Flashback
⏪Beberapa jam sebelumnya."Sudah selesai sarapan? Kenapa sangat sedikit Tzu-ya?"
"Eomma, aku bersumpah masakanmu luarrr biasa enak! Aku tidak memakannya bukan karena aku ingin muntah setiap aku memasukannya kedalam mulutku. Anakmu ini hanya sedang terburu-buru karena tadi bangun terlalu siang." Oceh Tzuyu yang saat ini sibuk memeriksa kembali isi tasnya.
Kim Miyeon menggelengkan kepala karena tingkah anak satu-satunya itu. Dia menghampiri Tzuyu kemudian mengambil piring berisi sarapan Tzuyu dari meja.
"Tzu-ya, paling tidak tiga suap lagi--"
"Tidak bisa. Sudah ya eomma, Tzuyu berangkat!" Potong Tzuyu.
Dia bahkan memakai sepatunya sambil berlari, membuat Miyeon khawatir sendiri melihatnya.
"Tzu-ya! Hati-hati dijalan!"
•••
•Tzuyu pov•
Namaku Chou Tzuyu, lahir di Taiwan pada 14 Juni 1999. Masih sangat muda kan? Oh tentu, sangat. Karena aku sekarang baru duduk di bangku kelas tiga SMA, dan di tahun ini umurku barusaja menginjak 18 tahun umur korea. Itu artinya, 17 tahun internasional.Aku pindah ke negara ini saat umurku baru menginjak 10 tahun. Alasannya? Karena eomma dan appa-ku bercerai, itu saja. Eomma bilang appa sudah meninggal, tapi sebelum aku melihat sendiri kuburannya di Taiwan, aku tidak akan percaya.
"Syukurlah belum ditutup." Ucapku lega saat aku berhasil masuk ke area sekolah tiga menit sebelum gerbang sekolah ditutup.
"Tiang listrik!"
Ah, aku tau siapa yang barusaja berteriak.
"Oh. Hai, lampu taman." Ucapku saat orang yang barusaja memanggilku 'tiang listrik' menampakan wajahnya tepat di depanku.
"Hei! Kau jahat memanggilku lampu taman."
Aku hanya mengendikkan bahu tidak peduli kemudian berjalan mendahului Chaeyoung, teman sekelas sekaligus sebangku ku.
Son Chaeyoung, dia itu cantik, lucu, juga ceria. Tipe teman yang akan membuat siapapun nyaman bercerita padanya, juga senang berada disekitarnya meski terkadang lebih banyak menyebalkannya. Yang paling penting tentang dirinya yang aku tau adalah, dia lebih pendek dariku dan aku lebih tinggi darinya.
Beberapa senyuman menyambutku saat aku baru melangkah kedalam kelas. Wajar saja, karena aku yang murah senyum juga... Wajah cantikku? Ah, entahlah. Tapi katanya, mereka yang tidak berniat tersenyum kepadaku-pun akan merasa terhipnotis dan secara tidak sadar malah membalas senyumku.
Sebelum aku masuk ke kelas, lagi-lagi aku terdiam sejenak saat melihat tulisan yang terpampang di depan kelas.
'Ah, tingkat tiga.'
Aku kembali menghela nafas pelan, sepertinya hal ini secara tidak sadar sudah menjadi rutinitas pagi ku. Menatap kelasku selama beberapa saat, kemudian menghela nafas karena tidak percaya aku bisa sampai kesini.
Sekitar lima bulan lalu, saat aku baru menginjakkan kaki di kelasku ini, aku bahkan merasa bermimpi. Tingkat tiga SMA, siapa sangka aku bisa sampai disini? Aku sempat mengira jika sekolahku akan berakhir di tengah semester atau lebih parah hanya sampai lulus SMP. Tapi syukurlah hal itu tidak terjadi karena eomma yang bekerja sangat keras untuk membiayai sekolahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[••CHANGE••]
PertualanganJeon Ahra hanya ingin ayah dan ibunya berhenti bertengkar dan berhenti mengucapkan kata 'berpisah'. Jika ia diberi satu saja kesempatan, maka Ahra hanya ingin mengubah satu hal. Yaitu membuat ayah dan ibunya saling menyayangi seperti ia menyayangi m...