Pagi telah menampakkan rona nya. Aku terbangun diantara senandung para burung yang berada di dalam sangkar. Betapa bodoh nya pemilik burung itu, mereka memenjarakan makhluk Tuhan, hanya untuk kesenangan pribadinya!
Saat ini aku mencoba membangunkan ragaku yang berada diatas ranjang, sambil meregangkan otot-ototku dan mengucek-ngucek kedua mataku. Sisa-sisa mimpi buruk yang menyeramkan masih terbayang di antara pikiranku. "Ada bayang-bayang orde gendeng". Ah, itu semua hanyalah sebuah mimpi buruk yang tak sepatutnya terulang. Aku beranjak pergi menuju ke kamar mandi untuk membasuh wajahku agar memberikan kesadaran terhadap jiwaku.
"Aku pikir secangkir kopi hangat memberikan kenikmatan di pagi hari"
Langkah kaki membawaku pergi menuju dapur untuk menyeduh secangkir kopi. Setibahnya di table dapur, aku mencoba membuat secangkir kopi, layaknya seorang barista yang handal di dalam menyajikan secangkir kopi dengan penuh rasa. Setelah selesai menyeduh kopi, aku bergegas pergi meninggalkan dapur sambil membawa secangkir kopi yang telah aku buat.
Setelah sesampainya di teras. Aku menaruh kopi ku di atas meja dan menduduki bangku.
"Pagi yang cerah diantara hari libur ku. Ucapku sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.
Aku Lena seorang anak perempuan dari buah percintaan mamah dan papah di atas ranjang. Kini aku telah tumbuh dewasa, di balik usiaku yang berumur dua puluh lima tahun, Aku menyimpan duka dibalik senyumku yang selalu terlihat, aku hanya mencoba menyembunyikan lara di dalam hidupku agar tidak diketahui oleh banyak orang. Kedua orang tua ku telah bercerai, saat ini kerusakan batin masih menjadi sebuah kesedihan ku yang belum sirna.
Aku yang selalu membayangkan kehadiran sosok orang tua di antara kehadiran pagi, seperti halnya aku di buatkan sarapan dipagi hari dan melihat senyum diantara wajah kedua orang tua ku di antara meja makan sebelum memulai aktivitas ku di dunia yang fana ini!
Saat ini aku menepati rumah orang tua ku yang dulu pernah di belinya bersama. Tempat ini adalah permintaan keinginan ku yang aku minta untuk diriku sendiri, di karenakan aku yang tidak mau tinggal di antara papah dan mamah di dalam keluarga barunya yang sekarang. Aku hanya merasa nyaman tinggal di rumah ini yang di penuhi dengan sejarah hidupku, serta suasana pemukiman yang tidak terlalu ramai di daerah ini memberikan kesan ketenangan terhadap jiwaku.
Tiba-tiba bi ijah menyentak lamunan ku.
"mba lena sudah bangun toh, kenapa tidak meminta bibi untuk membuatkan kopi. Ucapnya dengan ramah
Bi ijah adalah babu di rumah ku. Bahkan aku sendiri pun menjadi babu di sebuah kantor. Bekerja di bawah tekanan bos dan selalu mengiakan perintahnya.
Tetapi kehadiran bi ijah bukan sekedar babu, beliau sudah aku anggap seperti keluarga ku sendiri, tentunya kehadiran bi ijah sangat membantu kehidupan ku, namun di balik usianya yang sudah tidak lagi muda, dia pun juga memiliki kesedihan layaknya para remaja. Anak laki-lakinya telah menikah dan meninggalkan bi ijah sendiri. Bahkan bi ijah pun tidak mengetahui dimana keberadaan anaknya saat ini.
"Iya gpp bi, kalo cuman membuat kopi, lena tidak perlu menyuruh bibi. Ucapku saat bi ijah berbicara denganku
"Ouh iya mba, hari ini mba mau di masakan apa, ucapnya bertanya kepada diriku.
"Apa saja bi, aku selalu mendapatkan kenikmatan akan makanan buatan bibi.
"Ouh yah sudah mba, bibi mau membeli sayur dulu yah.
"Iya bi! ucapku, sambil menghisap rokok.
Pagi ini langit begitu cerah. Tiba-tiba ponsel ku mendapatkan panggilan telpon.