BAGIAN 7

223 17 0
                                    

Dengan pengerahan jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang disertai ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi, tubuh Pendekar Rajawali Sakti bagai lenyap dari pandangan. Satria Waksa jadi terkesiap. Dan untuk sekejap, pemuda itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dan mendadak saja, dia merasakan angin sambaran keras menuju ke arahnya. Cepat Satria Waksa menghentakkan telapak tangan kanannya ke depan disertai bentakan nyaring. Sementara tangan kirinya bersiaga di dada.
"Yeaaat!" Wuuut!
Seketika serangkum angin kencang menyambar ke depan ke arah bayangan yang bergerak cepat ke arahnya. Namun kelebatan bayangan yang tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti itu, tiba-tiba berputaran di udara. Lalu seketika Pendekar Rajawali Sakti meluruk, mengincar batok kepala Satria Waksa. Karena untuk menghindar jelas tidak mungkin, maka Satria Waksa menangkis dengan sebelah tangannya.
Plak!
Satria Waksa merasakan sakit bukan main pada tangannya ketika menangkis serangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum juga rasa sakit itu hilang, Rangga telah kembali berputaran. Dan dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' Pendekar Rajawali Sakti melepaskan dua tendangan beruntun yang menghantam dada dan perut Satria Waksa.
Dugkh!
"Aaakh...!"
Murid Ki Pagut Geni memekik tertahan. Tubuhnya tenungkal ke tanah beberapa langkah, dan tidak bangkit lagi!
"Heh?!" Bukan main terkejutnya Ki Pagut Geni melihat keadaan muridnya. Dikira, Pendekar Rajawali Sakti bertindak kejam, sehingga menewaskan muridnya. Maka buru-buru diperiksanya keadaan Satria Waksa.
Pikiran yang sama juga terlintas di benak Ki Bagong Udeg dan kawan-kawannya. Bahkan murid-murid Padepokan Kilat Buana lainnya telah siap mengurung.
Sementara Rangga hanya tersenyum. "Tidak perlu khawatir. Aku hanya sekadar meruntuhkan keangkuhannya saja...," kata Rangga dingin setelah memperhatikan keadaan lawannya.
Ki Pagut Geni mendengus geram. Matanya disipitkan ketika memandang Pendekar Rajawali Sakti dengan tajam. Satria Waksa memang belum tewas. Hanya sekadar tidak sadarkan diri. Namun dengan caranya itu dan ditambah kata-kata terakhir Pendekar Rajawali Sakti, jelas membuatnya tersinggung. Orang tua ini merasa kalau harga dirinya tengah diinjak-injak Pendekar Rajawali Sakti.
Begitu bangkit berdiri, Ki Pagut Geni memberi isyarat pada dua orang muridnya, untuk segera membawa Satria Waksa ke dalam. Sementara, seorang murid lainnya mengangsurkan sebilah pedang berhulu kepala naga. Orang tua itu lantas maju dua langkah, hingga jaraknya kini hanya dua tombak di hadapan Pendekar Rajawali Sakti. Sorot matanya tajam, membayangkan dendam serta kebencian pada pemuda itu.
Semua murid Padepokan Kilat Buana kini membentuk lingkaran agak lebar. Mereka mengerti apa yang akan dilakukan gurunya. Dan agaknya, Ki Bagong Udeg pun bisa menangkap gejala tidak enak. Ki Pagut Geni pasti akan menantang Pendekar Rajawali Sakti untuk bertarung. Memang, Satria Waksa adalah muridnya yang terpandai dan bisa diandalkan. Sehingga kekalahannya di tangan Pendekar Rajawali Sakti membuat wajahnya betul-betul bagai dicoreng oleh kotoran korbau.
"Cabutlah pedangmu dan hadapi aku, Pendekar Rajawali Sakti. Ingin kulihat, sampai di mana kehebatanmu yang selama ini digembar-gemborkan orang!" dengus Ki Pagut Geni dingin.
"Ki Pagut Geni! Kenapa kau menyalahi aturan dan memperpanjang urusan?" tanya Ki Bagong Udeg. "Saat berhadapan dengan Ki Tabong, kau mengatakan kalau cukup diwakili muridmu. Dan kini ketika Pendekar Rajawali Sakti mampu menjatuhkan muridmu kenapa kau tidak terima? Kedatangan kami ke sini bukan untuk mengacau. Namun kau terus merusak keadaan."
"Urusan muridku dengan kawanmu. Tapi urusan si Pendekar Rajawali Sakti adalah denganku. Atau, barangkali nyali Pendekar Rajawali Sakti mulai ciut bila berhadapan denganku?" sindir orang tua itu sinis.
Rangga tersenyum kecut. Kakinya maju dua langkah, sehingga jaraknya dengan Ki Pagut Geni semakin dekat. "Kedatanganku ke sini bukan mencari keributan, Ki. Namun dengan kesombonganmu, kau membuatku tidak punya pilihan Iain lagi. Maka silakan kalau memang kau memaksa," sahut Pendekar Rajawali Sakti singkat.
"Cabutlah pedangmu!" dengus Ki Pagut Geni, langsung mencabut pedang dan melintangkannya di depan dada.
Sret!
"Pedangku belum waktunya digunakan. Karena aku menganggap belum perlu," sahut Rangga.
"Terserah saja. Tapi jangan katakan aku curang. Atau mungkin pedangmu hanya sekadar untuk menakut-nakuti?!" dengus orang tua itu menyindir. Ki Pagut Geni langsung berputar dua langkah ke kiri. Lalu sambil berputar, dia mencelat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa!"
"Hup!" Gesit sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat ke kanan menghindari serangan orang tua itu. Namun, kelebatan pedang Ki Pagut Geni terus mengurung tubuhnya dengan ketat. Permainan pedang Ki Pagut Geni memang tak bisa dipandang enteng. Sedikit saja salah melangkah, maka ujung pedang orang tua itu akan menyambar tubuhnya.
Untuk sesaat Rangga terkejut. Namun tubuhnya cepat meliuk-liuk indah, dengan gerakan kaki lincah menghindari setiap serangan. Pemuda itu sengaja memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk mengetahui, sampai sejauh mana kehebatan serangan Ki Pagut Geni. Memang jurus itu sengaja digunakan untuk menghindar, di samping menjajaki kemungkinan mencari kelemahan lawan.
"Yaaat!"
Bukan main gemasnya Ki Pagut Geni. Tiga jurus telah berlalu tapi belum juga bisa mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Dan yang lebih membuatnya kesal, pemuda itu sama sekali belum membalas serangannya.
"Pendekar Rajawali Sakti! Apakah kepandaianmu hanya menghindar saja? Ayo, balas seranganku?!" teriak orang tua itu lantang sambil memperhebat serangan.
Dengan tangan kanan menggenggam pedang, tangan kiri Ki Pagut Geni menghantam Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan jarak jauh yang bertenaga dalam tinggi kuat. Gerakannya pun terasa lebih mantap. Dan Rangga bukannya tidak menyadari. Beberapa kali tubuhnya diterpa angin kencang. Namun sejauh itu, Pendekar Rajawali Sakti masih mampu bertahan.
Ki Pagut Geni kini tampak mengerahkan jurus 'Angin Mencipta Badai yang merupakan jurus andalan untuk memporak-porandakan pertahanan lawan. Tidak heran bila gerakannya semakin cepat dan ganas saja. Bahkan orang-orang yang berada di sekitar tempat itu semakin mundur agak jauh.
"Yeaaa!" Kini Pendekar Rajawali Sakti terlihat melompat ke belakang, dan langsung membuat beberapa kali putaran. Sementara Ki Pagut Geni cepat mengejar dengan pedang terhunus. Melihat dahsyat serangan orang tua itu, Pendekar Rajawali Sakti merasa kalau pedangnya harus dicabut.
Sring!
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti mengeluarkan pedangnya yang memancarkan cahaya biru berkilauan, pedang Ki Pagut Geni sudah berkelebat cepat mengincar lehernya. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti mengangkat Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke depan lehernya.
Trang!
Seketika percikan bunga api berterbangan ke segala arah, ketika dua senjata yang amat dahsyat beradu. Begitu kerasnya sampai-sampai Ki Pagut Genit terjajar beberapa langkah. Sedangkan Rangga tidak bergeming sedikit pun.
Belum juga Ki Pagut Geni bersiap, Pendekar Rajawali Sakti sudah mendesaknya dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Dan ini membuat orang tua itu kelabakan. Dia berusaha mengimbangi permainan pedang Pendekar Rajawali Sakti, tapi gerakannya semakin kacau saja. Seakan-akan dia telah kehilangan kendali. Bahkan setiap kali senjatanya berbenturan, terasa hawa panas menjalar ke jantungnya. Telapak tangannya sendiri seperti kesemutan. Dan berkali-kali mengeluh kesakitan.
"Heaaa!" Disertai teriakan keras menggelegar, pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti mengurung tubuh Ki Pagut Geni. Dan tiba-tiba saja ujung kaki kiri Rangga menghantam ke arah muka. Orang tua itu terkesiap, dan cepat melompat ke belakang. Namun dengan gerakan tidak terduga, Pendekar Rajawali Sakti bergulingan, menyerang lawan dari bawah.
Ki Pagut Geni terkesiap, sama sekali tidak diduga kalau pemuda ini bergerak demikian cepat. Cepat-cepat pedangnya dikibaskan ke bawah.
Trang!
Ki Pagut Geni berhasil menangkis sambaran pedang Rangga. Namun mendadak saja kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti meluncur cepat kedepan.
Begkh!
"Aaakh!"
Orang tua itu menjerit tertahan begitu dadanya telak terhantam kaki Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya kontan terjungkal ke tanah beberapa langkah.
"Kurang ajar!" Ki Pagut Geni menggeram sambil menyeka darah yang menetes di sudut bibirnya.
Hantaman Pendekar Rajawali Sakti yang diiringi tenaga dalam tinggi membuat isi dadanya seperti akan pecah. Tapi dia tidak mau menyerah begitu saja. Maka sambil menahan rasa sakit hebat, Ki Pagut Geni cepat bangkit dan bersiap hendak menyerang kembali.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri tegak. Matanya memandang orang tua itu dengan tajam. "Apakah kau tidak ingin menyudahi permainan ini, Ki?" tanya Rangga dingin.
"Huh! Apa kau kira sudah menang, karena bisa menjatuhkan aku sekali? Kau akan merasakan balasannya dariku!" dengus Ki Pagut Geni garang.
Namun belum sempat orang tua itu menyerang, tiba-tiba...
"Aaa...!" Terdengar pekikan nyaring melengking tinggi, yang mengejutkan semua orang.
"Heh?!" Mereka kontan mencari-cari sumber suara. Dan mereka segera berlarian ke luar bangunan utama padepokan ini. Tampak di halaman padepokan ini berdiri seorang wanita cantik berpakaian tipis. Rambutnya panjang terurai berkibar- kibar tertiup angin. Di sekitarnya terlihat beberapa orang murid Kilat Buana tergeletak tidak bernyawa. Rupanya, teriakan menyayat itu, berasal dari murid-murid Ki Pagut Geni yang terbantai oleh wanita itu.
"Siapa kau...?!" hardik Ki Pagut Geni, melihat murid-muridnya tewas dengan kepala remuk.
"Aku telah beritahukan kedatanganku kesini. Dan kukira, kau akan menyambutku dengan baik!"
"Hm... Jadi kau yang berjuluk si Peri Peminum Darah?" tanya Ki Pagut Geni, ingin meyakinkan.
Orang-orang yang berada di tempat itu terkejut menyaksikan kehadiran gadis berbaju serba hitam itu. Namun apa yang mereka pikirkan, agaknya berbeda dengan apa yang sedang dipikirkan Rangga.
"Roro Inten?!" desis Rangga pelan ketika memperhatikan wajah gadis itu dengan seksama.
Roro Inten yang ditemuinya setahun lalu, sedikit berbeda dengan sekarang. Kulitnya halus dan wajahnya bertambah cantik. Namun sikap genitnya dulu, kini tetap tidak berubah. Meski, mengandung hawa menggiriskan lewat pancaran matanya.
"Kurang ajar! Kau kira bisa berbuat seenaknya saja di tempatku?! Kau harus mati karena perbuatanmu!" geram Ki Pagut Geni seraya melompat menerjang dengan amarah meluap-luap.
Untuk sesaat orang tua itu melupakan pertarungannya dengan Pendekar Rajawali Sakti. Dan perhatiannya dialihkan pada gadis berjuluk Peri Peminum Darah.
Peri Peminum Darah mendengus sinis. Dan dia betul-betul memandang rendah Ki Pagut Geni. "Tua bangka tidak tahu diri! Memang aku ingin menjajalmu?"
Dengan sedikit berkelit, tebasan pedang Ki Pagut Geni mudah sekali dihindar. Dan tubuhnya terus mencelat ke atas. Sementara Ki Pagut Geni mengejar dengan amarah meluap.
"Jahanam terkutuk! Kau harus bayar kematian murid-muridku dengan nyawa busukmu! Heaaa!"
"Huh! Nyawa busukmulah yang akan menyusul ke neraka!" desis Peri Peminum Darah sambil tersenyum mengejek.
Tubuh Peri Peminum Darah langsung berputar bagai gasing, lalu meluncur ke arah Ki Pagut Geni yang belum sempat melakukan serangan. Bahkan kini gadis itu telah membawa serangan dengan satu pukulan maut bertenaga dalam kuat.
"Yeaaa!"
Werrr!
"Uhhh...!"
Bukan main terkejutnya Ki Pagut Geni merasakan sambaran angin kencang laksana badai topan. Bahkan tubuhnya jadi terhuyung-huyung ke belakang berusaha menjaga keseimbangan. Padahal pukulan gadis itu berjarak tiga jengkal darinya. Yang lebih menggiriskan beberapa murid Padepokan Kilat Buana yang terkena hantaman, kontan terjungkal sambil menjerit roboh. Sementara Pendekar Rajawali Sakti dan kawan-kawannya berusaha menghindar sambil bertahan. Sedangkan Ki Dawang Rejo dan kedua pengawalnya meski terkena sambaran, sempat tenungkal juga.
"Gila!" desis Rangga memaki. "Tenaga dalamnya lebih hebat dari ibunya sendiri..."
Pada saat itu juga, tubuh si Peri Peminum Darah mencelat ke arah Ki Pagut Geni dengan gerakan kilat.
"Yaaa...!"
"Uhhh...!" Orang tua itu berusaha menghindar sambil mengibaskan pedang. Namun tubuh Peri Peminum Darah lenyap dari pandangan. Dan tahu-tahu, satu depakan keras menghantam dadanya.
Duk!
"Aaa...!" Ki Pagut Geni menjerit menyayat. Tubuhnya terjungkal tujuh langkah dengan dada remuk! Begitu mencium tanah, nyawanya melayang dari raga. Sekujur tubuhnya berlumur darah.
Sementara itu si Peri Peminum Darah berdiri tegak dengan wajah sinis. Sedangkan murid-murid Padepokan Kilat Buana hanya tersentak kaget.
"Heh?!"
"Guru...!" Beberapa murid langsung menghampiri mayat gurunya. Sementara, yang lain mengurung Peri Peminum Darah dan langsung menyerang hebat.
"Iblis terkutuk! Kau harus membayar nyawa guru kami, yeaaa..!"
Wut! Bet!
Peri Peminum Darah hanya mendengus sinis sambil mengibaskan telapak tangannya. "Kecoa-kecoa busuk! Mampuslah kalian! Heaaa...!" Peri Peminum Darah langsung menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Weeer!
Seketika sekelebatan cahaya merah kekuningan menyambar murid-murid Padepokan Kilat Buana laksana badai topan.
"Aaa...!"
Tanpa ampun lagi, mereka terjungkal dan tewas dengan tubuh hampir menghitam seperti terbakar. Pekik kematian saling susul-menyusul terdengar dalam waktu singkat. Sementara Peri Peminum Darah terus mengumbar pukulan jarak jauhnya.
"Rangga. Apakah kita hanya berdiam diri saja menunggu nasib?" tanya Ki Bagong Udeg mulai cemas.
Tanpa menjawab pertanyaan Ki Bagong Udeg, Pendekar Rajawali Sakti langsung melesat menghadang Peri Peminum Darah. "Peri Peminum Darah, hentikan perbuatanmu. Kaulah lawanku...!" teriak Pendekar Rajawali Sakt begitu mendarat di tanah. Bersamaan dengan itu, Pendekar Rajawali Sakti menyerang Peri Peminum Darah.
"Hup!" Namun sungguh di luar dugaan, si Peri Peminum Darah melenting tinggi ke atas, lalu hinggap di atas genteng bangunan Padepokan Kilat Buana. Sehingga serangan Pendekar Rajawali Sakti hanya menemui tempat kosong.
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku mengundangmu ke Hutan Lengkeng, tempat kau membinasakan ibuku. Di sanalah kematianmu akan menunggu!" kata Peri Peminum Darah lantang. Baru saja kata-katanya selesai, tubuhnya mencelat dengan gerakan cepat sekali.
"Kejar...!" teriak seorang murid utama padepokan ini.
"Tidak perlu! Kalian tidak akan mampu mengejarnya. Dia hanya memerlukanku. Maka biar aku yang akan menghadapinya!" cegah Rangga lantang.
"Huh! Tahu apa kau soal kematian guru kami?! Dia harus mampus di tangan kami!" dengus murid itu, tetap pada pendiriannya.
Sepuluh orang murid Padepokan Kilat Buana segera menyiapkan kuda untuk mengejar si Peri Peminum Darah. Sementara yang lain mengurus mayat Ki Pagut Geni dan mayat beberapa murid yang mati di tangan Peri Peminum Darah.

***

135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang