Love has no form and no rules. No one can define any requirements except the two people who love each other - Kao, Dark Blue Kiss
•
Harry berdiri di sana, menunggu Ron dan Hermione yang sedang dipanggil ke kelas Transfigurasi oleh McGonagall. Terlihat dari ujung koridor, Draco dan kawan-kawannya sedang berjalan menuju ke arahnya. Ah, bukan, mereka berjalan menuju pintu gerbang utama untuk pergi ke Hogsmeade.
Harry meliriknya sedikit, dan berakhir menatapnya sampai ia hanya berjarak beberapa langkah darinya. Dan demi Godric, saat pria itu menatapnya balik, Harry merasa ada sepercik rasa girang di dadanya. Namun saat Draco mengalihkan pandangannya, Harry sadar ia sama sekali tidak menginginkan semuanya berakhir seperti ini.
"Harry? Tidak ke Hogsmeade?"
Harry menoleh, sedikit tersentak, ternyata Remus sedang menghampirinya.
"Aku sedang menunggu Ron dan Hermione. Mereka ada urusan sebentar dengan Profesor McGonagall," jawabnya lesu.
Remus mengernyit, menempelkan punggung tangannya pada kening Harry. "Kau sakit?"
Harry menggeleng ragu, masih bingung. "Tidak."
"Lalu kenapa kau terlihat lemas?"
Hembusan napas berhasil dibuang oleh Harry. Ia tak mau Remus tahu masalahnya dengan Draco. Ia takut Remus akan mengadu pada Sirius. Namun Harry sadar, Hermione saja tidak cukup. Ia butuh saran lebih.
"Remus, aku melakukan sebuah kesalahan."
Satu alis Remus terangkat. "Kalau begitu kau harus meminta maaf, kan?"
Sejak ia pindah ke Grimmauld Place No. 12, Remus selalu mengajarinya untuk meminta maaf jika Harry melakukan kesalahan, atau saat seseorang melakukan kesalahan padanya. Tapi untuk kasus ini, bagaimana caranya?
Harry mengangguk pelan. "Tapi aku takut orang-orang memandangku aneh," cicitnya, namun ia yakin Remus masih bisa mendengarnya.
Lima detik hanya diisi keheningan yang keras. Harry tak berani menatap Remus, biarlah Remus sendiri yang menerka-nerka apa yang sedang Harry bicarakan.
Remus berdeham, memegang kedua pundak Harry. "Harry, dengarkan aku. Aku sudah bilang aku tidak masalah dengan hubunganmu dan Draco, Sirius pun begitu. Tadi pagi dia mengirimiku surat, katanya dia sama sekali tidak marah padamu, dan dia ingin kau mengiriminya surat hari ini. Ron dan Hermione, bahkan keluarga Weasley pun tak masalah, kan? Lihat? Banyak yang mendukungmu. Lucius Malfoy hanyalah masalah kecil, orang-orang sok tahu itu juga sama sekali tidak ada bandingannya dengan kebahagiaanmu. Pedulikan dirimu sendiri, Harry. Sudah cukup dengan peran Pahlawan Dunia Sihir-nya. Label itu sama sekali tak ada hubungannya dengan orientasi seksualmu, begitu pula dengan gelar bangsawan yang disandang keluarga Malfoy. Orang-orang itu hanya penasaran. Toh, kalau ada berita baru yang lebih menghebohkan, mereka akan lupa."
Harry menggigit bibirnya kuat-kuat. "Tapi mereka belum tahu bahwa aku berkencan dengan Draco. Mereka belum tahu orientasi seksualku."
"Dan aku yakin Draco tak akan membiarkanmu melewati ini semua sendirian."
Satu tembakan berat melesat ke ulu hatinya. Harry merasa dunianya berputar, matanya mengabur, tak lagi fokus pada Remus. Otaknya kembali pada ingatan di Ruang Kebutuhan. Ingatan di mana ia merasa nyaman; merasa di rumah. Ingatan di mana Draco mengatakan bahwa ia akan menangani semuanya jika ayahnya tahu. Ingatan di mana-
"We can do this together."
-ia merasa dicintai. Dicintai dengan tulus, hingga api di perapian padam karena tak bisa bersaing dengan hangatnya pelukan Draco.
KAMU SEDANG MEMBACA
Admiring The Night [Drarry] ✓
FanfictionSudah empat tahun ini Malfoy mengejek, menghina, mencaci maki Harry dan tiba-tiba dia mengajak Harry berkencan? Harry yakin ada sesuatu yang salah dengan Malfoy, karena Harry tak percaya bahwa kisah "benci menjadi cinta" itu benar adanya. Dan darip...