Chapter 8

222 4 6
                                    

Raina pergi ke dapur. Sedangkan Rain menunggu di ruang tamu.

“Bu, Raina pulang!” panggil Raina.

“Eh, kamu sudah pulang, Nak! Sudah beres kerja kelompoknya?”

“Sudah, Bu. Oh iya, Rain makan malam di sini boleh ya? Dia lagi berantem sama papanya.”

“Boleh, bentar ya! Masakannya belum selesai, kamu temani dia sana.”

“Iya, iya.”

Raina kembali ke ruang tamu.

“Tadi gue sudah izin. Lo boleh makan malam di sini.”

“Hmm, makasih lo sudah bolehin gue makan di sini.”

“Sama-sama.”

Pukul 18.00, Nara mengajak Raina dan Rain untuk makan malam.

“Nak Rain, maaf makan malamnya sederhana hanya ada sayur bayam, tahu dan tempe goreng.”

“Tidak apa-apa, Bu. Saya juga suka makan-makanan sederhana seperti ini.”

“Kamu panggil saya, Ibu?” tanya Nara heran.

“Maaf, maksud saya Tante.”

“Kamu mau panggil saya Ibu juga tidak apa-apa. Ibu senang kok. Serasa punya dua anak,” jawab Nara dengan senyuman. “Sini biar Ibu yang ambilkan nasi buat kamu ya!”

Nara menuangkan dua sendok nasi ke piring Rain.

“Segini cukup?” tanya Nara.

“Cukup, Bu. Terima kasih.”

“Sekarang, Ibu ambilkan nasi buat kamu ya, Sayang!”

Nara mengambil piring Raina dan menuangkan dua sendok nasi ke piringnya. Setelah semuanya, mendapat nasi. Nara mempersilakan Rain untuk mengambil sayur serta tahu dan tempe yang telah tersedia. Mereka memulai makan malamnya. 30 menit kemudian, mereka selesai makan malam. Setelah selesai, Rain pamit untuk pulang.

“Bu, Raina, saya pamit pulang dulu ya! Sudah malam, saya permisi dulu. Terima kasih atas makan malamnya. Masakan Ibu enak banget!”

“Ah, kamu bisa saja. Raina kamu antar Rain ke depan ya! Ibu mau beres-beres. Rain, kamu hati-hati di jalan!

“Siap, Bu!” jawab Rain.

Raina pun mengantar Rain ke depan.

“Raina, gue pamit dulu ya! Makasih buat makan malamnya!”

“Sama-sama.”

“Ibu lo perhatian banget. Dia mirip banget sama Mama gue. Gue jadi keinget Mama gue.”

“Lo sabar ya! Lo jangan sedih gitu, Mama lo sudah tenang di sana.”

“Iya, gue tahu. Oh iya, maaf soal sikap Papa tadi yang cuek ke lo. Dia orangnya emang gitu.”

“Tidak apa-apa. Kelihatannya dia tidak suka sama gue.”

“Mungkin, tapi gue suka sama lo. Gue pulang sekarang ya! Bye!”

Rain menaiki motornya dan mulai meninggalkan kediaman Raina.

“Hati-hati di jalan!” teriak Raina.

**

Pukul 19.00, Rain tiba di rumahnya. Rain memasukkan motor moge merahnya ke dalam garasi. Setelah itu, Rain masuk ke dalam rumahnya. Brian sudah menunggu kedatangan anaknya itu.

“Bagus, kamu baru pulang jam segini. Ke mana saja kamu sama pacarmu itu? Apa benar kamu pacaran sama perempuan itu?” tanya Brian tegas.

“Iya, memangnya kenapa? Papa tidak suka sama dia?” jawab Rain.

“Papa tidak suka dengan dia. Kok kamu bisa sih suka sama gadis gembel itu? Dari penampilannya saja sudah terlihat, dia itu miskin. Tidak selevel sama kamu, Rain! Kamu jauhi perempuan itu dan kamu harus putus dengan perempuan itu! Kamu ngerti?”

“Rain tidak peduli Papa mau ngomong apa soal dia, yang jelas Rain suka sama dia. Sayang sama dia. Memangnya kalau dia miskin kenapa, Pa? Mereka juga berhak untuk dihargai. Mereka juga masih sama-sama manusia, Pa. Pokoknya Rain tidak akan menjauhi Raina. Dia pacar Rain.”

Rain langsung pergi ke kamarnya.

“Ma, kenapa Papa bersikap seperti itu sama Rain. Memangnya Rain salah kalau suka sama Raina, gadis sederhana yang merupakan anak seorang asisten rumah tangga? Apakah Rain salah? Kan Mama pernah bilang…”

Flashback : ON

“Rain, meskipun kita itu kaya. Kamu harus tetap bersikap baik pada orang yang di bawah kita,” ujar Dewi.

“Iya, Ma. Rain pasti akan bersikap baik dengan mereka,” jawab Rain.

“Sekarang, kamu kasih uang ini ke pemulung itu ya!”

“Iya, Ma.”

Flashback : OFF

Sejak kecil, Rain selalu diajarkan oleh mamanya tentang kesederhanaan dan berbagi terhadap orang lain. Berbeda dengan papanya, Papanya selalu membelikan barang-barang mewah seperti mobil, pakaian yang harganya jutaan. Papanya sangat tidak menyukai orang yang berbeda strata sosial. Memang Dewi dan Brian berasal dari keluarga yang berbeda. Dewi pernah mengalami namanya kesulitan ekonomi, perusahaan ayahnya sempat bangkrut. Berbeda dengan Brian, dia tidak pernah mengalami namanya kesulitan, keluarganya sangat kaya raya, perusahaannya di mana-mana. Mungkin itu yang menyebabkan sikapnya berbeda jauh.

Bersambung...
©2020 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Jangan lupa vote, comment, dan share ke teman kalian.
Thanks.
👇🏻⭐ Vote sekarang!

Anak MotorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang