Seperti Dalam Film.

10 2 0
                                    

Memasuk jam pelajaran ke-tiga, saatnya tugas Alana yang mendapatkan jadwal piket hari ini harus meminjam beberapa buku paket PKN di perpustakaan. Sasa temannya yang selalu di sampingnya kemana pun Alana pergi kini tidak hadir menemaninya ke perpustakaan karena walas memanggilnya ke ruang guru. Hati Alana terus mendumel tidak jelas bisa terlihat dari raut wajahnya yang kesal karena Sasa tidak menemaninya, dan alhasil Alana harus membawa buku sebanyak jumlah siswa seorang diri.

Memasuki area perpustakaan terasa sekali dingin AC di ruangan tersebut menyebar luas menyambut kedatangan Alana, sesekali ia menggosokkan tangannya karena merasa dingin sekali. Ruangan yang sangat jarang dikunjungi oleh para murid ini benar-benar sepi sekarang, hanya ada beberapa guru yang terlihat sedang sibuk berkutik dengan leptopnya. Mata Alana menjelajah kakinya pun mulai melangkah memasuki lorong rak buku dimana kumpulan buku paket dengan kelompok mata pelajarannya masing-masing tersusun rapi di dalam rak. Akhirnya ia menemukan kumpulan buku paket yang sedang ia cari sedari tadi namun sayang buku itu nampaknya ada di bagian paling atas mau tidak mau Alana harus naik tangga untuk meraih nya, sungguh menyusahkan sekali.

Pintu perpustakaan berbunyi menandakan ada yang masuk lagi ke ruangan yang jarang dan bahkan tidak pernah dikunjungi ini. Seorang lelaki dengan tubuh tegapnya berjalan melewati guru pengawas yang bertugas untuk berjaga di perpustakaan.

"Alvi, tumben sekali kamu ke perpustakaan." Ucap guru pengawas.

"Mau pinjam buku Fisika, Pa." Ucap Alvi sopan namun terdengar agak datar.

"Oh ya Bapak lupa, kamu kan terpilih untuk ikut olimpiade Fisika tahun ini ya."

Alvi hanya diam tidak menanggapi, setelahnya ia berlalu dari hadapan guru tersebut dan mulai menyusuri lorong rak demi rak untuk mencari buku Fisika. Namun saat sampai disebuah lorong rak ia menemukan seorang gadis yang sedang bersusah payah mengambil sebuah buku dengan menggunakan tangga kecil. Tentu itu menjadi tontonan menarik untuk Alvi, ia memutuskan untuk melihat gadis itu dengan menyandarkan punggunya disebuah rak buku dengan tangan yang ia lipat di depan dada. Senyuman miring tercetak jelas di bibir nya, sesekali ia tertawa kecil melihat gadis ini kesusahan meraih buku-buku yang diinginkan karena tingginya yang tidak mumpuni. Alih-alih membantu justru Alvi terus menonton bagaikan sedang menonton televisi di rumah, ternyata karena merasa lelah Alana pun menyerah dan melihat ke arah samping dan terkejut karena ada Alvi di bawahnya.

"Lho kok ada Kak Alvi di sini?" Tanya Alana.

Alvi masih menatap gadis yang berkeringat karena kesusahan meraih buku-buku itu. "Kenapa? Memangnya gue gak boleh ke perpustakaan?" Alvi bertanya balik pada Alana.

"Ya gak gitu sih..." Alana sedikit tercengang karena ditanya balik. "Terus Kak Alvi ngapain di situ?" Lanjutnya.

"Liatin Lo."

Terkejut mungkin itu deskripsi yang pas untuk keadaan Alana saat ini. Alana tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa cowo se-menyebalkan seperti Alvi bisa bicara begitu jujur jika ditanya sesuatu, dan karena ucapannya itu Alvi berhasil membuat jantung Alana seakan berhenti saat itu juga.

"Apaan sih, udah sana jangan lihat aku. Lagi sibuk nih." perintah Alana ssmbari berusaha meraih buku dan memendam rasa malunya.

"Gak mau dibantu?"

Alana diam tidak menjawab, sudah cukup Alana tidak mau terlibat dengan Alvi lagi. Hanya untuk saat ini jangan sampai Alvi mengungkit tentang Alana yang menjadi babu nya, kalau mengingat hal itu rasanya Alana ingin mengorok leher Alvi saat itu juga. Namun, apalah daya seorang Alana hanya bisa menuruti permintaan nya agar tidak terlibat masalah lebih banyak lagi.

"Kesel deh, bukunya tinggi banget sih. Malah baru sedikit yang aku ambil, tahu gitu aku minta bantuan Kak Alvi." Ucap Alana pada diri sendiri.

Kaki Alana yang berjinjit sedikit demi sedikit mundur berusaha agar dapat meraih buku paket tersebut, namun karena tangga dan sepatunya yang licin alhasill....

"Ahhhkk." Teriak Alana sedikit tertahan agar tidak mengundang kebisingan.

Tubuhnya itu jatuh dari tangga dengan mata tertutup akan tetapi ia tidak merasakan begitu sakit seperti ada tubuh lain yang menopangnya. Perlahan ia buka matanya, ternyata ia sudah menindih tubuh Alvi, sedangkan yang ter-tindih cuek dan justru biasa saja. Bahkan Alvi melipat kedua tangannya dan meletakkan di kepala sebagai bantalan, menyaksikan setiap titik wajah Alana.

"Kak Alvi...."

"Shuutt." Jari telunjuk Alvi mendarat di bibir manis Alana dan menghentikan ucapan Alana. "Nikamati aja dulu momen ini." Alvi tersenyum simpul.

Melihat senyum Alvi seakan membangunkan semua bulu kuduk Alana, ia pun berdiri dari sana dan memalingkan tubuh membelakangi Alvi. Sedangkan Alvi merapihkan kembali seragam nya yang sedikit berantakan dan lecek, tangannya memutar tubuh Alana kuat. "Lo gak mau berterimakasih sama gue?"

Alana menunduk. "Makasih."

"Lihat mata gue!" Perintah Alvi.

Alana menggeleng kan kepalanya, kejadian tadi sudah berhasil membuatnya benar-benar malu sekali dan sekarang ia harus menyembunyikan rasa malu nya serta pipinya yang dapat ia rasakan memanas dan sudah pasti memerah.

Alvi melangkah sedikit lebih dekat dengan Alana. "Jadi lo gak mau lihat mata gue?"

Alana mundur sembari menunduk agar tidak terlalu dekat dengan Alvi.

"Lihat mata gue, baru gue akan terima ucapan terimakasih lo itu." Alvi memojokkan tubuh Alana, kedua tangannya menghadang menempel pada buku-buku yang tersusuh rapi di rak.

Sedangkan Alana masih tidak berani menatap wajah Alvi, jari Alvi akhirnya mengambil inisiatif mendongakkan kepala Alana dan mereka saling pandang saat ini.

"Kenapa lo gak mau natap gue?" Tanya Alvi lembut sembari mengusap keringat yang menetes di dahi Alana meski ruangan sudah begitu dingin, Alana masih mengeluarkan keringat mungkin karena kelelahan.

"Aku... Aku.... Aku..." Alana gugup ia manahan nafasnya beberapa detik lalu akhirnya membungkuk sedikit dan keluar dari zona yang dibuat Alvi.

Bahkan Alana langsung berlari begitu saja meninggalkan beberapa buku yang sudah ia ambil tadi, ia sudah tidak tahan dengan suasana tadi. Bukan hanya malu saja yang ia rasakan tapi jantungnya juga terus saja berdetak mengeluarkan suara irama keras, apakah Alvi dapat mendengarnya tadi? Sudahlah Alana tidak peduli yang penting saat ini ia ingin kembali ke kelas dan minum air untuk kembali menetralisir tubuhnya yang terasa sangat panas.

Jantung author dug dug dug sendiri bikin ceritanya, berasa jadi sih Alana hahahaha :) maap ya gaes.

Tunggu next Chapter sobat :) jangan lupa vomment nya :)

See you.

Jakarta, 30 Juli 2020

ALVIANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang