"Bertahan! Han Seungwoo!" teriakkan sang pelatih teredam riuh rendahnya sorakan penonton. Di atas octagon Seungwoo memasang pagar kokoh dengan kedua tangannya di depan wajah dan kepalanya, tubuhnya setengah meringkuk meminimalisir rasa sakit tinjuan bertubi-tubi yang terus mendesak tubuhnya ke dinding ring. Kakinya bertahan sekuat tenaga menjaga tubuhnya tetap bertumpu pada kedua kakinya. Lawannya mencoba menangkap dan menjatuhkannya, tapi Seungwoo selalu berhasil berkelit.
Penonton mulai frustasi dengannya, beberapa orang memintanya untuk melawan, yang lain mencemoohnya karena ia terlihat seperti seekor tikus yang sedang menjadi mainan kucing untuk dikunyah—yang membuat lawannya semakin bersemangat. Ia harus segera mencari celah sebelum ia mulai kehilangan kesadarannya. Ia harus menjatuhkannya dalam sekali serang, tak ada waktu untuk mengumpulkan poin.
Sorak-sorai itu semakin keras beberapa penonton bahkan memukul-mukul dinding ring dengan jengkel. Semangat lawannya terpompa untuk segera mengakhiri pertandingan, ia mengayunkan lututnya ke arah perut. Dan inilah yang sedari tadi ditunggu oleh Seungwoo.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kedua tangan Seungwoo sigap menangkap kaki lawannya, mengangkat kaki itu tinggi-tinggi sambil mendorongnya membuat lawannya kehilangan keseimbangan dan terjungkal ke belakang cukup keras. Seungwoo tak lantas melepaskan cengkeramannya, ia juga menjatuhkan diri berlawanan arah sambil memposisikan satu kaki lawannya di antara kedua kakinya mengunci, lalu meletakan punggung kaki di bawah lengannya. Ia memutar dan menekan lengannya ke lantai ring sedangkan kakinya yang sedang mengunci ke arah berlawanan—memelintir. Pria dalam kekangannya terus meronta dan berteriak mencoba melepaskan diri bak seekor ikan yang hendak melarikan diri dari pejagalnya sebelum akhirnya menepuk kaki Seungwoo berkali-kali pertanda ia menyerah degan rasa sakit itu.
Wasit memisahkan keduanya, bel tanda pertandingan usai berbunyi. Banyak penonton yang masih tak percaya dengan hasil yang tak terduga ini dan tak sedikit juga yang bersorak kencang.
"Kau berhasil! Kau menang!" sang pelatih memeluknya penuh rasa bangga, tangis keduanya pecah sambil berpelukan, "Aku menang!" beo Seungwoo di sela isakkannya. Tak ada yang menduga jika Seungwoo akan bisa menang dalam pertandingan debutnya. Kemenangan ini menjadikannya sebagai pendatang baru yang harus diwaspadai.
"Untuk kemenangan Seungwoo, bersulang!" teriak sang pelatih sambil mengangkat gelas cola-nya tinggi-tinggi, anggota tim yang lain mengikuti juga bersorak, "bersulang!"
Hari ini mereka mereka merayakan kemenangan Seungwoo di tempat latihan dengan menyalakan musik, tak lupa membeli ayam goreng dan pizza—suatu hal yang sederhana tapi terasa istimewa. "Kalian lihat bagaimana dia menjatuhkan lawannya? Dan gerakan menguncinya itu?" tanya sang pelatih kegirangan, ia naik ke atas meja, mengangkat sebelah tangannya yang bebas dan menepuk dadanya keras-keras, "Aku yang mengajarkannya! Aku yang melatihnya!" serunya dengan bangga dan mulai menari-nari kecil.
"Ah! Hentikan, Hyung! Kau bisa menginjak makanannya!" protes si Im Sejun yang juga adik si pelatih. "Hentikan kau akan membuat semua orang mengira jika kita sedang pesta miras!" yang diprotes terus berlenggak-lenggok canggung.
Seungwoo hanya bisa tertawa melihat kedua kakak beradik itu bertengkar. Ia ingin menikmati pestanya akan tetapi perhatiannya selalu teralihkan pada ponselnya. Sudah hampir seharian Seola tak membalas pesan Seungwoo dan tak mengangkat teleponnya, gadis itu hanya melihatnya.
Hari ini Seola juga mengikuti seleksi perenang di sekolah. Hasilnya pasti tidak baik, jika Seola lolos seleksi ponselnya pasti sudah bergetar tanpa henti sejak tadi, benak Seungwoo.
"Seola!" Kwon Eunbi menghampiri Seola, sentuhan lembut di bahunya memecahkan lamunan Seola. Eunbi memasang senyum lembut seperti biasanya, "Aku dan orangtuaku akan makan malam di luar untuk merayakan hari ini. Kau ikut?" tangan Eunbi menggenggam ujung jari Seola berharap gadis itu mengiyakan ajakannya.
Kwon Eunbi adalah salah satu sahabat Seola, gadis itu lembut, pintar, cantik, baik hati, dan ramah. Ia selalu digandrungi banyak laki-laki, semua orang berusaha menarik perhatiannya. Kedua orang tuanya yang kaya raya membuatnya terlihat sangat sempurna. Mereka bertemu di klub renang sekolah dan menjadi sangat dekat sejak saat itu.
"Aku rasa mereka akan merayakan keberhasilanmu. Selamat untukmu, Eunbi!" entah mengapa kata-kata itu terasa begitu getir walaupun untuk sahabatnya sendiri. Seola tahu jika itu hanyalah pemanis.
Eunbi menggelengkan kepalanya, "Ayolah! Tidak peduli menang atau kalah, ini adalah hari yang istimewa. Kau sudah bekerja dengan keras, aku juga tak menyangka jika juri mengurangi poinmu. Kau ikut, kan?"
Bagaimana bisa ia makan bersama kawan yang juga lawan dengan perasaan sedih, pulang ke rumah pun ia enggan. "Lain kali saja! Aku sudah berjanji pada Seungwoo untuk merayakan debutnya."
"Mmm ... Begitu?" senyum Eunbi hilang sesaat.
Seola mengangguk, "Maaf! Tapi kita bisa merayakannya bersama lain kali, kan?"
Senyumnya kembali, "Tentu! Kita rayakan lain kali."
Eunbi dan Seola berpisah.
Tak ada lagi yang berada di area kolam renang sekolah, semua penerangan juga sudah padam. Hanya Seola seorang diri yang duduk di depan pintu masuk dengan kepala tertunduk menggunakan lengan baju untuk menyeka air matanya berkali-kali.
Ia tak ingin pulang dan mengatakan jika ia gagal dalam seleksi, kerja keras dan latihannya selama ini terasa sia-sia dan tak adil. ia adalah orang pertama yang menyentuh bibir kolam, ia adalah perenang tercepat dari peserta yang lainnya tapi sesuatu yang tak ia mengerti membuat juri harus mengurangi poinnya. Seola hanya sedang sedih dan ia tak mau membawa air matanya pulang.
Tangisan yang sedari tadi ditahannya pecah begitu sebuah tangan merengkuh tubuhnya, membawanya ke dekapan hangat. Napasnya tak beraturan dan bahunya naik turun karena menangis. Seola tak perlu mengangkat kepalanya untuk tahu siapa yang memeluknya karena ia tahu persis aroma tubuh itu. Seungwoo, yang selalu beraroma seperti hujan di musim panas dan Seola tahu jika pria itu akan datang padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himawari | Han Seungwoo x Seola
FanfictionBaginya gadis itu seperti matahari. Gadis itu adalah mataharinya. Gadis kecil cegeng yang dulu selalu bersembunyi di balik punggungnya. Kini bersinar terang. Begitu terang sampai ia tak bisa menyentuhnya. Layaknya bunga matahari yang hanya hidup sat...