihak.
***
Jannah memanyunkan bibirnya. "Daren.. aku mau yang hijau, bukan kuning."
Daren menatap keranjang belanja mereka. "Apa bedanya sih?" tanyanya heran.
"Ck, bagi aku beda ya beda lah!" Jannah menukar barang berwarna kuning tersebut dengan warna pilihannya.
Siang ini, Daren mengajaknya untuk belanja bahan pokok. Akan tetapi, jika tahu Jannah akan merepotkan seperti ini, Daren lebih memilih belanja sendiri. Walau orang-orang mengiranya suami bernotabe ibu rumah tangga.
"Eh, astaghfirullah," Jannah memegang lengan Daren karena hampir terjatuh karena ulah seorang gadis kecil yang berlari mengejar orang tuanya di depan.
"Adek, jangan lari-lari!" peringatkan wanita berjilbab biru yang merupakan ibu dari gadis kecil itu.
Jannah terus memperhatikan wanita itu bersama dengan bidadari kecilnya. Daren juga memperhatikannya, namun dirinya terlebih dahulu tersadar dari lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Musuhku Jodohku
Romance{ SEDANG DIREVISI } Jannah Kirania. Namanya begitu indah sama seperti wajahnya, yang ia sempurnakan lewat sikap lemah lembut serta tingkah lakunya. Tak seindah itu, Jannah begitu dibenci oleh ayahnya, Sultan karena dianggap sebagai anak pembawa sial...