HARRY POTTER DAN DRACO MALFOY TERTANGKAP BASAH SEDANG CIUMAN DI KORIDOR LANTAI LIMA
Sekiranya itulah hal yang pertama kali Harry lihat setelah turun dari kamarnya di Rabu pagi yang cerah ini. Ditempel di mading Ruang Rekreasi, ditulis besar-besar di atas perkamen dengan tinta hitam tebal.
Harry tidak tahu bajingan mana yang menulis pengumuman kurang ajar ini.
Tapi daripada memikirkan siapa yang menyebarnya, Harry akan mendatangi Malfoy terlebih dahulu. Dialah akar dari semua permasalahan ini.
Semalam mereka berbincang di tempat terbuka. Wajar saja jika ada yang melihat, bahkan Peeves atau Nick Si-Kepala-Nyaris-Putus pun bisa saja memergokinya. Dan jika saja Malfoy bisa menahan diri untuk tidak menciumnya, Harry tak akan mendapat tatapan anak Gryffindor yang menurutnya menyebalkan itu.
Mengabaikan teriakan Ron dan menepis tangan Fred dan George yang menghadangnya sambil mencolek-colek pipinya, Harry keluar dari Ruang Rekreasi Gryffindor dan sedikit mendapat cacian dari Nyonya Gemuk karena Harry mengayunkan lukisannya dengan kasar.
Aula Besar penuh dengan dengungan murid-murid Hogwarts. Dan kini Harry yakin bahwa Snape yang tinggalnya di gua bawah tanah pun sudah tahu berita ini.
Dengan amarah yang sudah di ubun-ubun, Harry mendatangi meja Slytherin yang penghuninya langsung menunjuk-nunjuknya. Sepenuhnya ia mengabaikan Parkinson yang sedang mengikik geli dan Nott yang sedang bersiul nakal, dan anak kelas satu yang dengan polosnya mengatakan, "Wajah Potter merah sekali, pasti berita itu benar."
Hell, wajah Harry memerah karena amarah, bukan berarti hanya dengan rona merah di wajahnya ia mengiyakan rumor itu.
Well, rumor itu memang benar, tapi Harry tak mau mengakuinya. Tidak. Itu akan semakin sulit untuk menyadarkan Malfoy di mana letak kesalahannya.
Ia mencengkram jubah Malfoy yang sedang meminum Morning Tea-nya dan menyeretnya keluar Aula Besar. Tak peduli jika teh itu tumpah dan mengotori baju si pewaris Malfoy, tak peduli bahwa kini semua orang memandangnya penasaran, tak peduli dengan kerlingan mata Dumbledore di balik kacamata setengah-bulannya.
Harry membawanya ke pinggiran Hutan Terlarang. Setidaknya hanya tempat itulah yang sepi pengunjung di pagi hari ini, meski ia bisa melihat Hagrid yang sedang melakukan peregangan otot.
"Siapa yang memulai semua ini?" tanya Harry langsung pada poinnya. Ia melihat Malfoy mengangkat satu alisnya. Harry menghela napas. "Siapa yang memulai gosip-gosip itu?"
Kini alis Malfoy terangkat lebih tinggi. "Gosip apanya? Bukankah itu benar?"
Harry mengerang. "Ya memang benar! Tapi aku tak ingin orang-orang tahu hubungan kita!"
"Kenapa?"
"Karena kita berdua adalah lelaki, Malfoy! Orang-orang akan memandang kita dengan aneh! Aku tak mau dipandang aneh! Tidak lagi!" Harry menurunkan pandangannya agar tak melihat kelabu Malfoy.
Sudah cukup dirinya dibilang aneh oleh keluarga Dursley, ia tak ingin semua orang juga berpikiran seperti itu. Ia hanya ingin hidup normal tanpa pandangan miring dari orang lain. Harry tak mempersalahkan orientasi seksualnya, hanya saja untuk masalah speak up ke publik, Harry agak ragu dan takut dengan julukan freak, faggot, dan semacamnya.
"Itukah yang kau khawatirkan?" tanya Malfoy datar. Harry mendongak. "Takut dengan pandangan orang?"
Harry memandang kelabu Malfoy. Kini ia tak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya. Ia mau berkencan dengan Malfoy hanya untuk menyadarkan si pirang itu bahwa kisah benci menjadi cinta hanyalah sebuah omong kosong. Tapi sepertinya Malfoy tak akan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Admiring The Night [Drarry] ✓
FanfictionSudah empat tahun ini Malfoy mengejek, menghina, mencaci maki Harry dan tiba-tiba dia mengajak Harry berkencan? Harry yakin ada sesuatu yang salah dengan Malfoy, karena Harry tak percaya bahwa kisah "benci menjadi cinta" itu benar adanya. Dan darip...