7. We're Simply Meant To Be

8.7K 1.2K 137
                                    

Dengan jubah Slytherin yang masih dipakai, punggungnya ia sandarkan pada tembok bebatuan, tangannya dilipat di depan dada. Pose yang identik dengan menunggu seseorang. Lima menit lagi dirinya akan bertemu dengan Harry.

Ia sudah meminta saran pada Pansy, Blaise, dan Theo untuk ide kencannya dengan Harry. Ia tidak mengatakan dengan siapa ia akan kencan pada Blaise dan Theo, mereka terlihat tak peduli. Tapi karena Pansy sudah tahu hubungannya dengan Harry, maka cewek itu berkata bahwa sedikit cumbuan panas sama sekali tidak masalah. Jelas Draco menolak mentah-mentah ide itu.

Lalu Blaise menyarankan untuk berkencan di perpustakaan, membaca buku dan lain-lain, namun Draco juga menolaknya. Harry tak suka membaca. Dan Theo, dia malah menyuruh Draco untuk mengajak teman kencannya ke Malfoy Manor. Oh, tidak, terima kasih banyak.

Persetan dengan teman-temannya. Tidak ada yang benar. Mungkin saran Blaise yang paling waras, tapi tetap saja Draco tak setuju. Dan inilah pilihannya. Menyuruhnya datang ke Menara Astronomi adalah kencan pertamanya dengan Harry. Makan siang dan malam di Ruang Kebutuhan tidak disebut kencan. Itu hanya mengobrol biasa, Draco tak ingin menyebutnya kencan.

Bunyi gemeresik terdengar dan sebuah kepala muncul di depan Draco, membuatnya terlonjak kaget. Disusul dengan tubuh yang lebih pendek darinya mulai terlihat.

"Apa aku terlambat?"

Berusaha bangun dari keterkejutannya Draco mengangkat tangan kirinya untuk melihat arloji. "Kau tepat waktu."

Harry menghela napas, lalu menggulung kain yang tadi dipakainya.

"Apa itu?" tanya Draco, dagunya menunjuk kain itu.

"Jubah Gaib. Profesor Dumbledore yang memberikannya padaku saat Natal di tahun pertamaku dulu. Sirius bilang ini milik ayahku--secara teknis-- tapi karena sering digunakan Marauders untuk menyelinap di jam malam maka ini milik mereka," jelas Harry, yang hanya dihadiahi kerutan di kening Draco.

"Apa itu Marauders?"

Harry terbengong sebentar sebelum tertawa pelan. "Itu geng ayahku yang sering berbuat onar di Hogwarts. Anggotanya ayahku, Sirius, Remus, dan Peter." Draco mengernyitkan keningnya, merasa familiar dengan nama itu. Harry buru-buru menambahkan, "Peter Pettigrew, yeah. Tikus kecil yang mengkhianati ayahku dan mengkambinghitamkan Sirius atas kesalahan yang Sirius tidak lakukan sama sekali."

Draco mengangguk-angguk paham, lalu ia kembali mengernyit. "Kau bilang Remus? Profesor Lupin? Berbuat onar?"

Harry tersenyum, seakan itu sudah kesekian kalinya orang-orang bertanya hal yang sama. "Aku sendiri pun kaget, tapi, yeah, terkadang Remus ikut terkena nakalnya. Untungnya dia bisa menjadi pengendali mereka bertiga kalau mereka sudah kelewat batas."

Draco tidak pernah mendengar kalau geng pamannya punya benda semacam itu. Namun ia tahu kalau Sirius memang pembuat onar paling handal di zamannya (Narcissa menceritakannya saat ia --dengan pandangan kosong-- berbicara bagaimana ia merindukan keluarganya yang dulu).

"Umm, apa yang ingin kau tunjukkan?"

Oh, Draco baru ingat. Ia berdeham sebelum berkata, "Ikut aku." Merapal mantra Lumos dan berjalan mendahului Harry. Draco mendengar Harry juga merapal mantra yang sama, hingga penerangan terlihat lebih cerah sekarang.

Meski sudah menyalakan dua Lumos, entah kenapa bisa-bisanya Harry tetap tersandung. Draco buru-buru memegangi lengan Harry agar pemuda itu tak terjatuh. Mungkin Harry tidak melihat ke bawah sehingga dia salah pijak dan akhirnya hampir terjatuh.

Draco membuka pintu kelas Astronomi dan langsung disambut oleh udara dingin malam hari. Ia menolehkan kepalanya ke belakang, dan memutar bola matanya saat menemukan Harry memeluk dirinya sendiri. Ia melepas dasi Slytherin-nya dan mentransfigurasinya menjadi jubah tebal. Ia tak mau merelakan jubahnya untuk dipakaikan pada Harry. Ia pun kedinginan, jadi ia tak mau mati kedinginan hanya karena ingin dianggap pahlawan oleh Harry.

Admiring The Night [Drarry] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang