Chapter 5

332 17 10
                                    

Keesokan harinya…
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Rain masih belum bangun tidur. Tak lama, Bi Asih masuk ke kamar Rain untuk membangunkan Rain yang masih tidur.
“Den, Den Rain, bangun sudah jam setengah enam,” panggil Bi Asih.

“Hmm, iya, Bi. Rain bangun sekarang,” jawab Rain.

“Ya sudah, Bibi tunggu di bawah. Sok atuh mandi heula . Nanti telat ka sakolana (ke sekolahnya).”

“Iya, Bi. Tenang saja, Rain tidak akan telat kok, kan naik motor. Bisa set, set, set, sampai deh,” jawab Rain terkekeh.

“Naik motor juga kan butuh waktu. Sok buruan (cepat) mandi.”

Bi Asih meninggalkan kamar Rain. Setelah Bi Asih keluar, Rain langsung bergegas ke kamar mandi. 10 menit kremudian, Rain selesai mandi. Ia memakai seragam sekolahnya dan tidak lupa memakai jaket kesayangannya. Jaket jeans yang dibelakangnya terdapat gambar hujan. Jaket jeans itu adalah pemberian mamanya sebelum meninggal. Rain turun dan menghampiri Bi Asih yang sedang menyapu di halaman.
“Bi, Rain pamit dulu ya!”

“Den Rain teu (tidak) sarapan heula?”

“Nanti, Bi. Rain sarapan di sekolah saja. Papa mana? Pasti sudah berangkat ya?”

“Iya, Den. Tuan sudah berangkat dari jam 5 pagi tadi.”

“Rain pamit ya!”

Rain mengenakan helmnya dan segera menaiki motornya. Rain menjalankan motor gedenya menuju SMA Merah Putih.

**
Pukul 06.10, Rain tiba di sekolah. Rain turun dari motornya. Rain melihat sekelilingnya seperti mencari sesuatu. Rain mencari keberadaan sepeda perempuan itu. Setelah dilihat-lihat, sepeda yang dicari tidak ia temukan.
“Kok ga ada? Dia belum datang? Ah, gue ini kenapa sih? Kok bisa suka sama cewek bawel dan galak itu?”

Perut Rain berbunyi melakukan protes. Rain memutuskan untuk pergi ke kantin untuk sarapan.
“Bu, saya mau nasi katsu ya! Tolong disiapkan!” ujar Rain.

“Baik, Nak Rain. Saya siapkan dulu ya! Nanti saya antar.”

Rain duduk di kursi kantin. Sambil menunggu dia membuka aplikasi Instagram untuk melihat-lihat postingan terbaru teman-temannya. Tak lama, Bu Inem datang membawa nasi katsu pesanan Rain.
“Ini nasi katsunya, Nak Rain. Silakan dinikmati,” ujar Bu Inem.

“Makasih, Bu.”

**
Sementara itu, Raina masih dalam perjalanan menuju sekolah. Pukul 06.30, Raina tiba di sekolah. Setelah memarkirkan sepedanya, Raina langsung menuju kelasnya. Raina duduk di kursinya. Tiba-tiba Rain menghampirinya dan langsung mengelap keringat di wajah Raina menggunakan sapu tangan miliknya.
“Lo? Lo ngapain lap keringat gue? Modus lo!” ujar Raina kesal.

“Maaf, gue hanya ga mau lo bikin kelas ini bau. Jadi gue lap keringat lo!” jawab Rain.

Sebenarnya sih bukan itu alasannya Rain melakukan itu. Dia hanya tidak mau perempuan yang disukainya berkeringat saat sedang pelajaran. Belajar dalam kondisi berkeringat akan menurunkan konsentrasi belajar.

“Oh, gitu. Makasih. Nanti sapu tangan lo besok gue balikin. Gue cuci dulu.”

“Oke.”

Rain langsung kembali ke kursinya untuk mengobrol dengan sahabatnya Gino yang duduk di sebelahnya.
“Lo perhatian banget sama si Raina. Lo suka sama dia?” tanya Gino.

“Iya, gue suka sama dia. Dia beda dengan perempuan-perempuan lain. Selain cantik, pintar, dia juga sederhana. Gue suka orang yang sederhana.”

“Cie, cie. Seorang Rain sedang jatuh cinta,” goda Gino.

“Iya, nih. Lo bantuin gue ya! Lo kan sudah punya Ghea. Pasti lo lebih berpengalaman.”

“Iya, iya. Gue bantu.”

**
Bel masuk sekolah telah berbunyi. Pak Angga, wali kelas mereka, memasuki kelas.
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Pak Angga.

“Pagi, Pak!”

“Baik, kita mulai pelajaran geografinya ya!”

Pelajaran geografi pun dimulai. Pak Angga mulai menjelaskan Bab 1 tentang Biosfer dan Persebaran Flora dan Fauna. Di akhir pelajaran, Pak Angga membagi mereka menjadi beberapa kelompok. Mereka ditugaskan membuat kliping mengenai persebaran flora dan fauna di dunia. Kebetulan Rain, Raina, Gino dan Ghea sekelompok.
“Baik, kelompoknya sudah Bapak tentukan. Minggu depan klipingnya dikumpulkan ya! Baik, karena waktunya sudah habis, saya permisi dulu,” pamit Pak Angga sambil meninggalkan kelas.

“Sial! Kenapa gue harus sekelompok sama cowok menyebalkan itu sih?” gerutu Raina.

Tiba-tiba Rain menghampiri perempuan itu.
“Itu adalah takdir. Oh iya, lo lucu kalau lagi marah,” ujar Rain.

“Lo? Ngapain di sini sih? Pergi sana!” usir Raina.

“Suka-suka gue dong. Lagian 1 jam pelajaran ini kosong. Gurunya tidak hadir. Jadi bebas mau ngapain juga. Gue duduk di samping lo ya?”

“Kok lo tahu gurunya ga masuk? Tahu dari mana?”

“Pak Ridwan, tadi ga sengaja ketemu di kantin.”

“Oh, lo pergi sekarang! Gue ga mau lo di sini. Gue mau sendiri.”

“Ya sudah, gue tinggal ya! Jangan kangen,” ucap Rain sambil beranjak dari kursi.

“Gue ga bakal kangen! Dasar cowok aneh!” jawab Raina kesal.

Bersambung...
©2020 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Jangan lupa vote, comment, dan share ke teman kalian.
Thanks.
👇🏻⭐ Vote sekarang!

Anak MotorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang