TIN!
Jantung Wendy mau copot. Hampir aja dia terjun bebas ke rerumputan dekat selokan gara-gara diklakson.
Udah siap-siap marah gede, niatnya langsung diurungkan, matanya malah membesar kaget disertai senang.
Pasalnya, orang yang barusan pencet klakson adalah Chanyeol.
"Mau ke mana, sih, Neng?" canda cowok itu sambil ketawa. "Sendirian aja jalannya. Yuk, berangkat bareng."
"Elo sama si Brodi ini, udah sehat walafiat?" tanya Wendy dengan wajah ultragembira.
Kedua matanya melihat perban-perban tebal pada lengan Chanyeol yang sudah tinggal sisa sedikit, dan plester-plester pada wajahnya sudah tidak ada, meski kulitnya masih banyak lecet.
Brodi—Vespa biru pudar kesayangan Chanyeol, juga kelihatan seperti 3 hari yang lalu.
Dia langsung siap-siap mau loncat duduk di belakang Chanyeol.
Chanyeol ketawa patah-patah sampai kepalanya mendongak. Lalu, ia menatap Wendy. "Seneng amat, sih, Wen. Helmnya mana, coba?"
Wendy mengerjapkan mata, kemudian menepuk jidat. "Di rumah!"
Waktu Chanyeol ulurin tangan, mata Wendy langsung menyorot ke helm yang diberi oleh Chanyeol—yang ternyata udah digantung di gagang setir motornya sedari tadi. Cewek itu meninggikan alis.
"Lah, ini helm gue! Lo ke rumah gue, Chan?"
"Ya iyalah. Maksud gue, mau jemput elo. Eh, kata mama, lo udah jalan ke depan kompleks, mau naik ojek." Chanyeol tarik tangan Wendy pelan, supaya mendekat, habis itu, masang helm warna biru-putih tersebut di kepala Wendy. "Firasat gue, lo masih belum ke luar kompleks. Jadi, gue izin ke mama lo, buat ambil helm lo."
"So sweet banget, sih." Wendy berjalan lebih dekat pada Chanyeol, membiarkan jemari sahabatnya sibuk memasang kunci helmnya.
Chanyeol senyum. Ngelihat Wendy ber-mood bagus hari ini, bikin dia ketularan pengin senyum manis seharian.
Sengaja dilama-lamain, Chanyeol malah keterusan majuin muka dia ke arah Wendy. Tapi, cewek itu malah setia senyum-senyum aja sambil sesekali mengerjap mata.
Trak!
Eh, helm mereka saling mentok.
"Aduh," keluh Wendy seraya mengerutkan kening. "Hati-hati, dong."
Sontak, Chanyeol langsung menarik diri setelah tabrakan helm tersebut. Dengan gagap, dia bilang, "Ayo, naik. Buruan, nanti telat."
"Iya, iya."
Dua detik kemudian, Wendy sudah ada di belakang Chanyeol. Memeluknya erat tanpa tedeng aling-aling, hingga helmnya kembali bertabrakan. Kali ini, Wendy gak mengaduh.
Chanyeol senyum lebar di dalam helmnya. Sambil menjalankan motor, ia gak ragu bertanya, "Mood lo lagi bagus, ya, Wen?"
"Emang kenapa? Bukannya, setiap hari gue begini?"
"Biasanya, lo kayak macan."
"Sembarangan!"
Chanyeol cuma ketawa, waktu pukulan pelan dari Wendy mendarat di punggungnya.
"Hati-hati jalannya," ujar Wendy, ketika Chanyeol gak sengaja menarik gas sedikit lebih kencang.
"Iya, Wendy," sahut Chanyeol dengan suara tenang. "Gak usah panik."
"Jangan jatuh, jangan meninggal. Nanti, gue pusing!"
"Nanti, lo nangis-nangis lagi pas jenguk gue, kayak kemarin."
"Gak usah dibahas, dong."
Chanyeol ketawa habis dengar nada bicara Wendy yang tiba-tiba ngambek.
Cowok itu menatap jalanan dengan fokus, di tengah-tengah sunyi. Cuma ada suara angin bising yang terus nabrak-nabrak helm dan telinganya.
Tebersit lagi di pikirannya untuk menembak Wendy.
"Jadian, yuk, Wen."
Yang dibonceng, gak jawab.
"Wen? Jadian, yuk." Chanyeol nanya sekali lagi, buat mastiin cewek itu dengar.
Tetap aja, Wendy bergeming tanpa suara.
"Wen—"
Pas diintip dari spion motor, Chanyeol lihat dua mata Wendy terpejam selagi dia sandarin kepalanya di belakang Chanyeol.
"Yeh, malah tidur," gumam Chanyeol, tertawa lirih. "Ya, kalau lo bangun juga, pasti jawabnya 'gak mau', sih."
Padahal, dia gak tahu aja.
Di belakang punggungnya, Wendy lagi setengah mati dan setengah hidup nahan senyum.
<ʷnͬoͥtͭeͤʳˢ>
Ini adalah kalian dan aku ketika membaca dua paragraf terakhir:
KAMU SEDANG MEMBACA
13 Kali
FanfictionTotalnya: 13 kali Chanyeol nembak Wendy. Berulang kali ditolak, tapi, selamanya: Chanyeol gak mau nyerah. // fanfiksi. | non-baku (lighthearted: vol. 03) © 2020 nebulusventus ㅤㅤ『 B O N U S 』 + 3 after ending story