BAGIAN 3

260 15 0
                                    

Sesosok tubuh terus berkelebat cepat dengan gerakan ringan, memasuki sebuah hutan lebat. Tanpa menoleh ke sekeliling, sosok terbungkus pakaian serba hitam dan mengenakan topeng hitam pula, melesat ke dekat salah satu pohon yang berukuran besar. Begitu sampai, dia berdiri agak lama seperti memasang pendengarannya baik-baik. Setelah merasa yakin kalau tidak ada seorang pun yang mengikuti, ditariknya salah satu akar pohon itu. Sehingga terbukalah sebuah pintu rahasia di batang pohon yang besarnya tiga kali pelukan orang dewasa. Orang bertopeng itu segera masuk ke dalamnya. Dan begitu dia masuk, pintu rahasia itu menutup kembali tanpa bekas.
Orang bertopeng itu langsung menuruni beberapa buah anak tangga menuju ke bawah, yang terdapat tiga buah pintu. Dia segera menerobos lewat pintu kiri memasuki sebuah lorong sempit yang agak panjang. Dan akhirnya lorong itu menjadi buntu ketika sebuah pintu menghadangnya. Tanpa ragu-ragu, dibukanya pintu itu. Lalu ditutupnya dengan cepat
Di dalam, terdapat sebuah ruangan mirip goa yang dinding-dindingnya terasa pengap dan lembab. Di tengah-tengah, terlihat sebuah kolam yang airnya seperti mendidih, lengkap dengan uap yang mengepul ke atas. Persis di seberang kolam yang berbentuk lingkaran, terdapat sebuah altar batu pualam agak tinggi. Sehingga, perlu dibuat beberapa undakan anak tangga untuk naik ke atasnya. Altar batu itu bersambung dengan sebuah patung wanita telanjang yang sedang menari. Di bawah patung, suasana tampak suram. Namun jelas terlihat ada sebuah kursi agak lebar yang di atasnya duduk seseorang dengan sikap menekur. Wajahnya tertekuk ke bawah. Sehingga sulit dikenali. Dan yang lebih menakjubkan..., orang itu sama sekali tidak berpakaian! Kulitnya pucat bagai tidak dialiri darah sedikit pun. Sedangkan rambut yang menutupi wajahnya berwarna keemasan.
Sementara itu orang bertopeng ini membuka selubung wajahnya. Demikian juga kain hitam yang melibat tubuhnya, sehingga yang melekat hanya baju tipis tembus pandang. Rambutnya yang panjang sepunggung, dibiarkan begitu saja. Sehingga apabila berjalan, sempurnalah orang ini sebagai seorang gadis jelita laksana bidadari!
"Guru... Hari ini aku gagal mendapatkan persyaratan itu...," desah gadis itu lirih, seraya bersimpuh di depan wanita berambut keemasan.
"Tahukah kau bahwa darah itu sangat diperlukan bagi kesaktianmu. Semakin banyak kau mengirup darah, maka tenaga dalammu akan semakin bertambah...," sahut suara parau yang keluar bagai dari kerongkongan orang tengah tercekik.
"Aku tahu, Guru...," kata gadis itu.
"Lalu, kenapa bisa gagal?!" desah wanita yang duduk di kursi lebar itu.
"Aku berhadapan dengan pemuda yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti."
Wanita di hadapan gadis itu terdiam beberapa saat, tanpa memperlihatkan wajahnya. "Roro Inten! Aku merasakan kalau hatimu diliputi rasa kasih terhadap pemuda itu...."
"Bukan begitu maksudku, Guru!" tukas gadis itu cepat. "Aku hanya merasa, belum waktunya membalas dendam itu."
"Hm.... Hati-hatilah kau dalam soal ini. Ibumu menemui ajal di tangannya. Dan kau harus balas kematiannya, agar roh ibumu merasa tenang. Jangan campurkan masalah pribadi dengan soal ini!"
Gadis yang ternyata bernama Roro Inten itu terdiam. Kepalanya tetap tertunduk, seperti menekuri altar.
"Sanggupkah kau menghukum pemuda itu?!"
"Dengan seizin guru, tentu saja sanggup!" sahut Roro Inten mantap.
"Bagus! Bagus, Roro Inten. Kau bisa balaskan kematian ibumu. Tapi, ingat! Jangan bertindak gegabah. Musuhmu bukanlah orang sembarangan. Dan untuk itu, kau harus menambah bekal yang lainnya...."
"Terima kasih. Guru."
"Berendamlah kau ke dalam kolam itu selama tiga hari tiga malam. Di situ ada tantangan serta ujian yang harus dihadapi. Pada hari pertama, kau akan merasakan hawa dingin yang amat menyengat. Lalu pada hari kedua, kau akan merasa tubuhmu seperti terbakar api. Keduanya akan meresap ke dalam tubuhmu dan mengendap menjadi pukulan dahsyat. Lalu pada hari ketiga, kau harus menahan pusaran air kolam yang bergerak ke bawah. Kau tidak boleh terhanyut. Dan bila hal itu terjadi, maka kau akan binasa. Mengerti, Roro Inten?" jelas wanita yang ternyata guru Roro Inten.
"Mengerti, Guru!"
"Bagus! Ingatlah baik-baik, karena ujian ini tergantung dari hatimu. Bukan dari kekuatanmu. Jika hatimu keras dan semangatmu menyala-nyala, maka dengan sendirinya ujian itu akan kau jalani dengan mudah. Tapi jika semangatmu lemah, maka yang kau rasakan hanya penderitaan," jelas wanita berambut keemasan itu lagi.
Roro Inten kembali mengangguk cepat.
"Kau boleh saja berhenti mencari korban. Tapi kau harus siap menerima kematian di tangan pemuda itu. Karena tenaga dalammu akan kalah tinggi. Darah perawan suci yang kau minum, sesungguhnya menambah tenaga dalammu. Maka makin banyak yang kau hirup, akan semakin bertambah tenaga dalammu. Itulah ciri khas aji 'Gandar Wesi' yang kuajarkan padamu."
"Guru, aku akan selalu mengingat pesanmu. Dan akan kujalankan dengan sebaik-baiknya!"
"Berhati-hatilah jika berhadapan dengannya. Jangan merasa bahwa kau mampu menaklukannya dengan mudah. Kesombongan akan mencelakakan diri sendiri, seperti yang dialami ibumu. Dia terlalu yakin mampu mengalahkan lawan. Dan akibatnya, dia harus menerima kematian!" kata wanita itu memberi pesan.
Roro Inten mengangguk.
"Nah! Tengah malam nanti, kau sudah boleh mulai merendam dirimu ke dalam kolam itu!"
Kembali gadis itu mengangguk, seraya bersujud memberi hormat. Kemudian perlahan-lahan ditinggalkannya altar, dan berlalu dari ruangan ini.

135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang