Chapter 10

219 12 3
                                    

Raina tengah bersiap untuk pergi bersama Rain. Mengapa dia menerima tawaran Rain? Sebenarnya dia terpaksa menerima karena sejak tadi pagi dia belum sarapan. Setelah berganti pakaian, Raina kembali ke Rain.
“Lo sudah siap?” tanya Rain.

“Sudah,” jawab Raina.

“Ayo, kita pergi sekarang!”

Rain kembali ke motornya.
“Ayo, buruan! Kok lo malah diam saja sih?”

“Iya, bentar gue naik.”

“Nih, helmnya jangan lupa pakai.”

Mereka mulai menyusuri jalan-jalan Kota Bandung.
**
“Lo, mau ngajak gue makan bakso di mana sih?” tanya Raina.

“Ada, lo pasti suka deh. Bentar lagi juga sampai,” jawab Rain santai.

Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah warung bakso sederhana, Warung Bakso Mang Mamat. Mereka turun dari motor.
“Lo yakin bawa gue ke sini?” tanya Raina heran.

“Yakin, kenapa gitu?”

“Lo kan orang kaya, memangnya bisa makan di warung bakso sederhana ini?”

“Bisa lah. Ini warung bakso langganan gue. Meskipun gue orang kaya, gue tidak harus memamerkan kekayaan itu, gue suka kesederhanaan.”

“Hmm, baru kali ini gue nemu orang kaya kayak lo. Biasanya mereka sombong dan suka merendahkan orang yang di bawahnya.”

“Ya sudah, ayo masuk!”

Mereka memasuki warung bakso itu. Mang Mamat, sang pemilik warung menyambut kedatangan mereka berdua.
“Selamat datang, Nak Rain!” sambut Mang Mamat.

“Makasih, Mang! Saya pesan 2 mangkok porsinya yang seperti biasa ya, Mang!”

“Siap! Silakan duduk.”

Mereka berdua duduk di tempat yang telah tersedia. Sedari tadi, Raina memperhatikan tingkah laku Rain yang sangat sopan dan ramah kepada Mang Mamat.
“Lo ngapain lihat-lihat gue terus? Sudah mulai suka ya?”

“Hmm, nggak! Gue hanya kagum sama lo. Selain suka kesederhanaan, lo juga ramah dan sopan.”

“Oh, kirain gue lo suka sama gue. Gue begini diajarin sama mama gue.”

Beberapa saat kemudian, Mang Mamat datang membawa 2 mangkok bakso.
“Silakan ini pesanannya.”

Nuhun, Mang! Oh iya, warungnya baru buka ya?”

“Iya, kalian pembeli pertama. Nak Rain, ini sahana (siapanya)? Kabogohna nya (pacarnya ya)?”

“Baru calon, Mang. Mang Mamat doain ya!” jawab Rain santai.

“Amin. Mang Mamat doakeun (doakan).”

Mang Mamat meninggalkan mereka karena ada pembeli lain yang datang.
“Silakan dimakan,” ujar Rain mempersilakan.

Mereka mulai memakan bakso yang telah dipesan. Rain memperhatikan Raina makannya lahap sekali.
“Lo rakus atau lapar?” tanya Rain terkekeh-kekeh melihat tingkah Raina yang lahap memakan baksonya.

“Gue lapar belum makan,” jawab Raina sambil melanjutkan makannya.

“Makannya biasa saja santai. Malu tuh dilihat orang-orang.”

Muka Raina memerah karena beberapa pengunjung warung itu memperhatikan tingkahnya sambil geleng-geleng kepala.
“Maaf, habis enak sih,” jawab Raina lagi.
Rain hanya tersenyum mendengar jawaban Raina. Setelah semuanya habis, Rain kembali bertanya.
“Rai, mau nambah lagi baksonya?”

“Hah? Nambah? Ngga ah, kenyang.”

“Mau dibawa pulang?”

“Ga, gue jadi ga enak sama lo.”

“Tidak apa-apa. Gue pesan ya!”

Rain kembali memesan 2 porsi bakso untuk dibawa pulang.
“Kok lo pesan 2 porsi sih? Padahal satu porsi saja.”

“Buat ibu lo. Takutnya kalau 1 porsi kurang. Kan lo rakus,” jawab Rain terkekeh.

“Gue ga rakus ya!” jawab Raina kesal.

Beberapa saat kemudian, pesanan mereka selesai dibungkus. Rain membayar semuanya. Setelah membayar, mereka kembali ke motor.
“Lo mau langsung pulang atau jalan-jalan dulu bareng gue?” tanya Rain.

“Langsung pulang! Gue ogah jalan-jalan bareng lo.”

“Santai dong jawabnya. Tapi tidak apa-apa deh. Lo jadi makin cantik kalau galak gini.”

“Terserah lo deh. Antar gue pulang sekarang!”

Rain menaiki motornya.
Buruan naik! Katanya mau pulang.”

“Iya, cowok aneh dan nyebelin.”

Raina naik motor Rain. Rain langsung menjalankan motornya untuk mengantar Raina pulang.

Bersambung...
©2020 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Jangan lupa vote, comment, dan share ke teman kalian.
Thanks.
👇🏻⭐ Vote sekarang!

Anak MotorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang