Namun Sugriwa telah melompat ke belakang sehingga serangan itu luput. Sementara pada saat yang sama, Dungkul telah mengancamnya dengan satu tendangan keras menyapu ke arah pinggang. Cepat Sugriwa menangkisnya dengan kibasan tangan kiri. Tapi Dungkul segera menarik pulang serangannya. Tubuhnya langsung berputar dengan kaki kiri melayang ke arah dada Sugriwa. Begitu cepat gerakannya, sehingga Sugriwa tak sempat menghindarinya.
Begkh!
"Akh!"
Telak sekali dada Sugriwa terhantam tendangan Dungkul hingga mengeluh kesakitan. Tubuhnya langsung bergulingan di tanah, karena serangan Dungkul kembali datang dengan cepat. Tapi di sisi lain, Parmin segera menggunakan kesempatan itu untuk menghantam Sugriwa dengan satu tendangan keras.
Duk!
"Hugkh!" Kembali Sugriwa menjerit kesakitan, ketika perutnya terhantam tendangan Parmin. Tangannya langsung memegangi perutnya yang terasa akan pecah. Tubuhnya melengkung di tanah seperti udang. Wajahnya tampak meringis menahan sakit. Sementara Dungkul dan Parmin telah berdiri di dekat Sugriwa sambil menatap tajam.
"Huh! Kau kira dirimu sudah hebat? Sekarang, rasakan akibat kesombonganmu!" desis Dungkul.
Plok! Plok! Terdengar tepukan menyambut kekalahan Sugriwa.
"Hebat! Kalian semua hebat. Tapi aku hanya memilih seseorang. Lalu siapa yang harus kupilih?" tanya gadis itu.
"Parmin! Aku lebih berhak ketimbang kau!" kata Dungul dengan wajah garang.
"Hm... Jangan meremehkan aku, Dungkul!" desis Parmin dengan wajah tidak kalah garangnya.
"Jangan sampai pikiranku berubah, Parmin. Lebih baik menyingkirlah!" tandas Dungkul, mulai mengancam.
"Huh! Langkahi mayatku jika kau merasa lebih unggul!"
"Bedebah!" Dungkul menggeram. Dan dia siap hendak menghajar kawannya. Namun saat itu, muncul dua orang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun. Di punggung mereka masing-masing tersandang sebilah pedang. Dan melihat kehadiran mereka, ketiga murid Padepokan Kilat Buana itu segera menunduk dengan wajah takut.
"Apa yang kalian rebutkan sehingga saling baku hantam antar kawan sendiri? Jawab!" hardik salah satu dari dua orang murid utama Padepokan Kilat Buana yang baru datang.
"Eh! Kami..., kami...," sahut Dungkul. Suaranya seperti tercekat di tenggorokan.
Namun saat itu juga Dungkul tertolong. Karena tiba-tiba, gadis yang tadi diperebutkan menghampiri kedua pemuda murid utama itu, seraya tersenyum memikat.
"Hm.... Agaknya kalian berdua lebih gagah ketimbang ketiga cecunguk ini...."
Kedua pemuda itu terpaku sesaat. Wajah mereka yang tadi garang, kini tampak lucu. Lekuk-lekuk indah dari tubuh gadis ini terbayang nyata, lewat pakaian tipis yang dikenakannya. Dan ini sempat membuat nafsu kelelakian kedua pemuda itu terguncang.
"Mereka bertiga ingin memiliki diriku. Namun tak mungkin aku meladeni ketiganya. Lalu mereka kuuji adu kepandaian. Dan pemenangnya berhak memilihku. Kalian boleh ikut kalau suka..," kata gadis itu menawarkan.
"Eh, apa maksudmu...?" tanya salah seorang dengan suara bergetar.
"Apakah otakmu dungu?" gadis itu balik bertanya disertai senyum memikat. "Salah seorang dari kalian boleh memiliki diriku. Dan aku tidak akan menolak bila diperlakukan bagaimanapun. Tapi aku hanya memilih orang yang terunggul di antara kalian. Sebab aku hanya suka pada mereka yang hebat."
Kedua pemuda itu saling berpandang dengan wajah bingung. Dan ketika melirik sekilas ke arah gadis yang tengah menunggu keputusan, wajah mereka mulai berubah. Dan masing-masing mulai menunjukkan sikap permusuhan.
"Layong! Kau tahu, aku lebih tua darimu. Maka, akulah yang berhak!" cetus seorang dari ke duanya.
"Pawung! Usiamu memang lebih tua dariku. Namun tidak berarti kau lebih hebat! Gadis ini hanya mencari terhebat. Bukan yang usianya tua!" sahut orang yang bernama Layong mendengus geram.
"Kurang ajar! Kau berani bertingkah padaku, heh?!" sentak orang yang dipanggil Pawung.
Mendengar itu, Layong tidak mau kalah. Segera tangannya berkacak pinggang. "Apa pangkatmu sehingga aku mesti takut, he?!" balas Layong.
Kedua pemuda itu nyaris baku hantam, seperti ketiga murid Padepokan Kilat Buana sebelumnya. Namun...
"Layong! Pawung...!" Terdengar bentakan nyaring, yang membuat kelima orang murid Padepokan Kilat Buana tersentak kaget. Dan mereka langsung berpaling ke arah sumber suara.
Orang yang membentak adalah pemuda berusia sekitar dua puluh delapan tahun. Tubuhnya tegap. Rambutnya panjang dengan ikat kepala warna merah. Tahu-tahu saja dia telah berada di dekat mereka. Melihat kehadirannya yang laksana hantu, menunjukkan kalau tingkat kepandaiannya jauh di atas kelima pemuda murid Padepokan Kilat Buana. Buktinya mereka menunduk kepala dalam-dalam, begitu melihat kehadiran pemuda yang baru muncul ini.
Plak! Plak!
"Akh!"
Cepat sekali telapak tangan pemuda berambut panjang itu menghajar wajah Layong dan Pawung. Sehingga, keduanya kontan mengeluh tertahan. Dari sudut bibir masing-masing terlihat beberapa tetes darah meleleh. Tubuh mereka terhuyung-huyung. Namun tetap saja mereka tidak berani melawan, dan tetap menunduk.
Begitu habis menghajar Layong dan Pawung, pemuda berambut panjang itu kembali berkelebat. Gerakannya cepat bukan main, ke arah Sugriwa, Dungkul, dan Parmin.
"Heh?!" Sugriwa, Dungkul, dan Parmin tercekat. Namun secepat itu pula mereka menjerit tertahan, dengan tangan mendekap perut masing-masing. Seketika tubuh mereka tersungkur mencium tanah.
"Dasar keledai-keledai dungu! Apa yang kalian perebutkan, he?! Hanya karena perempuan jalang ini kalian saling baku hantam?! Keparat! Meskinya kalian mampus saja...!" bentak pemuda berambut panjang itu.
Kelima murid Padepokan Kilat Buana itu sama sekali tidak berkutik. Mereka cepat bangkit sambil menunduk dalam. Sementara itu, gadis yang diperebutkan melangkah ke arah pemuda yang tengah mengamuk.
"Hm... Agaknya, kaulah yang paling gagah di antara mereka kata gadis itu disertai senyum genit dan dengan tangan terjulur hendak menyentuh pundak pemuda ini.
"Perempuan busuk! Enyah kau...!" sentak pemuda itu garang. Langsung ditangkapnya pergelangan tangan wanita itu, siap hendak dibantingnya.
Tapi dengan gerakan yang sulit dilihat mata biasa, gadis itu mendadak mencelat ke atas. Begitu mendarat, tahu-tahu...
Wut! Des!
"Akh!"
"Kakang Turangga...?!"
Kelima pemuda yang tengah menundukkan wajah mendadak terkejut. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba saja pemuda yang tadi terlihat garang, kini mengeluh tertahan. Tubuhnya kontan terjajar beberapa langkah. Sementara wanita cantik itu bertolak pinggang di depannya seraya tersenyum kecil.
"Setan! Agaknya kau sengaja memperdaya mereka, he?! Kuremukkan batok kepalamu, Betina Jalang!" desis pemuda yang dipanggil Turangga. Turangga langsung siap dengan kuda-kudanya, lantas menerjang gadis itu.
Wuuut!
Gadis itu hanya bergeser sedikit, sehingga pukulan Turangga luput dari sasaran. Namun pemuda itu cepat berbalik gesit. Dan seketika sebelah kakinya berputar menghantam pinggang. Namun sekali lagi, gadis itu berkelit lincah dengan melompat cepat ke atas. Melihat hal ini Turangga semakin gusar saja. Maka sambil menggeram hebat, serangannya dilipat gandakan.
"Yaaat!"
Gerakan Turangga cepat bukan main. Dan bersamaan dengan itu, terasa angin bersiut kencang menandakan kalau serangannya diiringi tenaga dalam tinggi. Tapi meski begitu, gadis itu sama sekali tidak merasa kesulitan menghindarinya. Malah dia seperti sengaja mempermainkan Turangga dengan melompat ke sana kemari bagai seekor kijang.
Kelima pemuda murid Padepokan Kilat Buana memandang pertarungan dengan wajah takjub. Mereka tahu betul siapa Turangga. Dia adalah murid paling utama Padepokan Kilat Buana. Dan kepandaiannya, beberapa tingkat di bawah mereka. Sementara gadis itu sama sekali tidak memandang sebelah mata. Tapi untungnya dia mampu menghindar, sambil tersenyum-senyum. Jelas kepandaian gadis ini cukup hebat pula.
"Cukup...!" bentak gadis itu nyaring seraya melompat ke belakang pada jarak sepuluh langkah. Sepasang mata gadis itu menatap tajam ke arah Turangga. Dan sambil berkacak pinggang, dia menuding sinis. "Katakan pada guru si Tua Bangka Busuk itu! Ingin mampus di tanganku, atau hidup menjadi budak Peri Peminum Darah!"
"Peri Peminum Darah?'
Turangga terkejut. Sementara yang lain tersentak kaget mendengar julukan itu. Namun ketika mereka hendak menegaskan wajahnya, gadis itu telah lenyap entah ke mana!
"Kurang ajar! Dia kira bisa mempermainkan kita? Huh! Aku sendiri nantinya yang akan memecahkan batok kepalanya!" desis Turangga bersungut-sungut seraya meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum Darah
AçãoSerial ke 135. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.