1. Awal

605 80 20
                                    

Dari dulu aku tidak pernah merasa menyesal dalam waktu yang selama ini. Aku pernah menyesal memilih antara mobil atau motor, dan bodohnya aku memilih mobil sehingga aku harus meminjam motor Kakak Laknatku untuk balapan.

Penyesalan itu tak bertahan lama. Karena seterusnya, aku bisa membeli motorku sendiri dengan hasil uang saku yang selalu diberikan Papah. Aku sampai tidak jajan selama dua bulan lebih demi mengumpulkan uang untuk membeli motor itu.

Tapi sekarang ... entahlah. Aku seperti menyesali keputusanku untuk bertahan di sini. Maksudku, menyelamatkan dunia orang lain dengan mempertaruhkan nyawa sendiri. Bukankah itu sama saja dengan bunuh diri? Kenapa aku tidak mati saja sekalian di sini?

Kutarik kata-kataku waktu itu bahwa aku beruntung ada di sini berkat Allysha sialan itu. Nyatanya, aku berubah pikiran. Dasar keparat dia! Menarik gadis tak berdosa sepertiku dalam pertarungan tak berujung ini.

Aku tahu aku ini orang yang kasar, pemberontak, suka mengumpat, dan banyak lagi sifat burukku yang keluar. Jika dikatakan ini adalah karma atas sifatku kepada orang lain selama ini ... bukankah karma ini terlalu kejam?

Aku hanya mengatai mereka, mengumpati mereka, dan mengerjai mereka. Tapi kenapa karma membalasnya dengan nyawaku yang dipertaruhkan begini?

"Tidak perlu kesal begitu. Kamu akan baik-baik saja," celetuk orang di depanku.

Uh, sial! Pikiranku terbaca.

Dia terkekeh pelan. "Makanya, jangan berpikir saat di dekatku," katanya dengan enteng.

Cana Cancer namanya. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa membaca pikiran orang lain di antara sebelas anak lainnya, termasuk aku. Aku hanya bisa membaca perasaan, bukan pikiran.

Apa tadi katanya? Jangan berpikir saat di dekatnya? Hei, siapa juga yang mau di dekatnya? Aku yang duduk di sini lebih dulu. Dia yang tiba-tiba muncul di saat aku sedang melamun begini.

"Baiklah, aku salah. Tapi kau juga salah karena terus-terusan berpikir," jawabnya tidak mau disalahkan.

Ah, lelaki itu! Apa semua orang di Bintang Cancer bisa membaca pikiran? Kalau iya, aku tidak mau ke sana! Kalau pun suruh berpetualang ke sana, aku tidak akan ikut!

Dia mengambil sate ikan, dan membakarnya di depanku. Aku dan dia memang dekat, duduk saling berhadapan, tapi ada api ungggun di depan kami sebagai penengah. Beruntung sekali ada api unggun. Kalau tidak, aku sudah menghabisinya sekarang juga.

Dia terkekeh pelan. "Hanya keluarga bangsawan yang bisa membaca pikiran, yang lainnya tidak." Dia menjeda sebentar. "Kalau kamu menghabisiku, kamu tidak akan bisa kembali ke bumi, Fia."

Blablablabla, berisik sekali Anda.

"Kamu seperti orang gila, Cana. Berbicara pada orang yang dari tadi diam saja. Itu bukanlah hal yang wajar."

Aku menoleh ke samping. Ke arah perempuan yang berbicara sambil berkacak pinggang. Tanpa sengaja, aku menatap ke arah matanya. Mata emerald  itu menatap Cana dengan tatapan meremehkan.

Claretta Taurus, gadis cantik yang begitu arogan namun sabar. Ketika pertama kali aku bertemu dengannya, mata emerald  itu tidak ada berhentinya menatapku dengan tatapan mengintimidasi.

Meskipun begitu, aku jadi menyukainya. Warna hijau tua yang tampak berkilau itu membuatku tertarik melihatnya. Aku ingin memiliki mata seperti itu.

"Katanya Fia ingin mata daunmu," sahut Cana tanpa beban.

Aku memejamkan mataku. Menahan diriku untuk tidak memotong lehernya sekarang juga.

Claretta mengangguk. "Aku tahu."

Twelve ZodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang