Shutthhhh ...
Jleb ...
"ARRGHH!"
Apa itu? Apa itu tadi?
Aku refleks langsung membuka mataku. Melihat minotaur itu terbaring dengan anak panah yang menancap di jantungnya. Eh, anak panah?
Aku menoleh ke sekitar, dan menemukan Archie berada jauh sekali dariku. Dia sedang sibuk memanah minotaur itu dengan panah yang dialiri kekuatannya dari jarak dekat.
Di saat begitu, tidak mungkin 'kan dia menyelamatkanku?
"Fia, awas!"
Aku segera menarik pedangku dari sarungnya, dan langsung berputar ke belakang dengan mengayunkan pedang sedikit ke bawah. Seketika, bagian tubuh minotaur dari kepala sampai daerah paha jadi menggelinding dengan mengeluarkan sebagian darah hitamnya.
Ewh!
Sebagian kecil kaki minotaur itu jatuh tepat di depan kakiku. Dia mengeluarkan darah hitam yang begitu banyak sampai ke bagian bawah sepatu botku. Jorok sekali.
Tak mau menyia-nyiakan waktu, aku membantu yang lain melawan minotaur ini. Aku membantu Feliza yang sedang dikepung enam minotaur sekaligus.
Monster itu gila. Mainnya keroyokan begitu. Apalagi itu perempuan. Melihat Feliza yang kesulitan dengan lawannya, aku langsung berlari menuju salah satu minotaur dan membelah tubuhnya di bagian perut.
Percayalah, itu tidak sengaja kulakukan. Para minotaur itu tinggi sekali. Sulit untuk mengayunkan pedang sederajat dengan kepala ataupun lehernya. Ditambah lagi dengan adanya kapak besar itu. Bisa-bisa nyawaku melayang lebih dulu sebelum membunuhnya.
Kali ini, tiga minotaur yang tadinya mengepung Feliza, malah mulai berbalik mengepungku. Salah satunya mulai menghunuskan kapaknya ke arahku. Bersiap membelah kepalaku.
Traangg ...
Aku menahan kapak itu dengan pedangku. Sial! Monster ini kuat sekali. Segera aku langsung menyerang minotaur itu dengan taktik cerdasku. Menyerangnya dengan mengelabui gerakanku. Bersiap menyerang dari sisi kanan, dan langsung menuju menyerang sisi yang sebenarnya, yaitu sisi kiri.
Ya, kecepatan itu sangat penting untuk taktik yang seperti ini. Apalagi monster itu makhluk yang memiliki otak, tapi tidak pernah digunakan. Jelas akan lebih mudah mengelabuinya, kecuali pemimpinnya.
Senior bilang, meskipun para monster itu—ekhem, aku mau bilang 'bodoh' tapi kata Flory itu tidak sopan—sangat kurang pintar, namun mereka sangat tepat dalam memilih pemimpin yang cerdas.
Aku tidak tahu bagaimana para monster itu memilihnya, namun ada beberapa yang bilang kalau sebagian para monster itu memilih pemimpin berdasarkan keturunannya, karena hanya keturunannya yang mewarisi sisi cerdas itu.
Ah, aku kalau menjadi salah satu dari monster itu, sudah pasti aku yang akan menjadi ketuanya. Senior juga bilang, kalau pemimpin monster itu akan memiliki kehidupan yang sangat terjamin akan terpenuhi.
Pemimpin itu akan diperlakukan layaknya seorang raja. Yang menariknya lagi, tidak ada saingan dalam menjadi pemimpin. Karena para monster itu sebenarnya tidak memiliki sifat rakus ataupun licik. Mereka hanya akan menuruti perintah pemimpinnya.
Pemimpinnya juga tidak pernah memanfaatkan bawahannya. Kalau seperti ini, bukankah rasanya makhluk berjenis 'monster' ini lebih baik daripada manusia?
"Kau seperti iblis, Fia," kata Everly blak-blakan karena melihatku membunuh minotaur ini dengan membelah salah satu bagian tubuhnya.
Ohoo, aku anggap itu pujian ya, dasar sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Twelve Zodiac
FantasyDari dulu aku tidak pernah percaya dengan zodiak. Aku selalu mengabaikan jika teman-temanku mulai membahas zodiak mereka. Namun sekarang, aku harus terjebak di sini. Bersama sebelas anak lainnya, aku ditugaskan untuk bersama mereka. Aku tidak tahu...