03 September 2019 (Day - 01)
Aku sibuk mengetik di ponsel smartphone-ku.
Hi, Anne, i've arrived at Springfield St. Can you please inform your door's number/colour?
Tanganku yang memegang smartphone terasa kebas karena angin dingin berhembus kencang malam itu. 11C degree! Terdengar suara pintu ditutup di belakangku dan membuatku menoleh. Pak suami sudah selesai menurunkan koper bawaan dari taksi dibantu oleh driver taksi. Empat buah koper dan dua tas ransel besar berjejer di pinggir jalan.
Aku merogoh tas dan mengeluarkan pouch kecil berisi recehan Poundsterling. Lalu mengulurkan beberapa buah koin kepada si driver sambil mengucapkan terima kasih. Driver taksi tampak cukup senang, walaupun aku tak tahu apakah jumlah tips yang kuberikan sesuai standard yang biasa dia dapatkan. Aku tak terlalu memperhatikan wajahnya, yang jelas perawakannya tinggi dengan badan cukup berisi, memakai flat cap dan jaket yang kelihatan cukup tebal. Sepanjang perjalanan tadi, dia banyak bertanya dan sepertinya cukup excited ngobrol bersama kami.
Black taxicab yang dikendarainya mulai meninggalkan kami. Tidak seperti taksi di Indonesia yang biasa kita temui, taxicab ini lebih kecil, tidak ada bagasi di belakang mobil. Hanya saja space bagian tengah sangat luas, dengan kursi penumpang dipepetkan ke bagian belakang, sehingga semua barang bawaan kita bisa dimasukan di space tengah. Walaupun untuk case kami tadi, satu koper kecil terpaksa diletakan di bagian depan, disamping pak driver.
Jam sudah menunjukan pukul 09.24 malam.
"Udah dibales belom?" pak suami bertanya sambil merapikan sebuah koper di pinggir.
"Belom nih, aku coba liat-liat dulu deh" kataku setelah mengecek maps yang tertera di alamat. Bener kok di jalan ini.
"Yaudah aku jagain koper"
Kami ada di sisi ujung sebuah jalanan yang terlihat seperti jalan kompleks perumahan. Aku berjalan cepat menelusuri jalan itu, Springfield St. Bangunan-bangunan rumah identik tanpa pagar terlihat di sisi kiri jalan. Benar-benar tidak ada perbedaan sama sekali pada bangunan-bangunan yang sepertinya rumah, hanya warna pintu yang membedakannya. Rumah-rumah itu terlihat terbuat dari batu, dengan taman kecil di depannya. Taman yang terlalu kecil untuk sekedar menumbuhkan sebuah pohon, hanya cukup untuk menempatkan beberapa pot bunga.
25/7 Springfield St, Leith, Edinburgh, EH6 5DU. Hanya keterangan itu yang tertulis di chat Anne sebelumnya. Apa lagi maksudnya? aku bingung dengan angka didepan. Apakah 25/7 itu nama jalan? Nomor rumah? Atau apa?
Aku berbelok di ujung jalan, mentok, tidak ada jalan lagi didepan. Di depanku sekarang ada beberapa bangunan yang dua kali lebih tinggi dari bangunan berbentuk rumah sebelumnya. Kalau bukan karena malam ini sangat dingin dan aku sudah sangat lelah, aku nggak akan berani mengintip ke dekat bangunan tersebut. Salah-salah sikap bisa bahaya di negeri orang.
Sambil merapatkan jaket merah maroon-ku, aku mendekat dan membaca nomor yang tertera di pintu abu-abu didepanku. 25. Ah! Apa ini alamatnya? Kayaknya iya. Aku berlari kecil berbalik ke tempat pak suami menunggu.
Tanpa banyak berdebat, kami masing-masing mengerek dua buah koper dan memanggung satu tas ransel. Tepat di depan bangunan bernomor 25 tadi, pak suami mencoba mendorong pintu. Locked. Tidak ada orang sama sekali di sana, jalanan itu sepi tanpa orang. Hopeless, satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah menunggu balasan dari Anne.
'Hi Ara, just find a flat with number 25 on the door'. nah, chat dari Anne!
'Anne we just found the door, it's locked'
KAMU SEDANG MEMBACA
The City of Edinburgh
Não FicçãoThe City of Edinburgh adalah catatan perjalanan kami, insan-insan muda yang tengah berjuang meraih mimpi di negeri orang, tepatnya di ibukota Scotland, United Kingdom. Perjalanan kami dimulai di musim gugur 2019, dengan berbagai pengalaman (plus cul...