"Fia, jangan tertawa sebelum aku mengatakan ini!" titah Cana menatap tajam padaku.
Aku hanya mengangguk pelan. "Tergantung," jawabku.
"Kau tadi sudah mengangguk, Fia," protesnya.
"Iya, iya! Ada apa?" tanyaku pasrah.
Dia tiba-tiba saja menyentuh kedua bahuku. "Kita pasti kembali, Fia! Itu pasti! Kau jangan khawatir!" seru Cana dengan penuh keyakinan.
Aku merapatkan bibir menahan tawaku. Tidak menyangka Cana bisa mengatakan hal konyol semacam ini. Ya, aku tahu niatnya itu ingin membuatku tenang. Tapi tetap saja aku masih tidak menyangka.
"Kubilang jangan tertawa!" omelnya kesal.
Daging rusa yang kubakar sudah matang. Aku langsung menyodorkannya ke mulut Cana. "Makan saja yang banyak, besok kita akan bepergian jauh," kataku lalu mengambil daging rusa yang satunya dan membakarnya.
"Hei, aku serius!" sahut Cana.
"Iya, aku tahu," jawabku.
Sejak aku melamun beberapa saat lalu, mereka langsung khawatir padaku. Aku akan merasa wajar jika mereka khawatir padaku. Namun untuk Archie dan Cana ... mustahil rasanya jika mereka begitu.
Tapi Cana barusan menunjukkannya padaku. Wah, apa air sudah bisa berubah menjadi api sekarang?
Selesai. Aku sudah selesai membakar dagingnya. Sebenarnya akan sangat mudah jika Bertha yang melakukannya. Tapi tiba-tiba gadis itu tidur dengan enaknya. Aku yakin dia pura-pura tidur.
Aku membawa setumpuk daging ini, dibantu oleh Cana di sampingku. Kami segera melahapnya dengan cepat.
"Fia, kau baik-baik saja?" tanya Aaron. Aku hanya tersenyum sebagai balasan. Mereka terlalu berlebihan hanya sekedar mengkhawatirkanku.
"Apa Quella sudah bisa melakukannya?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Quella menggeleng lesu. "Kurasa aku memang tidak bisa melakukannya," lirih Quella.
Novarel langsung merangkulnya dari samping. "Ayolah, Quella! Kamu pasti bisa melakukannya! Kita masih punya seminggu lagi untuk sampai ke tempat itu. Jadi kau memiliki banyak waktu untuk belajar!" seru Novarel menyemangatinya.
Setelah itu, kami terus berbincang sepuasnya. Tak terasa daging rusa itu kini telah habis seperti menghilang entah ke mana.
Everly segera membereskan sisa-sisa makanan. Aku berlari kecil menghampirinya untuk membantu. Everly berjalan menjauh dari pemukiman yang kami buat. Aku mengikutinya dari belakang.
Tiba-tiba saja setelah dia membuang semua sisa makanan itu, dia menatapku dingin. Aku menautkan alis bingung padanya.
Apa? Kenapa? Ada apa? Apa aku berbuat salah?
"Hadapilah kenyataan. Jangan biarkan masa lalu melahapmu," sindirnya dengan tatapan sinis lalu berjalan pergi begitu saja.
Aku terdiam mematung di tempat. Waw ... sarkas sekali. Dia pintar juga ya dalam menyindir. Tapi, pernahkah dia berpikir kalau mengatakan itu sangat berdampak padaku?
Aku berjalan kembali ke pemukiman kami. Baru saja sampai, aku ditampar oleh kenyataan yang sangat tidak mengenakan.
"Aku yakin kalian lelah karena terus bergiliran jaga," kata Aaron. "Namun, di sini aku tidak merasakan bahaya sampai sepuluh kilo meter ke depan. Jadi, kita bisa tidur di atas pohon tanpa harus ada yang berjaga," jelas Aaron.
Kudengar yang lain langsung bersorak senang. Tentu saja, siapa yang tidak senang akhirnya bisa tertidur lelap setelah berhari-hari kurang tidur? Ditambah lagi kami terus melawan monster.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twelve Zodiac
FantasyDari dulu aku tidak pernah percaya dengan zodiak. Aku selalu mengabaikan jika teman-temanku mulai membahas zodiak mereka. Namun sekarang, aku harus terjebak di sini. Bersama sebelas anak lainnya, aku ditugaskan untuk bersama mereka. Aku tidak tahu...