GAK tahu kenapa, Chanyeol, yang sekarang udah kehitung 8 setengah tahun temenan sama Wendy dari kelas 3 SD, baru-baru ini kepikiran.
Hatinya, kok, acak-acakan, ya, kalau ada di deket Wendy?
Kok, Wendy jadi kelihatan paling terang, ya, daripada cewek-cewek lain di sekolahnya?
Sama mantan—yang sekarang jadi temen curhatnya, Seulgi, Chanyeol juga nanya. Eh, malah dijawab begini: "Itu mah, lo suka, kali."
"Gak mungkin!" sangkal Chanyeol menggebu-gebu. "Gue udah delapan tahun kenal dia, masa, baru sekarang ngerasa sukanya?"
Seulgi cuma kedik bahu gak peduli. Ngapain juga, dia repot mikirin masalah hati mantannya? Kayak gak ada kerjaan lain aja.
Eh, tapi, apa omongan Seulgi waktu itu memang bener, ya?
Chanyeol serasa baru sadar kalau tindak tanduk Wendy itu sempurna banget. Sikapnya sopan, suka menolong orang lain. Gak pelit–hatinya baik.
Meski, gak tahu kenapa, sikap Wendy beda kalau lagi sama Chanyeol doang. Di depan semua orang, Wendy kayak malaikat turun dari langit.
Kalau cuma berdua sama Chanyeol, Wendy udah kayak singa galak yang siap menelan Chanyeol bulat-bulat.
Chanyeol selalu berpikir positif, mungkin, itu karena Wendy terlalu terbiasa sama dia.
Apa jangan-jangan, Wendy memang gak punya interest sama sekali ke Chanyeol?
Sambil nungguin Wendy, dia manasin motor. Mulutnya komat-kamit sendiri di parkiran.
"Ayo, pulang, Chan." Gak ada sapa, Wendy langsung julurin tangan buat minta helmnya. "Mana helm gue?"
Kebiasaan pulang bareng, tapi, kali ini, ada yang gak biasa. Pas Wendy samperin, Chanyeol tingkahnya jadi aneh sendiri karena habis mikirin soal Wendy.
"Lah, kenapa sih, lo?" tanya Wendy mengangkat dagu. "Tipes?"
"Enak aja," bantah Chanyeol sambil naikin motor Vespa-nya. Tangannya ngasih helm motor yang udah disiapin dari tadi. "Ayo, buruan. Bisa tipes beneran gue, kalau deket lo terus."
"Maaaksud looo?" Ada nada mengejek dalam dua kata tersebut. Wendy memasang helmnya dengan cepat. "Gak hari ini, gak kemaren, lo suka gak jelas. Kasihan gue sama ibu lo, kayaknya salah ngelahirin anak."
"Sembarangan!"
Di sepanjang jalan, Chanyeol diem aja. Padahal, biasanya dia ngoceh terus. Jantungnya lagi deg-degan banget karena kepikiran buat nembak Wendy, saat ini juga.
Sesekali, matanya ngintip wajah Wendy yang nyembul di spion motornya.
Duh, cantik banget. Takut gak fokus, terus tiba-tiba nabrak.
Gimana kalau Chanyeol bilang gini aja, "Wen, jadi pacar gue, ya? Kalau gak mau, tolong turun dari motor gue."
Bisa-bisa, kepalanya ditakol habis-habisan sama cewek itu.
Atau, "Wen, bosen gak sih lo, temenan terus? Cobain pacaran, yuk?"
Hah? Emangnya pacaran itu makanan apaan, kok dicoba-cobain? Jangan ngaco, Chanyeol!
Eh, bentar. Tapi, aneh gak sih, nembak cewek di atas motor?
Hm... gak jadi deh. Besok aja.
<ʷnͬoͥtͭeͤʳˢ>
Halo, ini bakal jadi serial cerita ringan (400-600 kata per chapter). Di lapak sebelah aku lagi buntu, jadi ke sini dulu, buat tulis-tulis nyaman. Hehe.
Jangan sebel kalau udah baca panjang-panjang–eh, gak nemu konflik rumit. Inget, atuh, ini cerita ringan!
Semoga kalian suka!
Salam sayang. <3
(Update setiap hari Rabu dan Jumat ya.)
KAMU SEDANG MEMBACA
13 Kali
FanfictionTotalnya: 13 kali Chanyeol nembak Wendy. Berulang kali ditolak, tapi, selamanya: Chanyeol gak mau nyerah. // fanfiksi. | non-baku (lighthearted: vol. 03) © 2020 nebulusventus ㅤㅤ『 B O N U S 』 + 3 after ending story